Perhatian

5.6K 428 2
                                    


Bel sekolah berbunyi menandakan semua murid untuk pulang kerumahnya masing-masing. Ada pula yang langsung mengikuti ekstrakulikuler.

Bintang dan kedua sahabatnya melangkah ke parkiran untuk mengambil motor mereka.

Bintang menyipitkan matanya. Seseorang berdiri di samping motornya. Dan lelaki itu nampaknya tak begitu asing untuknya.

"siapa tuh orang, kayaknya bukan murid sini dech" ujar Rega yang juga penasaran.

Bintang menghampiri orang itu, dan alangkah kagetnya bintang saat tau itu adalah abangnya yang tengah tersenyum menyebalkan.

"abang,,,, abang ngapain sih disini" gerutu Bintang.

"mobil abang mogok tak jauh dari sekolahan lo, ya jadi abang kesini aja. Nebeng mau pulang". Bintang memicingkan matanya.

Heol mogok.. Yang bener saja, abangnya itu paling rajin ke bengkel jadi mana mungkin mobilnya mogok.

"gak bisa, mending abang pulang naik taxsi saja sana. Gue ada urusan"

"taksi mahal, udah jangan bawel siniin kunci lo gue yang bawa"

"lo kok resek sih bang,"

"bodoh amat yang penting ganteng"

"amit-amit gantengan juga pak slamet, udah sana ah, kalau gak punya uang buat naik taksi sono tuh naik angkot" Kelvin menatap adiknya dengan tatapan membunuhnya.

Yakali wajah tampan begini di samain dengan penjaga sekolah, dan apa tadi? Naik angkot. Yang benar saja, Dasar adek laknat.

"siniin kuncinya kita pulang bareng, kalian juga ikutlah kita cari makan, gue yang traktir" tunjuk ke arah kedua sahabat Bintang yang sedari tadi cekikikan.

"eh tompel mbah jambrong, lo bilang tadi gak punya uang"

"siapa yang bilang gak punya uang bocah. Daripada uang gue buat bayar taksi kan lebih baik buat makan"

Bintang menghela nafasnya, terpaksa dech ia ikut abang tiang listriknya itu. Dari pada kena omelan kagak jelas.

Setelah menempuh perjalanan beberapa menit. Kelvin menghentikan motor bintang di sebuah kedai warung kecil.

Tempatnya sangatlah sejuk banyak pohon tinggi menjulang di sekitarnya, tapi bukan seperti di hutan.

Bintang masih memandangi sekelilingnya, tempat ini tak begitu ramai karna tempatnya yang sedikit terpencil.

"mlongo aja kalian, ayo cepetan masuk" Bintang menatap Kelvin malas. Lalu melangkahkan kakinya ke dalam kedai warung itu di ikuti kedua sahabatnya.

"oeyy bintang, lo apa kabar?" tanya Tristan yang memang sedari tadi sudah duduk manis di mejanya.

"seperti yang abang lihat, oh ya bang kenalin sahabat gue, agha dan rega".

Setelah acara pengenalan mereka langsung menyantap mie ayam yang tadi sudah di pesannnya.

"kalian sudah sering kesini?" tanya Bintang.

"hemm kita sering kesini menghabiskan waktu untuk sekedar bermain ataupun mengerjakan tugas. Selain itu tempatnya yang tenang juga bisa buat refresing". Bintang manggut-mangut mendengar penjelasan Reka.

"kalian bentar lagi ujian kan, lo udah nentuin mau ke universitas mana?" Bintang menoleh sebentar ke arah Tristan lalu melahap mie ayamnya sebelum menjawabnya.

"kita belum tahu sih bang, tapi rencananya kita mau kuliah jurusan kesenian, tapi belum tahu mau kuliah dimana." jawab Bintang

"iya tuh bang, kita suka banget main musik dan kelak kita ingin menjadi penyanyi terkenal" lanjut Agha.

Kelvin tersenyum bahagia mendengar ke inginan adek dan serta sahabatnya. Kelvin cukup bangga dengan mimpi sang adek.

"wuuaahhh keren, aku yakin kelak kalian bisa mewujudkannya" tristan berucap semangat membuat Bintang tersanjung.

"makanya kalian lebih banyaklah belajar jangan balapan mulu" senyum bintang luntur mendengar ucapan abangnya. Bintang menatap kelvin sengit begitupun dengan kelvin. Dasar perusak suasana.

"mending kalian kuliah di kampus kita aja dech, kan di kampus kita juga ada jurusan kesenian".

"GAK,,,!" semua orang menatap bintang dengan pandangan aneh. Sementara Bintang menggaruk tengkuknya yang tak gatal di sertai cengirannya.

"kenapa,,,?" Kelvin mulai heran dengan adeknya.

"gak mau satu kampus dengan abang"
Kelvin mendelik, apa masalahnya dengan sekampus dengannya.

"kenapa emang kamu gak mau satu kampus dengan abang kamu?" tanya Reka.

"Bintang gak mau di intilin tiang listrik" tawa mereka meledak mendengar ucapan polos bintang. Sementara Kelvin menatap bintang dengan tatapan membunuhnya.

Tak

"awhh sakit bang"

"siapa suruh kamu bilang tiang listrik"

"doraemon"

"kok nyolot sih lo"

"bodo"

"dasar ngambekan"

"abanggggg"

Mereka kembali tertawa melihat bintang memberengut seperti anak kecil.

Hati kelvin menghangat. Paling tidak kerinduaannya terhadap adeknya sedikit terobati. Ingin rasanya kelvin menghentikan waktu.

Selamanya melihat wajah bahagia adeknya, tidak ada tangisan, tidak ada makian dan tidak ada wajah lebam adeknya karena papanya.

Mulai sekarang ia berjanji akan selalu ada untuk adeknya. Memikul beban sang adik untuk meringankanya.

Selayaknya Bintang untuk Kelvin, dan Kelvin untuk Bintang.

Skip

Sekarang kelvin dan bintang berada di depan rumahnya setelah tadi menghabiskan waktu di luar.

Kelvin menarik tangan bintang yang bergetar, ia tahu adeknya sedang ketakutan.

"ayo masuk dek, tenang aja ada abang disini" ucapan Kelvin seperti mantra membuat bintang sedikit tenang.

Dalam hati Bintang, semoga ucapan Kelvin selalu di tepati berada di sampingnya sampai kapan pun.

Setelah melangkahkan kakinya ke dalam rumah, di ruang tamu sudah ada Haris dan Allana yang menatap nyalang ke arah mereka berdua, lebih tepatnya Bintang.

Plaakk

"PAPA,,!" teriak kelvin yang tak terima adeknya di tampar oleh Haris.

"dasar anak sialan, lihat gara-gara kamu, anakku jadi berani menantangku" Bintang menangis dalam diamnya.

Anak,,? Jadi aku bukan anaknya selama ini. Begitu miris hidupnya, sedetikpu tak pernah ia di anggap keluarga di rumah ini.

"papa sudah keterlaluan, Bintang tidak salah pa, sama sekali tidak salah kalian yang sudah bersalah"

"KELVIN, DIAM KAMU" bentak Haris.

"gak akan, kelvin gak mau diam selama kalian berani nyakitin adek aku" setelah mengucapkan itu, kelvin menarik Bintang ke kamarnya, menghiraukan teriakan Haris, sementara allana memandang sendu kedua punggung anaknya tapi ia tak bisa berbuat apapun.

"gak usah di pikirin omongannya papa, mending sekarang kamu istirahat, wajahmu pucat apa lo sakit"
Bintang hanya diam tak menjawab ocehan abangnya justru menarik selimutnya sampai kepalanya.

Kelvin memandang Bintang sendu, ia tahu sekarang Bintang menangis terlihat dari getaran tubuhnya di balik selimutnya.

"gue tahu lo kuat dek,, gue sayang banget sama lo, jadi jangan sedih lagi abang akan berusaha membuat mereka sadar kalau selama ini mereka yang salah, selamat malam semoga mimpimu indah" ucap Kelvin sebelum ia pergi ke kamarnya.

Bersambung....

Tentang BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang