dua puluh dua

95 5 0
                                    

Sejak sepulang dari taman dan sepanjang bersama di sana, Alif dan Zahra kian dekat. Namun sekarang sudah kembali berjarak. Alif yang tak mengetahui secara jelas kesalahan nya semakin bingung melihat sikap Zahra yang terus menghindar.

Sementara Zahra juga belum siap untuk kembali membuka hati untuk Alif yang juga tertutup.

"Jadi udah berapa lama kamu menghindari dia Ra?" Tanya Sarah

Zahra sekarang sedang di rumah sakit. Dia mendapat jadwal praktek malam bersama Sarah. Sementara Alif juga tdi pamit ada kerjaan di kantor.

"Sebulan lebih"

Sarah menggeleng kepala, istighfar ia lontarkan berkali kali melihat sahabatnya ini.

"Aldo bilang Alif di pinggir jalan main sama temen kantor nya."

Zahra terperangah kaget, ia melihat Sarah serius dan mencari kebenaran dari apa yang di dengarnya

"Dia pamit sama Aku mau ke kantornya tadi. Astaghfirullah! Kamu liat kan, gimana aku mau percaya sama dia. Omongannya gak bisa dia pegang."

Sarah hanya bisa menggelengkan kepalanya. Sudah berapa kali ia melihat memang tidak ada keselarasan antara Alif dan Zahra. Yang awalnya acuh tak acuh kemudian menjadi perduli. Yang awalnya sabar kemudian menjadi kesal. Yang awalnya memahami kemudian saling menyalahkan.

Sarah takut Alif dan Zahra saling menyalahkan. Sarah takut Alif memilih menyerah menghadapi sifat Zahra yang labil.

"Udah ahh kamu lebih baik minta maaf lebih dulu Ra, jangan begitu dengannya. Gimanapun juga Alif udah cukup sabar mengikuti kemauan kamu yang gak terarah ini. Disini sepenuhnya bukan salah Alif, bisa juga ada salah kamu. Jadi aku mau kalian bicarakan baik baik saling introspeksi diri masing masing dan berusaha menjadi lebih baik lagi untuk perbaikan pernikahan kalian."

Zahra diam, mencerna baik ucapan Sarah. Sarah membela Alif. Sarah lebih memilih membela Alif daripada dirinya sendiri. Jujur dia merasa tersinggung mengingat itu. Jujur dia merasa sangat kesal. Tapi Bukan Zahra kalau tidak bisa menyembunyikan perasaannya sendiri dan bukan Sarah kalau tak bisa mengetahui perasaan sahabat nya sendiri.

"Ra, kamu pasti kesel aku bela Alif. Sebenernya Aldo pernah sedikit cerita tentang Alif. Kalau dia selalu merasakan sakit yg teramat dalam ada di negara ini. Dia merasakan sendiri perasaan itu, menutup nya rapat. Aldo belum ingin cerita lebih jauh tentang nya. Tapi Aldo mohon padamu untuk tidak membuatnya kembali merasakan luka itu." Ucap Sarah mengakhiri pembicaraan mereka sampai Zahra kembali ke rumahnya sendiri.

Semakin bingung saja Zahra dibuatnya. Semakin tak karuan saja perasaan Zahra saat ini.

"Kamu kenapa? Berantem sama Alif?"

Zahra menoleh dengan senyum saat Mbak Nisa sudah berada disampingnya. Ia kembali mengunjungi rumah Abi dan umi untuk menenangkan dirinya. Ia izin hanya dua hari pada Alif, tapi sudah seminggu ia juga tak ingin kembali.

"Kalau kamu dan Alif  bertengkar, bukan cuma Mbak yang tau, bahkan Abi dan ummi tau"

"Gak kok mbak, kami baik baik aja"

Nissa tersenyum ringan mengusap lembut punggung Zahra

"Dek, mbak juga pernah merasakan ada di posisi Alif. Mencintai teramat sangat pada seseorang yang mencintai orang lain."

Zahra kian bingung maksud dari Nisa, beberapa kali dia melihat Nisa penuh tanya.

"Tapi mbak yakin, kamu akan luluh juga. Seperti mas Iqbal."

"Maksud mbak?" Tanya Zahra bingung

"Kamu masih mencintainya kan? Mencintai lelaki yang tega meninggalkan mu sendirian di acara pernikahan kalian"

Menghapus Jejak Luka [EDISI REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang