#Chapter 45

20.2K 558 12
                                    

Happy Reading

Lea menghentikan laju mobil yang dikendarainya ketika sudah tiba di tempat tujuan. Dia kembali ke rumah sakit setelah mengambil beberapa pakaian yang dibutuhkan suaminya. Tidak lupa dia membawa facial wash sesuai pesan yang disampaikan suaminya.

Sewaktu berjalan di lobby, tidak sengaja matanya menangkap sosok Bulan dan Angga. Sepertinya mereka baru menjenguk suaminya, pasalnya setelah kejadian di gudang itu, Angga dilarikan ke rumah sakit juga karena terlalu banyak luka memar di area tubuh.

"Angga tadi kesini?" tanya Lea sambil menaruh koper di samping kursi.

"Muhun, tuh dia bawa buah-buahan," jawab Evano.

Lea menyenderkan tubuhnya pada sofa. "Bonyok pada kemana, udah pulang kah?"

"Nanya mulu ah lo mah, kalah gue jadinya," kesal Evano sambil melempar asal ponselnya. Melihat tingkah temannya, seketika tawanya pecah. Jadi beginikah rasanya jika mengganggu orang saat bermain game. Pantas saja Bulan dan Anatasha kerap melakukan ini.

"Ketawa terus, kemarin mah nangis." Lea membungkam mulut Evano dengan tangannya. Jangan sampai ketahuan kalau semalam dia menangis karena kepergian suaminya. Bukankah itu hal yang wajar bagi semua orang. Tapi, tetap saja itu memalukan untuknya.

Dehaman seorang mampu mengalihkan pandangannya ke sumber suara. Lea menurunkan tangannya dari mulut temannya, lalu menghampiri suaminya yang sudah terbangun.

"Minum?" tanyanya.

Milo menggeleng-gelengkan kepala. "Udah sana lanjut pacarannya," katanya dalam mode cemburu.

"Kok pacaran sih? Tadi tuh-"

Mendengar perkataan temannya, Evano tertawa terbahak-bahak. Kemudian, dia meminta izin pada Lea untuk ke kantin. Evano hafal betul sikap temannya jika sudah cemburu pada seseorang. Milo memang selalu menyangkal kalau dia tak memiliki perasaan pada Lea, tapi sekarang terbukti jika ucapannya itu bohong.

"Gue kupasin apel ya," kata Lea.

"Gak usah," balas Milo.

"Ih kenapa?" Lea menaruh kedua telapak tangannya di pipi suaminya.

"Awas," kata Milo.

"Gak mau, jawab dulu kenapa?"

Lea merasa ada getaran dari kantong celananya. "Jangan dijawab dulu," katanya sambil mengangkat tangan sebelah.

Milo mendengus kesal ketika handphone milik istrinya lebih penting dari apapun. Padahal sekarang dia berada di mode marah. Cewek memang selalu tidak peka, bukannya dibujuk malah asik teleponan sama orang lain. Okay, kalau memang itu kemauan istrinya, dia akan membalasnya dengan cara yang sama pula.

"Jawab ke-"

"Le, gue beliin nasi goreng nih," kata Evano.

"Wah, mana?"

Lea menyantap nasi goreng yang dibelikan temannya. Dia tidak peduli jika Milo masih marah padanya. Lagi pula dia tida tahu alasan yang menyebabkan suaminya bertingkah seperti itu. Lea bukan tipe cewek yang selalu paham maksud dari pasangannya, lebih baik cowok itu berbicara langsung. Kalau marah, ya marah kenapa, agar dia bisa memperbaikinya.

"Ya Allah, Le, kalau makan tuh yang beneran dikit kenapa," kata Evano mengambil nasi yang ada di sudut bibir Lea.

Kalau bukan karena ingin memanas-manasi Milo, Evano tidak akan melakukan ini. Apalagi terhadap Lea yang notabennya istri orang. Bisa-bisa dia jadi pebinor dihubungan orang lain. Membayangkan dihajar Milo saja membuatnya bergidik ngeri.

"Awas." Milo duduk diantara Lea dan Evano.

"Aaa." Milo membuka mulutnya meminta untuk disuapi.

"Gak boleh," kata Lea.

"Boleh," kata Milo.

"Gak boleh, Mil," kata Lea.

"Boleh, Le," kata Milo.

"Bandel ya, dibilang gak boleh juga. Udah sana balik ke tempat, ngapain coba disini. Udah sana!"

Lagi-lagi Evano tertawa. "Udah sih, Mil, biarin gue sama Lea berduaan. Kapan lagi coba gue bisa deketin bini lo," katanya.

"Lo mendingan balik," kata Milo mengusir terang-terangan. Milo sudah muak melihat wajah Evano yang tengil.

"Gak boleh gitu," kata Lea.

"Lo tuh harusnya berterima ka-"

"Balik atau gue lempar nih," kata Milo sambil mengangkat piring dan siap untuk melayangkan ke kepala Evano.

"Iya-iya, gue balik nih," kata Evano sambil menenteng sendalnya. Lalu berlari kencang keluar dari ruangan.

"Udah-udah tidur," kata Lea tertawa.

"Kunci pintunya!" kata Milo.

Lea baru tahu kalau suaminya sedang marah sangat terlihat lucu, terlebih lagi saat bertindak seperti tadi. Bahkan Evano yang biasanya santai saat dimarahi teman-temannya, berlari terbirit-birit sebab takut. Andaikan dia memvideokan kejadian tadi, pasti dia akan terhibur.

"Lain kali gak boleh kayak gitu," kata Lea.

"Kan kan," kata Milo.

"Apa?" tanya Lea dengan wajah beo.

"Udahlah malas." Milo membalikkan tubuhnya ke samping dan menutup tubuhnya menggunakan selimut.

Memang terkadang bukan perempuan saja yang ingin diperhatikan, tetapi para laki-laki juga. Tapi, entah kenapa suaminya malah bersikap mengesalkan. Membuatnya hampir emosi kalau saja dia tidak mengingat wajah Evano ketika berlari.

"Masa dicuekin," kata Lea mencebikkan bibirnya.

Lea menghembuskan nafasnya. "Mil, ih. Kalau gitu mah mending ikut Evan aja. Percuma disini juga malah didiemin," katanya.

Berniat untuk mengancam suaminya saja, namun yang terjadi malah membuatnya harusnya keluar dari ruangan ini. Seperti Milo memang marah padanya, tapi dia tidak tahu alasannya. Lea berjalan menyusuri lorong untuk tiba di kantin rumah sakit. Dari kejauhan dia melihat sosok anak kecil yang tengah memakan makannya seorang diri tanpa didampingi siapapun. Dia meangkah mendekati anak kecil itu dan duduk di hadapannya.

"Kesini sama siapa?" tanya Lea.

"Kakak Lea!" Agatha menyerukan namanya dengan semangat.

"Mama dan papa kemana, Tha?" tanya Lea sambil mengedarkan pandangannya ke segala penjuru arah.

"Papa gak ikut, kalau mama lagi ke toilet pipis," jawab Agatha.

Lea mengangguk-anggukan kepalanya. Diam-diam dia memperhatikan Agatha yang lahap memakan hidangan yang tersedia di atas meja. Lea terkekeh ketika bibir Agatha dipenuhi noda saus. Pasti setelahnya akan terasa panas. Buru-buru dia mengambil tisu dan menghapus noda tersebut.

Tidak lama kemudian, mama mertuanya datang.

"Loh kok kamu disini?" Resa bertanya terheran-heran, "bukannya kamu ada di dalam ya?"

"Hehe. Milo lagi ngambek, ma. Jadi aku biarin dia sendiri dulu," kata Lea.

"Oh gitu. Dia mah emang gitu, Le. Sok dewasa tapi kayak anak kecil, iya kan." Lea menganggukkan kepala, karena ucapan mama mertuanya betul sekali. Meskipun sifat suaminya seperti itu, tapi Lea tetap menyayanginya. Walau sebenarnya suaminya itu tidak mengetahui fakta yang sebenarnya.

Arranged Marriage With My SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang