Untitled Part 21

2.2K 431 171
                                    

Ini masih hari kamis, tepatnya malam jumat. Safira asik duduk di depan teras rumahnya dengan ditemani obat nyamuk bakar beserta teh hangat.  Menikmati malam jumat yang untungnya bukan kliwon
Dari terasnya dia baru saja melihat Oriel dan Indrani pergi.  Dia juga mendengar suara berisik dari kamar Adelia,  yang kebetulan berada di depan. Lalu pintu rumah Randi yang terkunci dengan lampu yang sudah gelap,  padahal masih jam setengah 9 malam.

"Safira ngapain?"

Safira bisa melihat Azio yang baru saja keluar rumah dan mengunci pintu rumahnya. 

"Tumben mas udah di rumah? Mobilnya mana?"

"Dipinjam orang proyek. Minum apa itu?"

"Teh.  Mas mau?  Nanti ku bikinin."

"Dibanding haus,  aku lapar sih.  Makanya ini mau cari makan." kata Azio mulai berjalan menuju rumah Safira.

"Aku ada sih,  tongkol balado tapi.  Mau?  Maklum ya,  masakannya yang gampang nan murah."

"Boleh deh.  Lumayan gratisan." lalu Azio tertawa diikuti Safira. 

"Sayurnya tumis sawi,  mau? Atau lauknya aja?"

"Apapun deh Saf.  Gue--eh aku duduk sini ya."

Safira mengangguk, lalu masuk ke dalam rumahnya.  Mengambil nasi,  dan beberapa lauk. 

Azio sendiri duduk di kursi depan teras Safira.  Menutupi teh safira dengan tangannya,  sementara mencari sumber wewangian yang ternyata adalah obat bakar nyamuk.  Dia hampir saja mau kabur,  terutama karena ini malam jumat. 

"Nih." kata Safira setelah keluar dan memberikan piring berisi lauk dan sayur. 

"Saf,  lo--kamu kenapa nggak nikah aja sih?" kata Azio setelah memakan suapan pertama.

Safira tertawa.  "Kenapa udah istri oriented?"

Azio mengangguk. "Lo pinter masak,  lo pinter bikin kue,  lo cantik,  lo perfect deh,  kecuali suka bangun siang aja."

Safira kembali tertawa.  "Iya,  bangun siang." ulang Safira. "Itu kalau libur aja.  Hari biasa aku bangun pagi." kata Safira.

Azio yang sibuk mengunyah hanya mengangguk.

"Kamu juga mas, kok nggak nikah? Biar ada yang ngurus."

Azio segera menelan makanannya,  seraya melihat Safira yang sibuk memainkan gelasnya.  "Gue--aku sih ya maunya juga gitu. Cuman karena aku pindah-pindah,  jadi butuh yang bisa diajak pindah juga." jawab Azio.  "Kalau disuruh milih dari perumahan ini,  aku bisa milih 2 dari 7."

"Indrani sama Milena." jawab Safira.

Azio mengangguk.  "Cuman aku rasa sih,  dua manusia itu bukan buat aku.  Jadi ntar aku cari yang lain aja.  Di tempat selanjutnya aku bekerja."

Safira mengangguk.  "Good to know." lalu tersenyum. 

"Soalnya aku susah kan. Keseringan di proyek,  terus kalau balik ke rumah ketemunya kalian,  jadi jelas milihnya dari kalian kan?"

Safira kembali mengangguk.  "Indrani bisa kok kayaknya."

"Dia ngeliat aku kayak abangnya gitu.  Dia naksir tetangga sebelahnya dia."

"Eh?  Mas tira?"

Azio menggeleng.  "No.  Dulu sebelum rumah no 13 sama 14 itu kosong,  kata Oriel ada cowo dari Jakarta gitu,  siapa ya namanya lupa aku,  katanya masih sering ngobrol sama ndrani.  Ya emang jodohku bukan orang sini. "

"Ya,  jodoh sih masih bisa di cari sih ya,  orang bukan cuman satu aja."

Azio mengangguk,  lalu menyuap makanan dipiring ke mulutnya. 

Perumahan Bahagia ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang