[22] Pesantren kilat

1.3K 57 0
                                    

Para santri pondok pesantren Darul Musthofa Probolinggo. Sedang berdiri di samping pintu gerbang utama. Mereka diintruksikan untuk menyambut para siswa dari Jakarta yang akan mengikuti pesantren kilat.

"Aguah ampon deteng" celetuk salah santri yang melihat dari jauh ada dua Bus besar.

Bus masuk ke dalam halaman pondok pesantren. Santri yang melihatnya berdecak kagum melihat banyaknya rombongan yang mendatangi ponpes mereka.

Satu persatu siswa SMA Pertiwi turun dari Bus. Termasuk Aldari. Dia sekarang berpenampilan layaknya orang sakit.
Memakai topi, bersyal tebal dan tak lupa memakai masker.

Krisna memandang semua santri yang berdiri di depan Bus. Dia memanggil salah satu santri yang masih dikatakan umurnya masih belia. Mungkin masih seumuran anak SD.
"Dek. Bantuin kakak sini. Ini teman kakak mabuk kendaraan. Kasian dia kalau lama-lama berdiri"

Santri yang Krisna tunjuk pun melangkah menghampiri Aldari, Krisna, dan Raka. Dia melihat Aldari yang terlihat sangat tak sehat. Meskipun itu hanya pura-pura.
"Ma'deh mas. Eyater aghinah ka kamar" ucap santri tersebut.

Krisna dan Raka tidak mengerti apa yang santri itu bicarakan. Yang mereka ngerti hanya satu kata yaitu kata mas.
Aldari mengikuti langkah santri tersebut ke dalam pondok.
Aldari berdecak kagum melihat interior design dinding pondok pesantren Darul Musthofa.
"Tak langkong gu'entoh mas" santri itu menunjukkan kamar yang bisa digunakan Aldari untuk beristirahat.

Aldari mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan.
"Dek. Disini gak ada spring bed ya?"

"Bunten mas. Ning ghuntoh Mon tedungngah ngangguy teker atau lamak"

Aldari menggaruk kepalanya frustasi
"Dek. Bisa gak kamu berbicara bahasa Indonesia yang baik dan benar"

"Bisa mas"

"Lah dari tadi kan enak bicara sama gue pakai bahasa Indonesia dek"

"Heheh kebiasaan disini pakai bahasa Madura mas. Jadinya mas selama disini pasti banyak mendengar pembicaraan dengan menggunakan bahasa Madura" santri tersebut terkekeh pelan.

Aldari merebahkan dirinya di lantai beralaskan tikar. Dia lega akhirnya bisa tiduran dengan leluasa. Tidak seperti di kereta tadi.
"Mas. Palingan masuk angin. Mau aku kerokin gak?"

Aldari bangkit dari rebahannya. Dia menatap datar santri cilik didepannya.
"Nama Lo siapa dek?"

"Haikal mas. Gimana mas? Mau gak aku kerokin. Aku jago kalau soal kerok-kerokan mas"

"Apa itu kerokan dek?"

"Itu mas. Punggung mas diusap menggunakan koin uang, sampai berwarna merah",

Aldari melebarkan matanya
"Enggak. Enggak. Gue gak mau kerokan"

"Udah mas. Rebahan aja dulu. Nanti bisa mendingan kok" Haikal mendorong tubuh Aldari hingga telentang. Dia menyibak baju dipunggung Aldari.

"Aaaaaaa. Tolong. Jangan. Sakit" teriak Aldari saat Haikal mulai menggoreskan koin uang di punggungnya.

***
Ana dan Fatimah beserta para santriwati menyambut para siswi dari Jakarta. Ana memicingkan matanya. Ia hafal betul teman sebangkunya itu. Siapa lagi kalau bukan Naura.
"Ana. Rupanya banyak sekali ya yang akan ikut pesantren kilat" ucap Fatimah tersenyum senang melihat antusiasme para siswi.

Ana menggosok kedua matanya. Berharap dia sedang bermimpi saat melihat para teman-teman dari SMA Pertiwi. Mantan sekolahnya dulu.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat datang kakak-kakak di pesantren kami" ucap Fatimah dengan senyum merekah.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Kamu siapa dek?" Tanya salah satu siswi yang Ana yakin dia adalah kakak kelasnya dulu. Teman sekelas dari Aldari.

"Saya Fatimah kak"

"Ehh tunggu deh. Lo kayak pacarnya Aldari deh. Iya kan guys?" Ujar Mifta sambil menunjuk Ana.

Kebanyakan orang yang tidak memperhatikan betul wajah ana. Mereka tak akan kenal. Sebab sekarang ana telah berubah 180°

"Eh iya deh. Lo beneran Anastasia Wulandari kan dek?" Tanya Tika.

"An. Ini beneran temenmu?" Tanya Fatimah.

Ana bingung harus menjawab apa

"Dia adik kelas kami dek. Sekaligus pacar dari Adira kayana Aldari"

TBC

Blessings of love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang