[10] Penjelasan

1.1K 47 13
                                    

Gus Hafidz tersenyum ke arah Ummi Humairah yang terlihat masih bingung dengan kehadirannya.

"Ummi tidak mau memeluk putramu ini ?" tanya Gus Hafidz seolah memberikan kode.

Ummi Humairah menggeleng pelan lalu langsung memeluk erat Gus Hafidz. "Apa ini benar Gus Hafidz? Ini tidak mimpi kan?" Tanya Ummi Humairah disela tangisnya.

Gus Hafidz membalas pelukan Umminya, dia tersenyum lalu berkata "Ini memang benar saya Ummi"

Ummi Humairah menguraikan pelukannya. Ia menghapus air mata yang mengalir di pipinya.
"Selama ini kau dimana? Kenapa baru sekarang kau kembali? " Tanya Ummi Humairah beruntun.

Gus Hafidz terkekeh kecil
"Saya bersama dengan Ana, Ummi"

"Ana? Bukannya dia baru beberapa hari pergi dari sini?"

"Iya Ummi. Dua hari yang lalu dia pergi kerumah saya"

"Jadi? Dia sudah tau selama ini kalau kau masih hidup?"

"Tidak. Dia bari tahu setelah sampai disana"

"Tapi-"

Ucapan dari Ummi Humairah terpotong oleh suara dari Sari yang memanggilnya.

"Ummi. Ayo kita foto bersama sekeluarga" Ajak Sari dari ambang pintu kamar dari Ummi Humairah.

"Bersama? Semuanya? Ah baiklah, ayo segera lakukan"

Kenapa Umminya berubah seperti saat ini? Kenapa dia bisa tega menyakiti hati dari menantunya sendiri.

Gus Hafidz tak dapat mengerti jalan pikiran dari sang Umminya. Mungkin saja ada hal yang membuat Umminya berubah seperti ini.

Dalam acara pemotretan tersebut sudah jelas kedua mempelai berada di tengah, disamping kiri ada Gus Hafidz bersama dengan Ana, disamping kanan ada Ummi Humairah dengan Abi Ghazali.

Dalam jepretan kamera mereka tampak tersenyum semua. Namun, Gus Hafidz dapat merasakan bahwa Ana tidak bahagia dengan acara pemotretan ini. Meskipun bibirnya menyunggingkan senyum, tapi hatinya tidak.

***

Gus Hafidz berdiri di balkon kamarnya. Dari balkon tersebut dia dapat melihat lingkungan ponpes para santri. Disinilah biasanya dulu dia mengamati santri satu persatu.

"Ngapain disini bang?"

Tanpa menolehpun Gus Hafidz telah mengetahui bahwa seseorang yang mengajaknya ngobrol adalah adiknya.

"Lagi mengenang masa kecil"

Gus Ruwandana mendekati Gus Hafidz, dia berdiri didekat Gus Hafidz berada. Tangannya menyentuh pembatas balkon.
"Bang. Aku mohon, maafkan keputusanku ini. Kau sudah tau kan bang kalau aku tidak bisa menolak permintaan Ummi"

"Aku sangat mencintai Ana. Tapi aku tidak bisa menolak permintaan dari Ummi. Apa aku salah?"

Gus Hafidz tersenyum sinis
"Kamu egois dek. Tidak akan ada yang bahagia dengan keputusanmu ini. Kalau emang kamu ingin menuruti permintaan Ummi, harusnya kamu melepaskan Ana" Ucap Gus Hafidz tanpa menatap Gus Ruwandana.

"Tidak. Aku gak kau melepasnya. Aku tak bisa bang"

"Dengan pernikahan ini apakah ada yang bahagia? Kau bahagia? Tentu tidak kan. Ana, bagaimana dengan dia? Oh jelas dia sangat tersiksa dengan pernikahanmu"

"Tapi aku harus bagaimana bang? Berikan aku solusi"

"Ana atau sari. Jika kau memilih Ana aku akan mengikhlaskannya. Tapi, jika kau tetap memilih dengan sari, jangan salahkan aku karena tidak akan pernah melepasnya lagi"

Blessings of love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang