Sebelas

100 8 0
                                    

Rasa lelah menjalar ke sekujut tubuh Alif, rambutnya yg panjang ia ikat Cepol. Baru saja ia sampai di apartemennya setelah makan dengan pak helmi. Ia langsung membuka kulkas. Tangannya meraih botol minuman dingin dan membawanya ke sofa depan tv. Aparteman ini sangat nyaman dan Karena itu, ia sudah membelinya

Sunyi ruangan ini sungguh menakjubkan. Ia sendiri berdecak karena tak ada suara apapun. Sebegini menyedihkannya kah hidupnya? Gadgetnya sendiri pun tak terdengar berbunyi. Biasanya Aldo yg merecokinya pun tak terdengar lgi sejak beberapa hari ini.

Di lihatnya fitur chat WhatsApp messenger ini, terakhir kali ia dan Aldo chat seminggu yg lalu yg berakhir Alif tidur lebih dulu.

"Kemana sih tuh garukan nyamuk, giliran gue sepi aja gk muncul. Tpi giliran gue sibuk baru muncul. Ya Allah mata gk ngantuk lgi. Paling males kalau udah begini ahh, pikiran gue entar kemana-mana" ucapnya bermonolog sendiri

Alif pun membuka fitur game di smartphone nya, ia tenggelam dalam keseruan game itu. Jemarinya terus menari diatas layar touchscreen berteknologi modern itu dengan penuh semangat. Matanya tak kedip hingga mulutnya juga tak henti berbicara sendiri menumpahkan kekesalannya yg terkadang kalah cepat.

Tak lama berselang, ketukan keras dri pintu Alif membuatnya berhenti sejenak. Menerka-nerka siapa yg bertamu tengah malam begini. Dengan malas ia bangkit dan melihat dri bolongan kecil dipintunya. Aldo berdiri dengan wajah lesu dan lelah terus mengetok dan memencet tombol bell apartment nya.

Alif membuka pintu itu dan Aldo langsung nyelonong masuk tanpa salam.

"Nyelonong aje Lo, gdk adab Nye. Islam pa kagak sih Lo ahh"

Aldo langsung menelungkupkan tubuhnya di sofa. Dia menyalakan tv dengan volume kuat. Tanda Tdk ingin di ganggu. Sepertinya ada masalah kecil, melihat Aldo seperti ini Alif mengurung kan niatnya untuk ngomel dan jail.

Di kamar bernuansa abu, Alif membentangkan sajadahnya. Memohon ampunan dan pengharapan yang sebenar benarnya pengharapan. Ia merasa damai menceritakan semuanya dengan Allah, karena ia tau Allah akan selalu memberikan yang terbaik untuk nya.

Setiap malam, Alif tak pernah absen membentangkan sajadah lusuh ini. Sajadah berwarna biru dan Qur'an yg berwarna senada. Ia terus murojaah hafalan surahnya, bnyk yg ia lupa setelah tiba di kota ini.

Semua kegiatan rutinnya di Jepang mendadak hilang saat tiba di kota ini. Biasa ia yg selalu bangun sepertiga malam untuk bermunajad, kini sejak hari pertama dikota ini, baru malam ini ia kembali sholat tahajud dan murojaah hapalan Qur'an nya.

***

"Kemana aja sih Lo? Singgah ke sebelah buat main?" Sindir Aldo

Ternyata mood nya belum juga membaik. Entah karena apa, ia tak paham. Tpi ia mencoba mengerti dan mendiamkannya.

Mereka makan di pantry, Alif sudah memasak pagi pagi sekali. Hari ini ia harus menyelesaikan beberapa desain lanjutan dan beberapa pekerjaan lainnya, karena besok ia Tdk bisa hadir di kantornya.

"Gue duluan do, Lo kalau mau apa-apa tinggal ambil di kulkas. Ada buah, cake dan minuman dingin"

Alif berjalan ke sofa dan memakai sepatunya, mengambil jaket nya yang disampirkan di tangan kursi kemudian berjalan ke arah pintu menenteng tas di bahu sebelah kirinya

"Al, tunggu!"

Alif menghentikan langkahnya dan menoleh kebelakang. Aldo sudah berdiri dengan pakaian berantakan

Menghapus Jejak Luka [EDISI REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang