Kembali Pulang

3.8K 304 12
                                    

Kelvin menghela nafasnya beberapa kali, entah sudah berapa kali ia harus membuang nafasnya untuk pagi ini.

Bintang masih terlelap dari tidurnya. Dokter Irsyad bilang ia akan bangun setelah obat biusnya habis. Tapi sampai jam 9 pun dia belum bangun.

Kelvin sendiri masih bingung harus mencari uang dari mana lagi untuk biaya pengobatan Bintang yang bisa di bilang tak sedikit.

Belum lagi biaya kuliahnya yang tak sedikit, tidak mungkin ia hanya mengandalkan modal sebagai model, karena beberapa bulan ini ia sepi job.

Kini Kelvin hanya memandang kosong Bintang yang masih terlelap dalam tidurnya, hingga suara pintu terbuka mengalihkan tatapan kosongnya yang hampa.

Kelvin tak tahu harus bereaksi seperti apa, saat kedua orang tuanya berdiri di pintu dengan tatapan khawatirnya. Andai ia bisa ia ingin memeluk kedua orang tuanya.

Menumpahkan segala sesaknya. Ia ingin menyerah dan menjabut semua kata-katanya waktu ia meninggalkan rumah.

Namun lagi-lagi rasa ego menempati tempat pertama di hatinya, apalagi kalau harus mengingat perbuatan mereka selama ini terhadap Bintangnya. Kesal itu membuatnya mengurungkan niatnya. Sehingga yang ia lakukan hanya menatapnya dengan datar.

"mau apa kalian kesini. Lebih baik kalian pulang jika hanya ingin melihat penderitaan Bintang" kata-kata tajam itu kembali menohok mereka berdua.

Kesalahan mereka sudah terlalu banyak, dan mereka sadar sudah sepantasnya mendapatkan ini semua.

"kami ha..."

"mama...papa...mama...papa" ucapan mereka terhenti saat mendengar igauan Bintang. Begitupun dengan Kelvin yang bingung harus bagaimana.

"Bintang.. hey bangu dek..ini abang.." Kelvin mencoba membangunkan Bintang Namun Nihil Bintang masih menyebut kedua orang tuanya di dalam alam bawah sadarnya.

Nafas anak itu memberat, dahinya mengkerut seperti seseorang yang tengah kesakitan. Dengan cekatan Kelvin langsung menekan tombol darurat untuk memanggil bantuan.

Allana mencoba mendekat tak ia hiraukan tatapan tajam bercampur khawatir Kelvin. Yang ia perdulikan adalah memeluk anak bungsunya yang tengah kesakitan.

"mama..mama.."

"iya sayang, mama di sini. Bintang mau apa sayang? Bilang sama mama. Maafin mama Bintang...maafin mama" isak tangis pilu tak bisa ia sembunyikan lagi.

Kelvin sendiri merasa hatinya tertohok melihat Bintang yang mulai tenang, ia merasa begitu jahat memisahkan mereka. Tapi ini ia lakukan demi Bintang. Ia tak mau Bintang kembali terluka.

Dokter dan beberapa perawat datang dan langsung memeriksa kondisi Bintang. Kelvin yang mengertipun langsung memberikan ruang untuk dokter itu.

"silakan keluar, kami akan memeriksa kondisi saudara Bintang" ketiga orang itu menurut saja.

Allana ingin melepaskan tautan tangannya dengan tangan Bintang, Namun tidak bisa karena Bintang menggenggamnya dengan kuat.

"biarkan saja nyonya, anda boleh tetap berada di sini" dokter yang bernama Farel itu mencoba memberi solusi. Karena yang di butuhkan Bintang saat ini adalah rasa ketenangan.

Allana dengan semangat mengannguk. Ia senang bisa menemani anak itu selama pemeriksaan "anak mama kuat. Bintang mama yang paling terang bertahanlah buat mama" bisik Allana.

Perlahan mata itu terbuka, mengerjap beberapa kali menyusaikan sinar mentari yang memasuki rentina matanya.

Yang Bintang lihat pertama kali adalah wanita cantik yang tengah tersenyum hangat kepadanya, senyum yang sama dengan sosok wanita yang ada di dalam mimpinya dan juga dokter yang Bintang tak kenal sama sekali.

Tentang BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang