[40] Sebenarnya

1.3K 46 0
                                    

Ada yang mulai menjaga jarak, bukan karena dia membencimu
Dia sedang khawatir, untuk mencintaimu dia harus mengorbankan cinta yang lain.

Ana meminta izin kepada semuanya untuk izin ke belakang. Ia beralasan ingin ke toilet. Tapi nyatanya dia berlari ke taman belakang dan menangis sejadi-jadinya.

"Kenapa? Kenapa seperti ini" Ana tak peduli lagi mereka semua akan mencari dirinya.

"Istighfar kak. Jangan seperti ini"

Tanpa menoleh pun Ana sudah dapat mengetahui bahwa dia adalah Gus Ruwandana.
"Mati-matian aku menjaga hati. Hiks. Tapi?"

"Jangan paksa saya menyakiti hati yang lain. Perasaan padamu tak habis. Hanya saja tak bisa lagi digunakan untuk kembali bersama"

"Tapi perasaan ku tak bisa kuberikan kepada abangmu. Kenapa semua ini terjadi padaku" Ana meringkuk di atas tanah. Dia memeluk lututnya.

"Maafkan saya kak. Tapi ini sudah takdir dari Allah. Kita hanya dapat menjalani saja"

Ana mengubah posisinya. Sekarang dia berdiri dan menatap Gus Ruwandana.
"Aku benci semua ini. Ini semua tak akan pernah terjadi jika kamu tak menerima perjodohan itu"

"Kak. Saya harus bagaimana? Rasa cinta Abang saya sangat besar untuk mu. Saya tak bisa membayangkan bagaimana perasaannya jika tau saya mau menikah denganmu"

"Yasudah jadiin aku yang kedua. Aku bosan bersama Gus Hafidz, tidak seperti saat bersama denganmu"

Gus Ruwandana menghela nafas berat "saat berada disebuah pernikahan, yang membuat kalian bertahan adalah komitmen. Bosan itu manusiawi, tapi tidak dengan berkhianat"

Perkataan Gus Ruwandana menampar diri Ana. Bagaimana dirinya bisa mengatakan ingin menjadi yang kedua. Astgfirullah, sungguh setan telah mempengaruhi dirinya.
"Astaghfirullah. Ma-"

"Jadi kalian____ bermain dibelakang ku?" Gus Hafidz menutup mulutnya tak percaya. Sejujurnya tadi dia merasa khawatir mengapa istrinya belum juga kembali. Dia iseng mencari keberadaan istrinya, tadi dia diberitahu oleh beberapa santriwati yang melihat Ana menuju ke taman belakang.

"Bang. Bukan seperti-"

"Bukan apa dek? Abang gak nyangka yah. Mati-matian Abang berusaha membuat Ana membalas cinta Abang. Tapi nyatanya? Dia mencintai adik kandung ku sendiri dan lebih parahnya adikku juga mencintainya"

Ana semakin menangis melihat pertengkaran antara kakak beradik ini. Ia jadi bersalah karena menjadi biang kerok penyebab pertengkaran itu terjadi.
"Kak. Stop, ini tidak seperti yang kakak bayangkan"

"Jadi gimana? Oh apakah kalian punya niat untuk nikah lari?"

Gus Ruwandana menggeleng
"Tidak bang. Jangan berburuk sangka"

"Dek. Jika kamu mencintai Ana, mengapa kau menikah dengan Ayra? dan tak lama lagi akan mempunyai keturunan" Gus Hafidz berusaha setenang mungkin supaya dia bisa mengorek kebenaran. Dadanya bergemuruh sejak tadi. Hatinya sakit melihat kejadian ini.

Gus Ruwandana menghela nafas panjang " Baiklah. Supaya tidak ada kesalahpahaman lagi. Bang sebelum Abang lulus kuliah, Abi telah menerima khitbah dari Abi Hadi. Awalnya dia berniat menjodohkan Abang dengan Ayra. Apa Abang ingat? Dulu aku selalu berusaha berbicara tapi tidak jadi. Itu karena aku tahu kalau abang telah mencintai seseorang. Aku tak pernah melihat Abang sebahagia itu. Aku merelakan cintaku bang demi Abang. Karena aku lebih memilih melihat Abang bahagia"

Gus Hafidz tersenyum sinis
"Dengan cara itu apakah ada yang bahagia dek? Aku gak bahagia karena selama menikah Ana tidak mau menerimaku. Aku sengsara dek. Dan lagi istrimu, bagaimana perasaannya jika tau kau hanya menikah dengannya hanya karena berkorban?"

"Terus aku harus bagaimana bang?"

"Entahlah. Karena tindakan bodohmu itu semuanya sengsara dan tak bahagia" Gus Hafidz meninggalkan Gus Ruwandana dan Ana di taman belakang.

Dia harus cepat pergi dari situ sebelum amarah dan emosi karena kecewa muncul. Dia hanyalah manusia biasa yang bisa emosi ketika orang terdekat mengecewakannya.

TBC

Blessings of love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang