#Chapter 44

19.3K 582 6
                                    

Happy Reading

Yang terjadi malam itu seperti mimpi paling buruk dalam hidupnya. Mantannya kembali ke Indonesia hanya untuk membalas dendam karena dua tahun yang lalu dia pernah menyakiti perasaan cowok itu, lalu Ellin ingin membunuhnya dengan cara menembakkan peluru pada bagian tubuhnya dan malah melesat pada perut suaminya.

Hingga keajaiban datang dari Tuhan. Milo yang sudah dinyatakan telah tiada dari dunia ini, kini masih bisa membuka mata dengan lengkungan bibirnya. Tidak lupa sikapnya yang menyebalkan itu selalu membuat Lea merasa kesal. Namun, antara percaya dan tidak percaya, tapi inilah kenyataannya. Rencana Tuhan memang tidak ada yang tahu.

Pagi-pagi Lea sudah bangun, membeli bubur ayam untuk suaminya. Sebenarnya pihak rumah sakit selalu menyiapkan, tapi karena dia tahu kalau Milo tidak menyukai hal-hal yang berbaur dengan tempat ini, maka dia membelikannya khusus untuk suaminya itu. Meskipun dia tahu resiko apa yang akan didapatkan bila dokter mengetahuinya.

Lea mendorong pintu ruangan yang ditempati suaminya, dia melihat kalau Evano dan Anatasha sudah terbangun dengan wajahnya yang lucu. Semalam dua makhluk itu memang menemaninya di rumah sakit dan membiarkan Rangga, Sarah, Resa, dan Emery pulang ke rumah masing-masing, karena mereka tidak tega melihat wajah lelah para orang tua.

"Makan tuh," kata Lea sambil menaruh dua bubur ayam di atas meja. Sementara dia membantu suaminya untuk bersender. Gak lucu namanya kalau Milo tersedak, karena makan sembari tiduran.

"Evan, cuci muka dulu kalau mau makan," kata Lea mengingatkan temannya. "Lo juga, Na."

Mendengar perkataan Lea, sontak membuat Evano dan Anatasha menghentikan pergerakannya. Mereka menatap makanan yang baru saja akan disentuhnya dengan kecewa, padahal mereka sangat lapar, mengingat semalam mereka belum memakan apapun karena terlalu panik ketika mengetahui kalau Milo terkena tembakan.

"Di ekhem ekhem sama cowok itu gak?" Lea mengernyitkan dahi. Berpikir sejenak maksud dari suaminya.

"Oh, enggak kok," kata Lea.

"Kalau dicium?" tanya Milo dengan hati-hati, takut macan ngamuk.

"Huaa..." Lea memeluk tubuh suaminya setelah menaruh mangkuk bubur. "Gue takut. Kalau lo gak datang tepat waktu, gue gak tau Bryan akan melakukan apa sama gue."

"Na, nyamuk!" kata Evano.

"Mohon bersabar ini ujian kaum jomblo," kata Anatasha.

Dengan reflek, dia melepaskan pelukannya. Menghapus air mata yang membasahi pipi, lalu kembali menyuapi suaminya dengan telaten. Jika dilihat-lihat, Lea sudah seperti istri yang diidam-idamkan kaum adam. Padahal aslinya sudah kayak macan ngamuk kalau lagi marah, apalagi kalau datang bulan. Macannya double.

"Lo tau gak, Mil?" tanya Evano.

"Ya enggak lah," jawab Milo kesal.

"Semalam beh dramatis banget hidup bini lo," kata Evano.

"Kenapa?"

"Jangan didengerin," bisik Lea.

"Udah tau lo udah mati ya, masa dada lo diginiin." Evano mempraktekan kejadian semalam, dimana dia memukul dada, menendang, bahkan mencubit tubuh suaminya karena geram tidak bangun-bangun.

"Maaf," kata Lea sambil menunjukkan wajah yang menggemaskan.

Lagi-lagi suaminya tersenyum, bahkan gula pun mengalahkan manisnya. Milo mengacak-acak rambutnya dengan gemas.

"Van, jadian kuy," kata Anatasha.

"Sama lo?" Anatasha menganggukkan kepala.

"Enggak deh makasih," kata Evano.

"Evan nolak lo, masih ada Cogan," kata Lea.

"Cogan gak bisa move on dari lo, si Bobby apalagi, si Anji gak usah ditanya. Sebenarnya lo pakai pelet apaan sih?"

Lea berhenti menyuapi suaminya. "Bobby suka gue?" tanyanya.

"Kudet bener lo jadi manusia. Dari dulu kali si Bobby suka lo," kata Anatasha.

"Sungguh disayangkan, harusnya gue tau dari dulu. Aish, kalau gitu kan gue gak usah jadian sama si Alex," sesal Lea.

"Terus?"

"Jadian lah sama Bobby. Secara dia tuh cuek-cuek gimana gitu, idaman gua banget," kata Lea.

...

Seorang perempuan tengah berteriak pada salah satu polisi yang bertugas untuk dibebaskan dari ruangan jeruji besi. Ini adalah perbuatannya sendiri hingga mengharuskannya berada di tempat ini. Andaikan dia berpikir sebelum bertindak, mungkin ini semua tidak akan terjadi menimpa hidupnya. Mungkin dia masih berkumpul bersama teman-temannya.

Senang bukan kepalang ketika polisi itu menghampirinya. Dia begitu yakin akan dibebaskan dari ruangan yang sempit dan kotor ini. Namun, harapan dan dugaannya sirna setelah mengetahui bahwa polisi itu menghampirinya bukan karena ingin membebaskan, melainkan ada seseorang yang ingin bertemu dengannya dan kini sedang berada di ruang tunggu.

Ellin duduk di hadapan perempuan itu dengan menunduk.

"Mama gak nyangka kamu bisa berbuat seperti ini. Kamu anak baik-baik, Ellin, kamu pintar. Tapi kamu tidak bisa memanfaatkan kelebihan yang kamu punya itu. Berulang kali mama bilang untuk tidak berhubungan dengan pria mana pun, tapi kamu malah menentang mama. Dan lihat sekarang apa yang terjadi, mama tidak bisa berbuat banyak, Ellin. Mama tidak bisa membebaskan kamu dengan uang," kata mama Ellin.

"Ma, Ellin minta maaf," kata Ellin.

"Percuma kamu minta maaf, tidak akan ada yang berubah. Nasi udah menjadi bubur. Setelah mendengar perbuatan kamu pada orang lain, mama rasa kamu bukan gadis biasa. Kamu gangguan jiwa, Ellin," kata mama Ellin.

"Ellin gak gila, Ellin melakukan semua ini karena orang yang dicintai Ellin direbut perempuan lain. Ellin sakit hati, ma. Ellin gak bisa lihat Milo bahagia bersama orang lain, bukan aku."

"Kamu egois Ellin. Jodoh gak ada yang tau, berusaha sekuat mungkin untuk mendapatkan pria itu, kalau bukan jodoh, kamu gak akan bisa memaksanya. Dengar kata-kata mama kali ini, ubahlah sifatmu selama berada disini dan mohon ampun pada Allah sebelum terlambat."

"Mama gak mau membebaskan aku dari sini? Mama membiarkan aku berada di tempat ini?"

"Udah mama katakan sebelumnya, mama tidak bisa bertindak apapun. Mama sayang kamu, Ellin, mama ingin yang terbaik untukmu. Dan dengan cara seperti ini, mama harap kamu bisa berubah. Mungkin kamu anggap mama jahat, mama gak jadi masalah. Toh yang mama lakuin demi kebaikanmu sendiri."

"Ma, ini bukan demi kebaikan aku. Bagaimana caranya pun, mama harus bebaskan aku. Aku gak mau tau caranya."

"Waktu anda udah habis," kata polisi.

"Maaf Ellin," kata mama Ellin. Setelah itu, Ellin dibawa masuk kembali oleh polisi. Dia menggeram kesal, karena disaat-saat seperti ini tidak ada yang membantunya, bahkan untuk menjenguknya pun tidak ada.

Arranged Marriage With My SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang