dua puluh tiga

103 5 0
                                    

Zahra sudah Sebulan ini ia tak pernah berbicara apapun pada Alif dan Bermalam di rumah Abi, meninggalkan Alif sendirian di apartemen. Keadaan terparah sepanjang enam bulan pernikahan mereka. Alif juga sedikit terganggu dengan perubahan Zahra. Sering sekali ia tak fokus bekerja dan berakibat fatal. Kemarin ia hampir tertimpa reruntuhan bangunan, besok atau lusa mungkin kepalanya yg pecah.

"Kamu tidak konsen lagi siang ini. Ada apa lif?" Tanya pak Helmi

Alif menghela nafas berat, ia duduk lesu dan menggeleng ringan. Kepalanya tertunduk sambil memandang ke bawah. Memandang pasir yang tertaburan dengan sampah sampah.

"Istrimu? Atau kakak ipar mu?" Tebak pak Helmi dan Alif tetap bungkam

"Ayolah Al,"

Alif hendak menjawab, namun ada segerombolan karyawan wanita menghampirinya dengan senyum.

"Pak Alif, sudah makan?"

Alif menolehkan pandangannya dengan tatapan tak suka. Wanita wanita ini selalu mencari kesempatan untuk menggoda nya lagi.

"Aku bawa nasi dan lauk"

"Aku bawa cemilan"

"Aku bawa minuman enak. Pak Alif harus coba"

Pak Helmi melihat Alif penuh tanya. Sejak kapan Alif jadi idola disini. Wajahnya memang sungguh luar biasa menawan, Sholeh dan kaya. Alif memang pantas menjadi idola

"Kalian pergi lah, Alif sudah makan bersama saya. Dia sedang tak ingin diganggu"

Karyawan perempuan itu pergi meninggalkan Alif sendiri. Pak Helmi juga pamit keruangannya. Alif tetap duduk lesehan bersama abu dan pasir.

Alif tolehkan pandangannya pada seseorang yang sedari tadi memperhatikan nya. Seorang lelaki yang sangat membuatnya senang.
.
.

Berkata penuh emosi dan amarah, para karyawan wanita yang tdi berada di lantai 12 kini turun di lantai 10. Melihat seorang lelaki yg terlihat sendu sedang duduk bergelantungan kaki di bangunan yang dia rancang. Mereka mempertanyakan semua sikap Alif yang dingin. Disamping Alif duduk ada seorang lelaki juga yang baru duduk. Temannya disini. Seorang mahasiswa arsitektur tingkat akhir di kampus ternama negara ini.

"Lama lama kesel juga aku deketin dia. Jdi laki laki dingin banget"

"Susah tau naklukinnya"

"Tpi aku mau dia jadi suami aku"

Perkataan itu membenak pada seorang perempuan berjilbab lebar dan bercadar. Zahra sudah tiba di kantor Alif. Melihat Alif bergelantungan kaki duduk dengan senyuman biasanya. Senyuman yang terus menjadi pertanyaan besar bagi Zahra.

"Aku cuma penasaran aja sama dia. Kita udah dandan kayak gini tapi gak juga tergoda"

"Assalamualaikum"

Sekolompok perempuan itu menoleh dan tersenyum ringan. Melihat Zahra dengan tatapan bingung dan bertanya-tanya.

"Mau tanya mbak, ada yang tau ruangan arsitek" tanya Zahra membuat Mereka saling pandang

"Mbak ada perlu apa? mending gk usah ke sana. Arsitek perusahaan ini gay. Gak suka perempuan. Jdi percuma aja kalau seandainya mbak mau godain dia"

Deg!!

Zahra tersentak kaget, dirinya terdiam sejenak dan beberapa kali mengedipkan mata. Berita yg dia dengar sangat menggetarkan hatinya. Baru saja hari ini dia datang baik-baik ingin meminta maaf pada semua perlakuannya pada Alif yang kelewatan. Hari ini Zahra menerima kenyataan pahit lagi tentang Alif. Dilihatnya Alif sedang bersenda gurau dengan seorang lelaki disampingnya. Beberapa kali juga Zahra melihat Alif mengusap sayang rambut lelaki disebelahnya.

Menghapus Jejak Luka [EDISI REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang