[8] Awal baru

1.4K 61 0
                                    

Ana menatap koper-koper miliknya yang sudah tertata rapi sejak tadi malam. Sebentar lagi ia akan meninggalkan segala kenangan disini.
Dia tak yakin dirinya akan betah tinggal berjauhan Papa dan Mamanya.

"Aku gak bisa" Ana meratapi nasibnya sendiri, meskipun umurnya sudah menginjak 17 tahun, dirinya masih belum bisa melakukan pekerjaan rumah. Jangankan memasak, melangkahkan kakinya di dapur saja bisa dihitung dengan jari.

Clek

"Nak. Ayo kita akan berangkat" Tutik melihat putrinya tak bersemangat, matanya hitam dan berkantung.

Pasti nangis semalaman. Batin Tutik

"Ma. Ana gak mau berangkat. Nanti siapa yang bakal bangunin ana disana, terus siapa yang bakal cuci bajunya ana, terus siapa-"

"Sutttt. Nanti disana pasti kamu bisa betah sayang" Tutik mengelus-elus kepala Ana.

Sebagai ibu kandung dari Anastasia berat baginya untuk berpisah dengan putri semata wayangnya.
Namun dia tak boleh egois. Dia harus lebih mementingkan keamanan putrinya. Dia yakin putrinya disana akan mendapatkan hidayah di pondok pesantren.

Disepanjang perjalanan menuju Bandara, Ana diam tak berbicara. Sejak tadi Mamanya mengajaknya berbicara tetapi hanya dibalas dengan segenap saja.

"Disana kamu jangan nakal-nakal ya"

"Jaga uang kamu. Jangan sampai hilang"

"Ana. Kamu dengerin gak perkataan mama?" Tutik kesal dengan Ana. Dari tadi dia dikacangin terus.

"Hmmm"

Hamzah melihat dari kaca mobil ditengah. Dia tak tega melihat anaknya murung dan bersedih.
"Jangan bersedih. Disana kau akan belajar bukan PACARAN"

Ana memejamkan matanya mendengar perkataan Hamzah yang terdengar menohok hatinya.

"Papa. Sudahlah, ana sedang bersedih. Beberapa jam lagi dia akan berpisah dengan Mama kesayangannya" Tutik memperingati Hamzah agar dia tak menambah kesedihan anaknya.

Setelah sampai di airport Soekarno Hatta. Perjalanan mereka menuju ke Jawa timur memakan waktu 2 jam lebih.

Tepat jam 10.30 WIB. Mereka take off di bandara Juanda Surabaya.
Ana menarik kopernya dengan lesu. Seperti tak memiliki arah dan tujuan dirinya sama sekali tidak mendengarkan ucapan Mamanya.

"Pa. Kita ke Probolinggo naik apa?" Tutik bertanya kepada suaminya yang sedang menatap layar ponselnya.

"Tunggu jemputan. Gus Ruwandana akan menjemput kita" jawab Hmzh tanpa mengalihkan pandangannya.

Siapa yang dikatakan Gus oleh papanya kini? Ana menggeleng tak tahu. Mungkin setelah sampai sana ia akan bertanya.

Sesaat kemudian mobil berwarna putih berhenti di depan mereka. Seseorang yang menyetir mobil tersebut keluar dari mobil.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Dengan pak Hamzah kan?" Seseorang tersebut seperti keturunan orang Arab. Dia memakai baju gamis berwarna putih, memakai kopiah senada dengan gamisnya, dan tak lupa surban yang menghiasi pundaknya.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh" Jawab Hamzah dan Tutik bersamaan.

Bagaimana dengan Ana?

Dia terlalu larut dengan lamunannya, hingga tak menyadari ada seseorang sedang berbicara dengan kedua orangtuanya.

Gus Ruwandana tak lupa mencium punggung tangan Hamzah dan mengatupkan kedua tangannya kepada Tutik.

"Ana. Kenalkan dia adalah Gus Ruwandana" kata Hamzah membuyarkan lamunan Ana.

Ana tersentak kaget saat Papanya memanggilnya.
"Ah iya pa?" Ana baru sadar di depannya berdiri laki-laki dengan paras ketampanan seperti orang Arab.

Ana tercengang melihat laki-laki didepannya. Ia tak mampu berkata-kata untuk menggambarkan bagaimana ketampanan laki-laki didepannya ini.
"Gus Ruwandana. Kenalkan dia adalah Anastasia Wulandari putri semata wayangnya saya"

Ana menjulurkan tangannya ingin mengajak kenalan dengan Gus Ruwandana. Namun dengan sigap Gus Ruwandana mengatupkan kedua tangannya.
"Maaf. Bukan muhrim"

Ana menatap tangannya yang tak digenggam oleh Gus Ruwandana. Buru-buru ia menarik kembali tangannya ke belakang.
"Ayo pak. Kita segera berangkat" kata Gus Ruwandana.

"Memangnya kamu sendirian nak dari Probolinggo ke sini?" Tanya Tutik yang tak yakin laki-laki didepannya mampu mengendarai mobil dengan jarak jauh.

Gus Ruwandana terkekeh kecil
"Tidak Bu. Saya ke Surabaya bersama Abang saya"

"Dimana abangmu nak?"

"Dia sedang menemui Ustadz nya disini"

TBC

Blessings of love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang