11. CeRmIN (2) .11

217 37 11
                                    

'Lo mungkin pernah liat dia di cermin."

Gue menatap Lucas semakin heran dan heran. Apa hubungannya adek lo sama cermin bambang.

Lucas paham ekspresi apa yang gue munculin. Dia segera tanggap. Yayalah, anak psikolog mon maap.

"Duduk deh."
Lucas melangkah duluan menuju sofa. Duduk disana. Menepuk tempat di sebelahnya, menyuruh gue duduk.

Gue segera menghampirinya lalu duduk.

"Tuh kopinya dua cangkir. Katanya mau minum sama adek gue." Lucas terkikik setelah menatap 2 cangkir hitam di meja.

Gue mendorong salah satu cangkir kopi itu kearah Lucas.
"Buat lo."

Lucas ketawa sebentar lalu mengambil alih cangkir itu. Meminumnya setelah meniupnya.

Gue memegang gelas yang terasa hangat itu dengan kedua tangan. Menatap pilu kearah ranjang dihadapan gue yang bertuliskan nama adek Lucas itu.

Namanya bagus.

Shuhua Wong.

Tapi tiba tiba gue teringat ada pembicaraan yang belum terselesaikan tadi.
"Anu. Tadi maksud lo yang cermin itu apa cas?"

Lucas berhenti menyeruput kopinya lalu meletakkannya di meja.

Dia membuat ekspresi berpikir dengan komuk lucu dengan bumbu sedikit ketampanan itu.

"Dia mirip lo tau." Bibirnya menyinggung senyum seperti biasa. Kepalanya mendongak sesekali untuk melihat wajah adik perempuannya yang terbaring itu.

Gue menggeleng.
"Darimananya. Cantikan juga adek lo."

"Kalian mirip dalam beberapa aspek. Wajah kalian emang ga sama, tapi ada beberapa poin yang bikin kalian mirip."

Lucas mengambil napas panjang. Masih meneruskan.

Gue masih kedip kedip aja. Ga ngerti pemikiran unik Lucas ini dateng darimana.

"Entah cuma gue yang gitu apa gimana. Setiap gue ngeliat lo, disitu ada Shuhua. Setiap gue ngeliat Shuhua, disitu ada lo."

Gue miris. Ada sesuatu yang bikin hati gue tergores. Jiwa kemanusiaan gue memberontak, denger Lucas punya hal pahit dibalik gendengnya selama ini.

Lucas ngeliat gue sambil ketawa.

Apa yang lutju?

"Sini. Biar gue cerita sesuatu. Lo diem dulu ya!" Mata Lucas terbelalak semangat. Ia menata duduknya biar bisa berhadapan langsung sama gue.

Gue mengerlingkan mata. Mengangguk.

"Sore itu gue lagi jaga cafe. Pengunjung ga begitu rame. Hati gue masih miris terhitung setelah beberapa hari adek gue kecelakaan, dan gue udah harus balik ke surabaya buat kuliah. Terpaksa gue gabisa jaga Shuhua sepenuhnya."

ASTAGA. KECELAKAAN TERNYATA.

Gue menggigit bibir. Menahan hasrat nggak nanya nanya dulu.

"Adek gue keterima di kampus lo, dan hari itu waktunya daftar ulang. Umurnya emang setahun dibawah lo, tapi dia anak akselerasi. Jadi bisa kuliah bareng angkatan lo."

Udah cantik, mana pinter. Tapi luar biasa punya kakak bobrok.

"Waktu dia mau berangkat daftar ulang sama papa, hari itu-"

Kalimat Lucas terpotong. Ia menggigit bibirnya. Wajahnya cukup tenang, tapi sayang tangannya gemetar. Sehebat hebatnya anak psikolog, tetep aja perasaan gabisa diumpetin gitu aja kan?

Gue merapat kearahnya, menepuk bahunya. Gapapa, gausa dilanjutin kalo berat.

"Biar gue lanjutin."

Hellove - FanFiction [Lucas, Hyunjin, Yuqi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang