#Chapter 42

17.9K 529 5
                                    

Happy Reading

"Serius Lea gak ada di toilet?" Bulan bertanya dengan wajah yang panik. Gak mungkin kalau temannya itu pergi tanpa berbicara sepatah katapun.

"Tadi dia bilang mau kemana aja?" Milo benar-benar tidak tahu lagi harus mencari istrinya kemana, bahkan dia sudah rela dipukuli perempuan karena masuk ke toilet untuk mencari Lea, namun dia tak menemukan keberadaan istrinya.

"Toilet doang," kata Bulan.

Milo mengarahkan Bulan dan Anatasha untuk berpencar mencari keberadaan istrinya. Dan saat dia menunjuk Angga untuk ikut dengannya, dia baru menyadari kalau temannya itu sudah tidak ada bersama mereka entah sejak kapan.

"Itu bocah kemana?" Milo bertanya, tapi tidak ada satu pun dari mereka yang mau menjawab pertanyaannya.

Dia menghubungi nomor Angga, namun tak diangkat juga. Hanya temannya itulah yang menjadi pusat informasinya. Takutnya Lea sedang bersama Angga dan salah satu dari mereka tidak ada yang memberitahunya karena lupa.

Berhubung Angga tidak menyambungkan sambungan via teleponnya, mereka tetap bergerak mencari Lea. Bulan dan Anatasha bertugas mencari di dalam gedung, sedangkan Milo mencarinya di daerah luar gedung.

Tiga puluh menit mereka mencari, namun tidak ada tanda-tanda keberadaan Lea maupun Angga. Mereka semakin dilanda bingung dan cemas. Mengapa harus Angga dan Lea yang hilang, mengapa bukan orang lain saja.

Milo mengacak-acak rambutnya frustasi, karena semua tempat sudah dikunjungi. Mulai dari parkiran untuk memastikan apakah mobil milik Angga masih berada disana atau tidak dan ternyata memang masih terparkir sempurna.

"Na, coba lo hubungi Angga pakai nomor baru. Mungkin aja kalau sama kita gak bakal diangkat. Eh bentar, kenapa kita gak hubungi Lea aja," kata Bulan.

"Itu masalahnya, Lan. Hp-nya ada di gue," balas Milo.

"Gimana, Na?" tanya Bulan.

Anatasha menghembuskan nafasnya berat, lalu mengeleng-gelengkan kepala.

Mereka benar-benar tidak tahu harus bertindak seperti apa, tidak mungkin jika mereka mengarahkan semua orang yang berada di tempat ini untuk mencari keberadaan Lea. Pasti mereka juga tidak akan menolong, secara Lea itu anak yang paling menyebalkan.

"Lan, lo ingat gak tempat yang gelap tadi?" Anatasha bersuara untuk pertama kalinya setelah dia diam saja.

"Maksudnya, gudang kedua?" tanya Bulan memastikan apakah tebakannya itu benar.

"Iya, kita kan cuma ngelewatin aja karena takut," kata Anatasha.

"Tapi gak mungkin kalau Lea dan Angga ada disana. Maksudnya buat apa coba," kata Milo.

"Feeling gue kuat banget, Mil, lo harus kesana karena kita gak berani. Kita di belakang lo deh, gimana?" kata Anatasha.

Milo mengiyakan perkataan Anatasha, bisa saja benar adanya jika istri dan temannya sedang berada disana. Meskipun pikirannya sudah berpikir untuk apakah mereka berada disana, di tempat gelap apalagi hanya berdua saja.

...

Melihat Ellin yang memeluk suaminya secara mendadak membuat hatinya panas seolah di gejolak rasa cemburu. Kekesalannya semakin memuncak ketika suaminya itu hanya diam tak berkutik, tanpa berusaha untuk melepaskan pelukan itu.

Dia berjalan menuju toilet perempuan, sesekali melempar high heels miliknya ke sembarang arah untuk meluapkan emosinya. Tetapi, dia mengambilnya kembali setelah mengingat kalau semua yang melekat di tubuhnya adalah pemberian Milo.

Baru dia menginjakkan kaki di lantai kamar mandi, mulutnya sudah ditutup menggunakan sapu tangan. Membuat dia tidak bisa bernafas apalagi sapu tangan tersebut memiliki bau alkohol yang sangat menyengat untuk indera penciumannya.

Pada akhirnya, pandangannya mulai merabun. Setelah kejadian di kamar mandi, Lea sama sekali tidak mengingat apapun. Dan dia sudah sadar saat berada di tempat ini seorang diri dengan keadaan tangan yang terikat dan mulut dibekap.

Pintu terbuka dari luar, dia membelalakkan matanya tak percaya saat mengetahui orang yang sengaja menculiknya membawa temannya, Angga dengan kondisi wajah yang sudah memar seperti orang yang habis dipukuli.

"Hei cantik, udah bangun ternyata. Gimana, nyenyak?"

"Itu teman kamu bukan, bodoh banget ya. Main-main sama aku."

Lea ingin berteriak sekencang-kencangnya, namun tidak bisa. Andaikan tangannya tidak di ikat, mungkin dia akan memukuli cowok itu sampai puas. Untuk pertama kalinya dia diperlakukan seperti orang yang tidak berdaya.

"Kamu tau siapa aku?" Lea menggelengkan kepalanya.

"Aku orang yang pernah kamu sakiti loh dua tahun yang lalu, masih ingat gak?"

Untuk apa orang yang ada di hadapannya bertanya mengenai kejadian dua tahun lalu, dia tidak mengingat siapa saja orang yang pernah disakitinya. Tapi, kalau orang ini membuka maskernya mungkin saja dia akan mengenali wajahnya.

"Terlalu banyak cowok yang kamu sakiti sampai-sampai kamu lupa siapa aja."

Please, lo jangan bangkit, Ngga. Tetap pada posisi awal lo, batin Lea.

"Aku Bryan, ingat?"

Lea menganggukkan kepala.

"Aku datang ke Indonesia bukan tanpa alasan, aku datang kesini dengan maksud dan tujuan mendapatkan kamu lagi. Tapi sungguh sangat disayangkan, kabar itu membuat hatiku merasa sesak dan kecewa."

"So, aku gak bakal menyia-nyiakan kedatangan aku kesini. Kamu udah menikah dan artinya aku boleh bermain-main sedikit. Boleh kan."

Lea menggeleng dengan cepat. Dia tidaklah bodoh dengan perkataan mantan kekasihnya ini. Apalagi tatapan Bryan padanya menyiratkan nafsu. Dia tidak ingin kesuciannya direnggut orang lain yang bukan mahramnya.

"Sebentar-sebentar. Kamu gak usah khawatir karena kita melakukannya tanpa dilihat siapapun termasuk temanmu yang bodoh itu."

Air matanya sudah membasahi pipi. Dia tidak tahu harus apa yang dilakukan. Dia tak berdaya, tubuhnya udah tidak ada kekuatan lagi.

Angga memukul wajah Bryan dan Bryan melakukan hal yang sama. Mereka terus bergulat, sampai akhirnya Angga kembali terkapar lemah di lantai.

"Shut," Bryan meletak jari telunjuknya di bibir, "jangan nangis dong. Kan gak seru jadinya."

Bajunya bagian bawahnya di robek Bryan secara paksa.

Gue mohon jangan lakukan ini ke gue, teriak Lea dalam batinnya.

"Wow."

Lea memejamkan matanya ketika wajah Bryan sudah mendekat.

"Tunggu, aku kan belum lepas ikatan dan bekapan kamu."

Betul, lepaskan ikatan ini dan aku akan membunuhmu! kata Lea membatin.

Bryan melepaskan satu ikatan di tangannya dan itulah saatnya dimana Lea memukul pipi sebelah kanan cowok itu.

"Hei, kenapa kamu lakuin ini sama aku?"

"Gak sengaja," kata Lea.

"Okay aku maafin kamu."

"Bryan," panggil Lea. "Di bawah kamu ada kecoa tuh," kata Lea.

"Hah. Mana-mana?"

Lea memang tahu titik lemahnya Bryan, karena itu dia melepaskan satu ikatannya dan akan berlari dari tempat ini untuk mencari bantuan. Setelah satu ikatannya terlepas, dia berjalan kearah pintu. Namun, ketika dia akan membukanya, pintu itu terkunci.

"Memangnya aku bodoh, bisa dipermainkan kamu. Aku memang takut kecoa, tapi itu dulu sebelum kamu menyakiti aku."

Lea melangkah mundur, hingga dia terpojok. Dia pasrah, tenaganya sudah habis karena dipakai menangis. Seharusnya dia tidak cengeng ketika dihadapkan dalam situasi seperti ini.

Arranged Marriage With My SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang