Alif duduk sendirian di kursi berwarna coklat, dengan tangan bertumpu dimeja dan menopang dagu. Matanya terus melihat suasana disekitar an sini dengan jelih. Sesekali ia juga melihat ponsel nya yang diletakanya dimeja. Ponsel itu tak kunjung berbunyi atau menyala dan rasa bosan menghampirinya
Ia menghela nafas "dua jam ke buang sia-sia kalau gini ceritanye" kemudian ia membenarkan letak rambutnya yang panjang sebahu.
Akhir dari kesabaran nya, ia segera beranjak, membayar makanannya dan ke parkiran motor yang letaknya cukup jauh.
GUUBRAAAKKK!!!!
Tubuh Alif melayang dan terbang. Celana jins yg dipakainya robek di bagian lutut memperlihatkan memar dan juga noda merah yang mengalir, sikunya juga terluka. Rasa perih menjalar hingga ke tulang. Sesekali ia juga berdesis nyeri.
Tak mau menjadi pusat perhatian, ia segera bangkit. Membenarkan rambut panjanya yang menutupi pandangan. Kemudian dibersihkan sendiri bajunya yg kotor.
"Astaghfirullah"
Suara pekikan yang masih terdengar lembut ditelinga Alif. Ia tak menoleh dan masih sibuk membersihkan baju dan mengambil jaketnya yang tergeletak begitu saja.
" Mas, gpp?"
" Gue gpp, lain kali kalau masuk kawasan kampus gini nyetirnya agak pelan dong mbak biar gk ngebahayain pejalan kaki kayak gue gini" ucap Alif yang menolehkan kepalanya.
Pandangan nya jatuh pada iris coklat terang, hanya beberapa detik, tak lama. Wanita itu langsung menundukkan pandangan nya. Dia berpenampilan beda, Alif hanya kikuk.
"Heeeehhh mata Lo kurang ajar udah liatin sahabat gue. Mau gue ajarin tuh mata biar gak liat perempuan sembarangan." Kata perempuan berjilbab modis itu yang baru saja keluar dari mobil merk perusahaan berkelas Eropa
"What do you mean?"
"Modus laki-laki" katanya lagi
"Gak liat sahabat gue udah bercadar, mata Lo masih gak bisa dijaga" lanjutnya
Perempuan berjilbab modis itu memukul lengan Alif dengan tasnya. Dia tak melihat seberapa menderitanya Alif menahan sakit, terlebih lukanya terkena kancing dari tas itu.
"Are you crazy? It's a sick"
"Bodo"
Alif memejamkan mata,menghela nafas berat sembari menggelengkan kepalanya menghadapi perempuan galak ini.
"Cewek sinting, oh my God. Apa dosa gue ketemu sama nih orang" gumam Alif pelan sembari sesekali berdesis nyeri pada lukanya
Tatapan tajam kembali diterimanya dan hendak berbicara, namun Alif sudah mengangkat tangannya sembari menggelengkan kepala
"Stop it"
Kemudian Alif melangkahkan kakinya menjauh dari kedua perempuan itu, ia berjalan dengan susah payah dan kedua perempuan itu hanya menatap kepergian Alif dengan perasaan yang tak menentu
" Itu tadi luka dan darah karena kita serempet kan Ra?"
"Kamu nambahin mukulin dia" jawab sahabatnya yang bercadar
"Aduhhhh, gimana dong Ra, kalau dia nuntut gimana, pak Mus ini gegara pak Mus"
Lelaki tua yang sedari ketakutan bertambah takut saja
"Kok Bpk non, kan tdi non yang minta cepet, jdi Bpk ngebut"
"Bener tuh, kamu bukanya minta maaf hampir bahayain kita malah nyalahin pak Mus"
"Ahhh tau ahhh, supir sama majikanya kompak kayak mau lomba"
Perempuan bercadar itu tertawa pelan dan pikirannya masih tertuju pada lelaki tadi. Dalam hati dia berdoa semoga lelaki tadi baik-baik saja.
***
Bersambung...........
Next part guys!
Happy reading
KAMU SEDANG MEMBACA
Menghapus Jejak Luka [EDISI REVISI]
General FictionSetiap porosnya, kehidupan selalu menempatkan pada dua sisi. Bahagia dan terluka. Tentang Alif seorang dokter yang menyamar menjadi arsitek dan memilih pergi ke negeri sakura untuk menyembuhkan luka. Melebur dalam romansa yang tercipta untuk menikma...