dua puluh enam

109 5 0
                                    

Alif memandang dari mobil gedung tinggi itu, perasaannya kian semeraut tak karuan. Kakinya berat ingin turun dan menjemput sendiri Zahra. Ia hanya duduk manis di dalam mobil dan sudah menghabiskan 4 botol mineral sekaligus. Rasa gugupnya sungguh terlalu berlebihan.

Dalam hati ia juga berharap agar wanita yang ditunggunya cepat terlihat.

"Malah bengong mas, kesambet ntar"

Alif hanya tersenyum kecil sembari meneguk kembali mineralnya

"Udah disini, gih samperin mbak Zahra keruangannya di gedung timur lantai 3 ruangan 457"

Alif mengangguk ringan, tapi tak bergerak. Dari spion kecil, Alif melihat pak Asep tersenyum kecil

"Mas Alif, jatuh cinta itu cuma sekali. Mungkin mas Alif pernah jatuh cinta sebelum bersama mbak Zahra, tapi dalam pernikahan perasaan cinta itu cuma 10% dan 90% itu perasaan sayang."

"Bapak sok tau ihhh"

Pak Asep tertawa ringan sembari melihat kebelakang, melihat Alif yang sekarang juga melihatnya balik.

"Dan yang namanya awal pernikahan itu, wajar sering berantem. Saya dulu juga begitu mas padahal sudah pacaran dua tahun tapi tetep berantem terus. Bahkan sampai sekarang. Apa lagi mas Alif sama mbak Zahra yang baru kenal, belum ada rasa cinta, belum banyak mengenal satu sama lain."

"Saya cuma mau bilang, mas Alif cukup punya hati yang tulus untuk menarik perhatian mbak Zahra. Tapi di pupuk dengan sabar, di siram dengan perhatian dan taburi perasaan sayang. Saya yakin mbak Zahra luluh mas" ucap pak Asep sembari tertawa ringan

"Sekarang ini cuma tinggal tunggu waktu, mas Alif harus terus coba buat mbak Zahra nyaman dengan ngobrol. Perbaiki komunikasi yang jelek. Saya tau mas Alif kesusahan mengutarakan apa yang di rasakan dengan kata, tpi bisa kok di coba utarakan dengan perbuatan. Tunjukin kalau mas Alif sayang sama mbak Zahra"

Alif diam, mencerna kata pak Asep yang ada benarnya. Beruntung sekali ia di kelilingi orang yang bisa mengerti keadaan dirinya.

"Terima kasih pak sudah menasehati saya, ohyaa saya turun dulu yah" ucap Alif sembari tersenyum ringan

"Semangat mas Alif" ucap pak Asep sembari mengepalkan tangan ke udara dengan senyuman lebarnya.

Alif berjalan mantap ke lobby, tak perduli jika nanti ada yang menyapa atau mengenalinya. Wejangan dari pak Asep membuat semangatnya membara untuk menyelesaikan permasalahannya pada Zahra. Ia ingin berdialog dengan Zahra, membicarakan akar permasalahan yang mereka hadapi.

Dari jauh, Zahra dan Sarah sudah terlihat. Mereka mengobrol. Bibir Sarah dari kejauhan terlihat bergerak, kadang juga melengking naik membentuk senyuman. Sedang Zahra, garis matanya tertarik, sipit. Alif tersenyum dari tempatnya berdiri. Namun tak berlangsung lama.

Alif berlari kencang, menarik lengan Zahra dan menabrak tubuhnya. Alif melingkar kan tangan nya di pinggang Zahra, menyanggah agar tak jatuh. Suara klakson mobil terdengar nyaring. tangan Zahra yang masih di genggaman nya bergetar, istighfar terus di lontarkan nya pelan. Zahra shock!

"Kamu gpp, ada yang sakit dan luka?"

Hanya gelengan kepala yang Zahra perlihatkan. Sarah berteriak melengking kemudian memeluk Zahra erat. Alif mengatupkan kedua tangannya, memohon maaf pada pengendara mobil itu.

Kemudian mata elangnya menangkap seorang wanita berdandan menor, tak memakai penutup kepala, tapi menyandang jas putih kebanggaannya.

"Mau kemana Lo?"

Wanita itu seperti ketakutan, bingung, resah dan diam.

"Punya otak gak sih Lo? Oh gue tau, Lo punya otak tapi gak Lo gunain ykn. Lain Kali Lo harus gunakan otak Lo dengan benar. Di kasih Allah otak buat di gunain bukan di anggurin." ucap Alif dan wanita itu menatap Alif

Menghapus Jejak Luka [EDISI REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang