suasana damai dan menyejukkan hati membuat banyak orang selalu ingin kembali ketempat ini. tempat yang sangat menentramkan jiwa, menggugah diri untuk sekedar berlama-lama. mengadu, mengutarakan keluh kesah dan bermesraan dengan pemilik sang pencipta, pemilik dari hamparan langit dan bumi. alif duduk dipelataran, menunduk dan sendu. noda merah itu sudah kering. ia memanjangkan kakinya karena mulai terasa pegal di setiap sendi atau rasa sakit yang lain yang harus diterimanya.
"giliran disini aja lo baru ingat dosa, semalem berbuatnya gak inget"
alif menautkan alisnya melihat zahra yang sudah menyikut sarah, seperti kode untuk berhenti, lirikan iris coklat zahra ia lihat bergerak gelisah.
"sinting nih perempuan."
"enak aja kalo ngomong, gue gak sinting. lo itu yang sinting."
muali lagi! bendera perang sudah berkibar, lengkap dengan perlengkapan. alif sudah berdiri dan sarah ingin memulai peperangan dengan menembakkan jurus andalan nya.
"lo nyari masalah mulu sama gue. tadi gue diem aja disitu lo mulai. lo pancing-pancing. mau lo apaan sih haa"
"mau gue tuh lo jauh-jauh dari gue, zahra dan aldo"
zahra lelah, ia duduk dan membiarkan adu mulut terus terjadi, sebentar lagi maghrib. langit mulai menuntun awan menuju senja yang sedang memperlihatkan gradasi cantik nan mempesona. ia memandang sejenak, hari ini senja sangat bagus.
"Siapa Lo ngatur ngatur gue. Aldo itu Sahabat gue dari kecil. Dia lebih lama sama gue ketimbang sama lo. Jadi tahu diri sedikit." Ucap Alif kasar
"Harusnya Lo yg tau diri bnyk. sekarang Aldo suami gue. Jadi Lo gak ada hak apa apa. Trus tdi Lo bilang Aldo udah lama sama Lo? Terus kemana Lo saat Aldo bener bener butuh Lo. Lo asyik kan sama kehidupan Lo sendiri di Jepang sana."
Kelewatan! Alif bener bener merasa sarah kelewat. Ia menahan geram dan kesalnya mendengar Sarah menghakiminya seperti ini.
"Emang Aldo bilang Lo baik dan Lo itu katanya taat, tapi kenapa yah gue gak yakin. Melihat tadi malam Lo belain seneng seneng sama Tante tante, dibandingkan menerima permintaan maaf Zahra."
Alif ingat, tadi malam ia bersama seorang tetangga nya yg bekerja sebagai sekertaris. Penampilan nya memang kita sopan karena tuntutan pekerjaan. Walau tidak nyaman, tapi semua itu harus dilakukan demi anak semata wayang. Perempuan itu teman Alif di apartemen. Yang membantu Alif beberapa kali dan sarah, Zahra atau Aldo salah paham.
"Sinting nih perempuan, beneran deh! Gak tau apa apa, tapi belagak tau semuanya. Gue tadi malam tuh kebelet kamar mandi, bukan kebelet yang Laen. Lo seenak jidat aja bilang gue kebelett yang Laen."
"Tuh kan! Gini aja Lo ngeles lif, laki apa Lo. Gak mau akui kesalahan. Banci lo. Padahal malam ngerasain enak, sekarang di masjid merasa paling berdosa. Nanti pulang main lagi, astaghfirullah."
zahra terpaksa mencoba memisahkan dua orang keras kepala ini. marbot masjid dan beberapa oranga yang berhenti untuk menunggu maghrib juga mencoba memisahkan tapi dasarnya mereka berdua biang ribut tetep aja susah dipisahin. alif yang mulutnya selalu punya jawaban dari setiap omongan sarah dan sarah yang terus meninggikan egonya.
"Astaghfirullah, kalian ini bahas apa sih, udah jadi kemana mana. jangan di lanjut, udah mau maghrib. Gak baik kita bertengkar disini. Diliatin orang. Malu."
Alif melihat Zahra sebentar dan mengangguk, rasa nyeri di tubuhnya semakin terasa sekarang. "Iya Lo bener. Gue minta tolong sama lo, bilang ke temen Lo ini, kalau gak tau apa apa jangan nge-judge orang. Apa lagi sampai menyakiti hatinya. Inget! Satu di antara terkabulnya doa adalah, doa orang yang terzolimi." Ucap Alif membuat Zahra dan Sarah terdiam
KAMU SEDANG MEMBACA
Menghapus Jejak Luka [EDISI REVISI]
General FictionSetiap porosnya, kehidupan selalu menempatkan pada dua sisi. Bahagia dan terluka. Tentang Alif seorang dokter yang menyamar menjadi arsitek dan memilih pergi ke negeri sakura untuk menyembuhkan luka. Melebur dalam romansa yang tercipta untuk menikma...