Bangun Dek..."

6.1K 396 11
                                    

Kelvin masih memandang lekat wajah adeknya yang sedang tertidur dengan lelapnya. Mengabaikan lirihan kakaknya yang memintanya untuk bangun.

Ini sudah lebih dua minggu Bintang masih betah dengan dunianya. Bahkan tidak ada niatan untuknya membuka matanya.

Dunia mimpinya lebih indah dari dunia nyatanya.

"bangun dek. Mau sampai kapan kamu tidur terus begini. Kamu tidak capek apa? Pasti punggungmu sakit semua. Iya kan?

Kemarin ada ibu panti yang datang kesini. Ia bilang mendapat kabar dari sahabat curut lo ,kalau lo koma disini.

Abang tidak menyangka, kalau ternyata selama ini lo yang selalu memberi donasi ke panti asuhan itu. Baik banget sih adek gue ini" Kelvin terkekeh sebelum melanjutkan perkataannya.

"buka mata lo, dan lihatlah disini masih banyak banget yang sayang sama lo. Abang yakin bahkan orang yang selama ini nyiksa lo pasti masih ada sedikit rasa sayang buat lo. Bagaimanapun lo udah bersama kami sejak kamu masih kecil".

Kelvin ingin rasanya menangis keras saat ini. Selalu saja seperti ini, hanya dia yang bicara sementara yang di ajak bicara hanya menjawab melalui bed side monitor yang menandakan masih ada kehidupan di tubuh yang berbaring itu.

Kelvin bahkan sudah tak tau lagi bagaimana caranya menangis. Mengingat perkataan dokter Bara kemarin sore setelah ia memeriksa kondisi Bintang.

"kondisinya semakin menurun. Kalau begini terus menerus kita tidak bisa melakukan operasi itu. Sangat berbahaya jika kita melakukannya karena kondisi adek anda yang masih koma." perkataan dokter Bara kembali menghancurkan pertahannya.

"lalu apa yang harus saya lakukan dok? Ini bahkan sudah dua minggu tapi dia masih betah dengan tidurnya".
Ujar Kelvin frustasi. Ia takut Bintang benar-benar menyerah.

"tenanglah nak, adek kamu pasti kuat melewati semua cobaan ini. Yang harus kamu lakukan adalah terus menuntunnya untuk kembali dan jangan patah harapan. Karena itulah yang di butuhkan adekmu. Berdoalah semoga dia segera kembali". Dokter Bara menepuk pelan pundak Kelvin mem berikan kekuatan untuknya.

Kelvin menghembuskan nafasnya kasar. Jika saja tidak ada kabel dan selang yang menghiasi tubuh Bintang, mungkin anak itu akan terbang keluar karena hembusan nafas Kelvin.

"gue tinggal sebentar ya ke kantin, kan gak lucu kalau gue juga ikutan sakit. Nanti siapa yang akan nemenin lo disini. Gue harap lo membuka mata lo saat gue kembali lagi kesini".

Kelvin mencium kening Bintang lembut. Lalu melangkahkan kakinya keluar dari ruangan yang mencekam itu.

Andai saja ada orang tuanya, pasti bebannya sedikit terobati, karena dia bisa membagi beban itu. Bukan seperti ini.

Orang tuanya tidak pernah datang kesini. Hanya sekali dan itupun hanya mengabaikan adeknya. Mereka hanya memaksanya untuk pulang.

Kelvin bahkan tidak tahu apa salah anak itu sehingga orang tuanya begitu membencinya sedalam itu. Bahkan tidak ada rasa bersalah sedikitpun setelah apa yang mereka lakukan.

Kelvin jadi merasa pening memikirkannya jadi dia lebih baik membiarkannya saja. Percuma juga menghadapi sikap pengecut mereka berdua.






😭😭😭

Disebuah ruangan luas tapi minim pencahayaan. Seorang pria tengah baya duduk di kursi kebesarannya sesekali ia menghisap putung rokoknya lalu menghembuskannya membuat asap rokok itu berterbangan ke udara.

Pria itu tersenyum sinis, seolah ia baru saja memenangkan pertarungan.
Pintu terbuka menampilkan seorang pria dewasa yang membawa map biru di tangannya.

Tentang BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang