#Chapter 66

17.7K 512 28
                                    

Happy Reading

Apakah ini nyata Milo lebih memilihnya daripada Airis? Apakah yang diucapkan oleh suaminya itu benar atau hanya belaka semata. Jika ini adalah mimpi, tolong bangunkannya dari mimpi ini. Setidaknya cubit saja pinggangnya agar dia tidak berharap lebih pada seseorang yang belum pasti.

Lea mencubit tangannya sendiri dan dia merasakan sakit, berarti dia sedang tidak mimpi. Lea menatap mata suaminya, bukannya salah tingkah, Milo malah menatap matanya kembali. Dan disitulah adegan tatap menatap dimulai, setelah itu mata mereka akan menimbulkan percikan api yang akan saling membunuh.

"Gue tau apa yang mau lo tanyakan saat ini," tebak Milo dengan mata yang masih belum lepas menatap istrinya.

Lea tak berkata apa-apa. Dia lebih memilih diam. "Gue sayang Airis, Le," katanya.

"Ya udah, balik aja sama dia. Gue gak memaksa kebahagian lo. Dari awal, gue bilang kan, ceraikan gue kalau lo bahagianya sama orang lain!"

"Mau kemana?" Milo menarik tangan istrinya.

"Tidur. Jangan ganggu gue!"

...

Milo dan Lea keluar dari mobil. Kini mereka sudah sampai di sebuah tempat yang sangat sunyi. Udaranya sangat sejuk dan Lea menyukai hal tersebut. Namun, pikirannya masih bertanya-tanya. Untuk apa Milo membawanya ke tempat ini? Milo menggandeng tangan Lea menyusuri pohon-pohon yang berada disepanjang jalan.

Dengan jelas matanya menangkap pemandangan yang menurutnya langka. Baru kali ini dia tahu bahwa ada tempat yang seindah ini. Angin yang menerpa wajahnya seakan-akan membuatnya terhanyut dalam kesejukan ini. Rasanya dia ingin tinggal disini, tapi sayang tempat ini tidak bisa ditempati sebab jauh dari mana-mana.

"Suka?" tanya Milo yang dibalas anggukan kepala oleh Lea.

"Lo orang pertama yang gue ajak ke tempat ini," kata Milo.

"Alah, tipu-tipu," kata Lea.

"Gue serius," kata Milo.

Tiba-tiba Milo melepaskan genggaman tangannya, dia berlari entah kemana. Lea yang merasa ditinggal begitu saja, berteriak memanggil nama Milo dengan sangat kencang. Dia tidak takut berada di tempat ini, dia hanya takut tidak bisa pulang karena tidak tahu arah. Apalagi tempatnya begitu gelap.

Tidak lama kemudian, Milo datang dengan membawa setangkai bunga mawar yang berada dibalik tubuhnya. Lea memukul dada suaminya karena kesal. "Untung gue gak manggil Cogan buat jemput gue," katanya.

Milo berlutut dihadapan Lea dengan memegang bunga mawar merah tersebut. "Brylea Aenazzahra, dari awal kita ketemu emang gak pernah akur. Kita itu ibaratkan kucing dan anjing. Lo anjing dan gue kucing," Milo menghela nafasnya sejenak, "sampai akhirnya kita dipertemukan kembali pada perjodohan kolot yang dilakukan oleh keluarga kita masing-masing."

"Udah takdir mau gimana lagi," kata Lea.

"Hari demi hari terus kita lewati sampai Airis yang notabennya adalah mantan gue tiba-tiba hadir dalam kehidupan kita. Berulang kali, gue selalu membohongi lo. Dan karena itu lo berani menceraikan suami lo ini yang kegantengannya melebihi Manurios. Saat itu, gue merasa kehilangan sesuatu. Kehilangan seseorang yang sangat berharga bagi kehidupan gue. Disitu gue baru menyadari akan sesuatu kalau gue mulai mencintai lo, mulai menyanyangi lo, gue gak mau kehilangan lo, gue mau menjalani rumah tangga ini sampai ajal yang memisahkan kita."

"Jangan tanya alasan kenapa gue cinta lo. Perasaan ini tubuh seiring dengan waktu yang berjalan. Ingatkan kata-kata lo tentang 'cinta itu kayak naik sepeda, butuh waktu lama untuk berlatih' dan sekarang gue bisa, gue mencintai lo setelah melewati semua rintangan," kata Milo menatap lekat wajah Lea.

Air mata yang sudah dia bendung, lolos begitu saja melewati pipi mulusnya. Milo yang menyadari hal tersebut, berdiri lalu mengusap air mata istrinya. "Cengeng banget," katanya.

"Mil, yang lo omongin benar gak sih?"

"Aww ..." ringis Lea ketika Milo mencubit tangannya.

"Gue serius ngomong kayak gini. Tadi lo dengar kalau gue sayang sama Airis kan, tapi gue lebih sayang lo. Airis hanya masa lalu dalam hidup gue dan sekarang masa depan gue adalah lo, Brylea Aenazzahra."

"Emangnya gak mau peluk?" Milo menggoda Lea.

Lea tersenyum, lalu berhambur ke pelukan suaminya, bahkan sampai erat seolah-olah tak ingin ada siapapun yang mengambil suaminya.

"Kalian gak akan hidup bahagia, camkan itu!" kata seseorang dibalik pepohonan.

...

Sudah berulang kali Angga menghubungi temannya, namun tak kunjung tersambung. Milo yang menyuruhnya datang ke apartemen, tapi dia juga yang enggak ada.

Angga: Hallo?

Milo: Apaan?

Angga: Lo dimana anje?

Milo: Hatimu haha

Angga: Maho ya lo. Ingat udah punya istri!

Milo: Ngapain lo nelepon gue?

Angga: Anje, lo tadi nyuruh gue ke apartemen bego

Milo: Oh iya lupa gue. Balik lagi dah ke kantor gue gak butuh manusia kayak lo

Angga: Kok kayak eek sih. Lo gak tau kan perjuangan gue gimana?

Milo: Pelangi. Balik lagi sana. Mau gaji lo dipotong, hah

Angga memutuskan sambungan teleponnya. Dia benar-benar kesal pada satu temannya ini. Milo mempermainkan dia dan waktu yang terbuang sia-sia. Dering ponselnya kembali berbunyi. Dengan kesal dia membiarkannya begitu saja tanpa berniat untuk melihat siapa si penelepon tersebut.

Angga melajukan mobilnya menyusuri jalanan, lagu Boy With Luv yang dibawakan Boy Band Korea, BTS, mengalun di radio miliknya.

"Ett dah kenapa jadi lagu Korea," kata Angga.

"Hah, gue gak salah denger ini. Oh main-main?"

"Sorry ya, tugas kantor masih numpuk jadi gue gak bisa main sama kalian."

Angga menghentikan laju mobilnya ketika melihat seseorang yang tengah berdiri di samping mobil. Sepertinya kendaraan perempuan itu mogok.

Modus dikit boleh lah, kata Angga membantin.

"Permisi, ada yang bisa saya bantu?" tanya Angga.

Perempuan itu membalikkan tubuhnya hingga menghadap Angga.

"Lah elo, kenapa mobilnya? Kehabisan bensin ya? Makannya jangan jajan mulu," kata Angga sengaja memancing emosi perempuan itu.

"Lo ngapain disini, ngamen?" tanya Bulan.

"Tadinya sih mau bantuin, tapi pas lihat muka lo, gak jadi ah," kata Angga.

"Iya-iya muka gue emang cantik, saking cantiknya mereka gak mau nolongin gue karena takut terpana dengan pesona gue," kata Bulan dengan tingkat kepercayaan yang tinggi.

"Idih pede banget lo. Disini gak ada yang bilang kalau lo cantik!"

Mereka terus saja berdebat tanpa ada seorang pun yang mau mengalah.

Arranged Marriage With My SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang