[31] Penolakan?

1.1K 45 0
                                    

Gus Ruwandana izin ke belakang setelah mendengarkan kata-kata yang menyakiti hatinya. Bagaimana tidak? Gadis yang ia cintai mengapa harus dicintai juga oleh kakak kandungnya sendiri?

Umi Humairah dan Ana datang setelah dari toilet. Mereka masih belum mengetahui kejadian yang baru saja terjadi di meja Cafe.

"Dimana Gus Ruwandana?" Tanya Umi Humairah yang tidak mendapati anak bungsunya.

"Dia ke toilet"

"Bagaimana Ana? Kau menerimanya?" Tanya Hamzah Ambigu.

"Ha? Menerima apa pa? Ana tak mengerti"

Tutik terkekeh kecil melihat wajah bingung anaknya.
"Khitbah dari anak Abi Ghazali"

Deg

Siapa yang menkhitbah dirinya? Apa Gus Ruwandana? Atau Gus Hafidz? Rasanya tidak mungkin jika Gus Ruwandana. Secara umum Gus Hafidz menampakkan rasa suka kepadanya.

"Si-siapa ma?"

"Gus_____ Hafidz"

Deg

Benar kan dugaannya. Pasti Gus Hafidz yang menkhitbah dirinya.

"Tapi. Ana masih muda ma"

"Tidak boleh menunda-nunda hal baik nak. Buktinya tadi kamu memberi sebuket bunga mawar merah kepada Gus Hafidz" Goda Umi Humairah.

"Rupanya kalian sudah kasmaran ya. Bahaya jika tidak segera dinikahkan" Goda Hamzah.

Ana menggelengkan kepalanya. Bunga tadi bukan dari dirinya, melainkan dari Fatimah yang meminta Ana untuk memberikannya kepada Gus Hafidz. Mengapa semua orang jadi salah paham?.

"Kebetulan kau tahun ini sudah lulus An. Lebih baik segeralah menikah. Apalagi sudah ada yang menkhitbah mu" ucap Tutik mengimbuhi.

"Betul itu- eh maaf" Gus Hafidz menutup mulutnya malu, karena keceplosan.

Semua orang disana tertawa melihat Gus Hafidz salah tingkah, kecuali Ana.

"Permisi. Saya ingin ke toilet terlebih dahulu" Abi Ghazali pamit ke belakang.

Mengapa Gus Ruwandana lama sekali berada di toilet? Cepat-cepat Abi Ghazali menyusulnya ke toilet. Dan ternyata Gus Ruwandana sedang duduk di kursi depan toilet. Dia duduk sambil termenung.

"Apa yang kau lakukan disini nak?"

Gus Ruwandana tersadar dari lamunannya. Dia tersenyum melihat Abinya.
"Tidak ada bi. Hanya saja saya ingin berada disini"

Abi Ghazali duduk disamping putranya. Dia mengerti beban yang harus ditanggung oleh putra bungsunya ketika Putra sulungnya memiliki calon atau menolak perjodohan. Itu sama saja Gus Ruwandana lah yang harus melaksanakan perjodohan dengan salah satu Putri dari Abi Hadi yang merupakan sahabat dari Abinya.

"Jika kau tak ingin melanjutkan perjodohan itu. Biarkan Abi yang membatalkannya"

"Jangan, Bi" tolak Gus Ruwandana.
" Itu sama saja kita berhutang. Janji adalah hutang kan bi?" lanjutnya.

"Abi bangga padamu nak" Abi Ghazali menepuk punggung Gus Ruwandana sambil tersenyum bahagia.

***
Perjalanan pulang ke Jakarta terasa sangat lama bagi Ana. Dia melamun memikirkan tentang khitbah Gus Hafidz. Dia tak menyangka Papanya akan setuju saja seperti itu.

Tutik menyentuh tangan Ana.
"Kenapa melamun ? Kangen ya? Baru saja ditinggal kok udah kangen-kangenan" Goda Tutik.

Ana mengalihkan pandangannya ke luar jendela mobil. Ia enggan meladeni godaan dari Mamanya.

"Anak kita salting nih pa"

"Iyakah? Wah. Diapain sama mama nih" kata Hamzah ikut nimbrung.

Tutik terkekeh geli melihat tingkah putrinya ini.
"Ma. Pa. Bisa gak Ana jangan nikah dulu. Soalnya-"

"Kenapa? Masih punya hubungan dengan non muslim itu iya?" Bentak Hamzah.

"Pa. Istighfar. Jangan gampang marah. Anak kita masih belum menjelaskan secara detail."

Ana menghela nafas panjang
"Ana ingin memperdalam ilmu agama sedalam mungkin Pa. Jujur Ana sama Aldari sudah tidak ada hubungan apa-apa."

"Keputusan Papa gak bisa diganggu gugat. Kau akan segera menikah dengan Gus Hafidz setelah kau kembali nanti"

Ha?
Berarti 1 Minggu lagi? Are you seriously?

Ana memilih memejamkan matanya, ia terlalu lemah dan lelah untuk berdebat dengan Papanya.

TBC

Blessings of love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang