Tekad Kelvin

5.8K 410 4
                                    

Jam masih menunjukan pukul 5.30, tapi bintang sudah berjalan menuruni tangga dengan seragam sekolah dan tas yang disampirkan di salah satu pundaknya.

Kebiasaan Bintang, berangkat pagi sekali hanya untuk menghindari kedua orang tuanya. Itupun hanya berlaku jika orang tuanya berada di rumah, kalau tidak dia jam segini tentu saja masih bergelut dengan selimutnya.

Sebelum ia bergegas keluar,ia sempatkan untuk ke dapur sebentar, di situ terlihat wanita paruh baya sedang sibuk dengan aktivitasnya.

"bibi sedang buat sarapan apa?"

Orang yang di panggil bibi itu langsung menoleh ke sumber suara dan tersenyum melihat Bintang.

"eh ini den, biasa bibi lagi buat nasi goreng sama telor mata sapi, aden tunggu bentar ini sudah mau selesai" ujar bi Lasmi pembantu di rumah besar itu.

"pasti enak, tapi maaf bi, Bintang harus pergi dulu"

"tapi aden belum serapan dan pasti semalam juga aden belum makan, tunggu sebentar ya, aden sarapan dulu".

Bintang meringis mendengar tuturan bi lasmi yang sudah ia anggap sebagai ibunya itu, setelah orang tuanya tidak lagi memperdulikannya, bi Lasmilah yang menyanyanginya selama ini.

"nah sudah selesai, sekarang aden saran dulu, biar bibi buatin susunya dulu"

"makasih bi, bi lasmi memang yang terbaik" Bintang langsung melahap sarapannya. Ia harus segera menghabiskannya sebelum kedua orang tuanya bangun. Selain itu ia memang benar-benar lapar, sejak kemarin siang perutnya belum di isi.

Bi lasmi memandang Bintang dengan tatapan sendunya, ia sudah merawatnya sedari kecil. Jadi ia tahu seluk beluk bintang dan keluarganya.

Dalam hatinya selalu ia rapalkan doa untuk kebahagian sang tuan mudanya, sudah banyak luka yang dia dapat, tapi tak sekalipun dia mengeluh.

Meskipun begitu, bi lasmi tahu tentang kerapuhan dan kesedihan Bintang. Anak itu hanya mencoba untuk tegar meskipun lelah dengan semuanya.

Setelah selesai Bintang langsung pergi ke sekolah setelah sebelumnya berpamitan dengan bi lasmi.

Setelah beberapa menit Kelvin turun ke bawah dan menuju ke ruang makan untuk sarapan.

"pagi bi..."

"pagi den, ini bibi sudah buatin nasi goreng spesial buat aden"

"makasih bi, Bintang belum bangun?"

"emmm itu den,,,, den Bintangnya sudah berangkat sekolah"

Kelvin mendengus selalu saja seperti ini. Anak itu tak pernah berubah. Dan kelvin tahu betul apa penyebabnya.

Masalah keluarganya, tentang kebencian orang tuanya tanpa tahu apa penyebabnya sebenarnya.

Kelvin sudah terlalu lelah mencoba memberi pengertian ke kedua orang tuanya yang selalu berakibat dengan kemarahan.

"pagi sayang,,,"

"pagi ma,, paa,,"

"kamu ada kelas pagi," kelvin menganggukan kepalanya menjawab pertayaan papanya.

"Kelvin,,, letakkan hpnya, tidak baik bermain hp di meja makan"

"bentar pa,, kelvin sedang menghubungi Bintang" Haris menggebrak alat makannya mendengar Kelvin menyebut nama Bintang.

"jangan sebut anak itu di depan papa, buat apa kamu urusin anak berandalan kayak dia, tiap hari selalu kelayapan".

Kelvin menatap Haris dengan tatapan tak percayanya dan juga tersirat kekecewaannya.

"kenap pa? Kenapa papa dan mama selalu lakuin ini kepada Bintang. Bintang begini juga karena kalian.

Bintang adek aku, jadi jangan memaksa kelvin ngelakuin apa yang papa dan mama mau, sampai kapanpun aku akan menjaga adek aku"

Setelah mengatakan itu kelvin langsung pergi dari hadapan kedua orang tuanya. Persetan dengan sopan santun.

Kelvin sudah terlalu muak dengan kedua orang tuanya. Apa tidak bisa mereka sedikit saja mengerti tentang Bintang.

Bahkan Bintang sudah terlalu melangkah jauh meninggalkannya. Dia kehilangan senyum tulus adiknya.

Dia kehilangan adeknya yang dulu selalu bermanja dan bermain dengannya. Bahkan kelvin sekarang jarang bertatap muka dengan adeknya.

Bintang selalu menghabiskan waktunya di luar, bahkan tak jarang Bintang menolak keinginanya untuk menghabiskan waktu meskipun hanya sehari.

Kelvin merindukan adek kecilnya, ia rindu bermain dengan Adeknya, ia rindu sangat merindukan adeknya. Meskipun tinggal serumah tapi mirisnya mereka jarang bertatap muka.

"ngapain low pasang wajah kuyuk gitu" tanya Tristan.

"lagi pms kali dia" sahut Reka.

"berisik lo pada"

"kali ini masalah apa lagi?"

"biasa,,, masalah Bintang"

Kedua sahabat Kelvin menghela nafasnya. Hanya karena Bintang Kelvin menjadi sosok yang berbeda.

"lalu sekarang lo mau apain lagi anak itu, bahkan semalam adek gue bilang, bintang ikut balapan lagi" tanya Tristan.

"entahlah gue juga bingung, anak itu terlalu keras kepala"

"Bintang bukan keras kepala Kel, bintang itu hanya lelah tak tahu lagi harus bagaimana menghadapi hidupnya" perkataan Reka menjadi cambuk sendiri di hati Kelvin.

"mungkin lo tidak tahu, Bintang menjadi seperti ini berharap bisa melepaskan beban di hatinya. Mungkin dengan balapan adek lo berharap kepedulian dari orang tua lo." lanjut Reka.

"tapi kenapa harus balapan. Apa dia sudah tidak sayang dengan nyawanya sendiri. Gue hanya khawatir kejadian 2 tahun lalu terulang lagi" setetes air mata menetes di pipi kelvin. Kejadian itu benar-benar membuatka kehilangan arah.

"karena itu, sekarang lo harus lebih perhatiin dia lagi. Sering-seringlah menghabiskan waktu dengannya tapi jangan terlalu di kekang"

Kelvin beruntung punya sahabat seperti mereka. Mereka selalu mampu memberi jalan keluar untuk setiap masalahnya.

Terutama Reka, karena reka adalah mahasiswa psikolog jadi selalu bisa mengerti kondisinya dan adeknya.

"kalian benar, seharusnya aku lebih berusaha keras lagi untuk anak itu. Meskipun dia selalu menolak. Thanks kalian sudah memberi saran terbaik kalian" ucap Kelvin tulus.

"itulah gunanya teman" mereka lantas tertawa.

Benar,,,, Seharusnya aku lebih perhatian lagi dengannya,' bati Kelvin.








Bersambung.....

Tentang BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang