#Chapter 6

31.2K 797 5
                                    

Happy Reading

Seorang gadis terduduk disebuah kursi sambil memandang langit yang cerah. Disana dia hanya sendiri, benar-benar sendiri tidak ada siapapun yang menemani. Baginya cara inilah yang paling baik untuk menenangkan pikirannya dari segala beban.

Lea menolehkan kepala ke belakang dengan reflek saat ada seseorang yang memanggil namanya. Terlihat Anatasha, temannya itu berjalan menghampirinya dengan lengkungan bibir ke atas dan tidak luka rambut yang dikuncir seperti ekor kuda.

"Gue udah cari-cari, ternyata lo ada disini," kata Anatasha.

"Lo sendiri tau bukan kalau cuma tempat ini yang bisa buat gue tenang." Anatasha menganggukkan kepala seraya tersenyum menanggapi perkataan temannya.

"Dicari Bu Nike tuh," kata Anatasha.

"Malas ah, coba lo tanya ke beliau aja kenapa manggil gue," kata Lea yang menyenderkan tubuh pada kursi sambil memejamkan mata sejenak.

"Gak bisa gak bisa yang ada gue kena semprot," kata Anatasha tak mau ambil resiko untuk ketiga kalinya dalam urusan seperti ini.

"Na, kaki gue tuh bawaannya nolak terus kalau disuruh ketemu Bu Nike. Gimana kalau lo gendong gue sampai ke ruang guru, ide yang bagus bukan?" kata Lea menatap temannya.

"Dih, ogah banget gue gendong lo udah tau badan lo berat ngalahin bapak gue. Bikin gue cape aja, lagian lo itu punya kaki, Le," kata Anatasha.

"Gue berat?" Lea menunjuk dirinya sendiri dengan mengangkat sebelah bibirnya, "lo punya penimbang badan gak biar gue buktiin berat gue berapa? Kemarin gue cek sih masih tetap aja, dibawah empat puluh. Dan gue rasa lo lebih berat," kata Lea.

Anatasha memberengutkan wajahnya ketika temannya berkata seperti itu, dia memang lebih berat daripada Lea, tapi seharusnya Lea tidak usah mengingatkan fakta tersebut. "Cewek itu paling sensitif kalau ada yang ngomongin berat badannya," kata Anatasha.

"Nah, lo tau itu. Terus kenapa tadi ngomong kalau gue berat," kata Lea membalas perkataan temannya, Anatasha.

"Ya kan itu berjanda, sayang," kata Anatasha.

"Tapi bercanda lo itu gak lucu," kata Lea.

"Lea," panggil Anatasha, "lo mau tau satu fakta gak?"

"Apa?" kata Lea bertanya.

"Sebenarnya gue orang yang baperan, tapi gue salah gak sih?"

"Setiap orang kan punya hati, Na. Kecuali kalau lo mau jadi robot. Disakitin berpuluh-puluh kali gak akan mempan karena dia gak punya hati. Manusia gak ada yang sempurna, meskipun lo baperan orangnya, tapi lo punya sisi yang berbeda dibandingkan yang lain. Kalau lo gak percaya, langsung tanya aja sama Bulan. Gue yakin lo bakal dapat balasan yang sama," kata Lea menepuk pundak Anatasha beberapa kali.

...

Lea menghembuskan nafasnya dengan kasar, lalu mengetuk bendara keras berwarna cokelat di depannya. Jika saja Anatasha tidak memaksanya untuk pergi ke ruang guru, mungkin saja dia sekarang masih berada di rooftop menikmati angin yang berhembus menerpa wajahnya.

"Ada apa ya ibu manggil saya?"

Seharusnya pertanyaan konyol ini tidak perlu keluar dari mulutnya, karena Lea sudah bisa menebak kalau perempuan itu memanggil ke ruangannya pasti menyangkut nilai dan mempermasalahkan dia yang serap kali membolos di setiap mata pelajaran.

Bu Nike, perempuan yang mengajar sebagai guru mata pelajaran fisika mempersilakan Lea untuk duduk. "Baiklah langsung aja ke intinya, saya mau kamu mengikuti bimbingan dari kakak kelas," katanya.

Arranged Marriage With My SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang