#Chapter 3

41.4K 1K 14
                                    

Happy Reading

Ingin sekali rasanya Milo melempar teman-temannya ke laut yang paling dalam, lalu berharap mereka dimakan ikan hiu. Bagaimana tidak kesal jika makanan yang beberapa jam lalu dibelinya sudah habis begitu saja tanpa tersisa satu pun dan ini karena ulah Angga dan Evano yang tidak tahu diri.

Meskipun Milo sudah memarahi tingkah mereka yang seenaknya saja, namun mereka tetap diam mengabaikan perkataannya. Dia bingung harus dengan cara apa lagi agar mereka menyadari kesalahannya. Percuma saja berbicara sampai mulut berbusa jika saja teman-temannya itu tidak memahaminya.

"Terserah kalian gue gak peduli lagi," kata Milo. Dia pun pergi ke kamar. Hanya tempat itu yang selalu bisa menenangkan emosinya saat ini, lebih tepat rasa kesal yang menyelimuti hatinya.

Sementara, Angga melirik temannya yang sedang asik makan. "Van, kalau si Milo marah sama kita gawat dong," katanya dengan mulut yang penuh dengan makanan.

Evano mengerutkan keningnya. "Gawat gimana?"

"Kita gak bisa dapet makanan gratis lagi, bego!" kata Angga.

Memang tujuan mereka datang ke rumah hanya untuk numpang main PS, tidur, dan tentu mendapatkan makan gratis. Rumah Milo memang jika diibaratkan sudah seperti supermarket, dimana-mana pasti banyak macam makanan dan minuman. Setahu mereka, temannya selalu menyetok makanan karena Milo mempunyai adik yang hobinya nyemil.

"Lah iya," Evano menepuk dahinya, "terus sekarang kita harus gimana dong?"

Angga menoyor kepala temannya. "Gimana-gimana ... samperin lah orangnya terus bujuk dia," katanya.

Evano paham dan mereka berjalan dengan cepat menuju kamar Milo yang terletak di lantai dua. Pintu terbuka dari luar, Milo menolehkan kepala kearah mereka, lalu kembali memfokuskan matanya kembali pada layar ponsel miliknya.

"Buat apa kalian kesini?" tanya Milo dengan nada suara yang dingin seperti es.

Angga dan Evano saling menyenggol lengan, mereka tidak berani untuk mengawali pembicaraan. Mereka tahu bagaimana sikap temannya jika sudah marah, Milo tak segan-segan untuk bersikap cuek bahkan tidak menganggap kehadiran mereka.

Evano menarik nafasnya dalam-dalam, lalu menghembuskannya. "Mil, kita gantiin deh makanan lo," katanya.

Angga yang mendengar penuturan cowok yang ada di sebelahnya melirik sinis, bisa-bisanya Evano berkata seperti itu pada Milo. "Sok-sok'an mau gantiin, emangnya lo punya uang, hah!" kata Angga berbisik.

Evano berdecak kesal. "Selow aja sih, gue kan anak sultan. Bebas dong apa yang mau gue lakuin," katanya dengan sombong.

"Sultan ti mana anjeun, ti kolong jembatan, hah!" Angga terdiam sejenak, "eh ini bener kalau kita mau gantiin makanan si Milo?"

Evano menganggukkan kepala pertanda iya.

"Gue mau kalian beli semua makanan yang udah dimakan di supermarket. Merek harus sama," kata Milo memberi perintah pada mereka.

"Siap bos," kata mereka dengan kompak.

Mereka bergegas pergi ke supermarket dengan mengendarai mobil milik temannya, Milo. Mereka memang tidak punya akhlak. Makanan sudah dihabiskan mereka dan bensin pun pastinya akan habis juga. Kurang baik apa coba Milo.

...

Satu per satu makanan ditaruh ke troli. Sebelumnya Milo mengatakan jika makanan yang dibeli harus sama dan tidak boleh ada satu pun yang berbeda termasuk mereknya. Terus mengingat sampai akhirnya mereka memutuskan untuk berpencar. Angga berjalan mengambil pudding di kulkas. Tidak sengaja dia melihat seorang gadis yang wajahnya sangat familiar.

Arranged Marriage With My SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang