Sarah terduduk lesu dan menunduk dalam. Air mata nya sudah tumpah dan Zahra tak bisa menunggu lebih lama lagi mendapatkan jawaban dari semua pertanyaan yang ada dibenaknya. Ia harus menemukan sendiri jawabannya jika Sarah tak ingin memberi tahu.
"Alif gak inget siapapun kecuali keluarganya Ra"
Perkataan itu sukses membuat Zahra bingung dan terdiam ditempatnya.
"Alif gak ingat siapa kamu, siapa Abi, umi, aku, mas Iqbal, Naufal, mbak Nisa. Bahkan Alif gak ingat 8 tahun Hidupnya yang penuh derita." Ucap Sarah
Zahra menangis, terisak kuat di lorong rumah sakit yang sepi. Iqbal menghampiri Zahra dan memeluknya kuat. Tangis Zahra kian kuat. Sarah juga dipeluk Aldo
"Aku mau ketemu Alif mas!"
"Tapi Ra!" Ucap Iqbal dengan perasaan tak rela Zahra menemui Alif dalam kondisi seperti ini
"Aku ingin melihat kondisi nya. Gpp dia gak ingat aku, yang penting aku inget siapa dia. Dia suami aku!" Ucap Zahra penuh penekan
Pintu ruang terbuka, menghentikan gelak tawa yang terjadi. Zahra melihat ibu Jihan, mbak Aisyah dan suaminya bersama juga Maryam.
"Assalamualaikum"
"A'laikumsalam Ra" sambut mbak Aisyah hangat dengan senyuman manis
"Maaf mengganggu sebentar!"
"Ehhh, gak Ra. Gak sama sekali terganggu. Kamu sama siapa kesini?"
"Sama mas Iqbal mbak" jawab Zahra seadanya
Zahra mencoba mencari objek lain untuk menghindari tatapan intens Alif di tempat tidur. Reaksinya saat ini membuat Zahra ingin menangis. Tapi ditahan nya air mata, demi Alif!
"Ekhem!"
Mbak Aisyah melihat Alif dengan tatapan kesal. Kelakuan anak anak seperti dulu membuatnya ilfil setengah mati.
"Gak usah genit jadi laki laki" sentak mbak Aisyah dengan tatapan tajam
"Baru juga usaha"
Tatapan mata Aisyah membuat Alif menjadi diam dan kembali memperhatikan Zahra dengan serius.
"Kalian ini berantem terus! Malu ada Zahra"
"Namanya Zahra mi? Maa syaa Allah, Alif jadi ingat sama Salwa. Coba aja Salwa ada disini, mungkinnn"
"Adek, gak boleh gitu, Salwa udah bahagia disana. Sekarang kamu harus sembuh dan melanjutkan hidup sama orang yang kamu cinta"
"Alif cuma cinta Salwa mi, gak ada yang lain. Tapi mas Furqon mengambil semuanya"
Alif menunduk sedih dan mbak Aisyah memukulnya kuat. Ibu Jihan juga mengusap beberapa kali rambut Alif yang sudah sangat panjang. 8 tahun yang lalu Alif mungkin seperti ini pada keluarganya. Berbanding jauhhh dari yang selama ini Zahra kenal. Alif yang Zahra kenal adalah orang yang mandiri, dingin dan kadang juga emosional. Tapi Alif yang ada dihadapannya adalah orang yang murah senyum, manja dan hangat!
"Dokter Zahra lama tidak terlihat disini" ucap dokter Tama masuk
"Zahra dokter om?"
Dokter Tama yang menangani Alif tersenyum kecil dan mengangguk ringan.
"Zahra ini dokter di IGD, linier sama kamu, om dan dokter Sarah. Istri aldo, kenal kamu kan?"Alif mengangguk "beberapa hari yang lalu Aldo yang mengenalkan"
Dokter Tama memeriksa kondisi Alif, beberapa kali melihat detak nadi dan tensi nya. Beberapa kali juga Alif di perintahkan untuk menarik dan membuang nafas Dengan pelan.
"Kapan Alif bisa pulang om?"
"Rindu kamarmu? Atau rindu is"
Ucapan dokter Tama terhenti, prof Reza sudah datang dengan suara agak keras sehingga semua keadaan menjadi sedikit lebih canggung. Zahra ingin berlama lama melihat Alif Disini atau bahkan menunggu di ruang tunggu tanpa sedetikpun meninggalkannya seperti dulu ia sakit, Alif menunggu nya. Tapi semua itu tidak akan pernah dilakukan nya. Tempat ini sekarang juga jadi tempat berbahaya mengingat Furqon jauh lebih menjijikkan.
"Saya permisi pamit prof!"
Prof Reza mengangguk ringan dan tersenyum paksa. Zahra sadar Alif melihat nya intens Tpi sungguh tak berani Zahra balas tatapan Alif.
"Assalamualaikum"
Zahra balik badan, berjalan kearah luar. Tangisnya tak terbendung. Air mata mengalir membasahi cadar abu nya. Sungguh tak kuat rasanya melihat Alif tak mengingat semua hal yang coba di perjuangkan bersama sama.
"Ra"
Tangisan kian deras, suara Sarah membuatnya kian menangis hingga pelukan hangat Sarah membuatnya bener bener hancur. Tak tau bagaimana bisa ia melihat sifat Alif yang tak di ketahuinya sebelum permasalahan besar itu ada. Rasa takut mulai menghampiri hati nya. Takut Alif sama seperti Furqon, takut Alif akan menjadi laki laki yang membuatnya terluka sangat dalam.
"Dia gak ingat aku, diaa dia jahaat! Dia tega ninggalin aku sendiri ngadepin semua masalah ini"
"Tau kamu sekarang Ra, kenapa Alif gak mau ketemu papi nya? Tau kamu apa yang Alif dapat saat dia ketemu keluarga nya? Sudah pernah Alif ingatkan bukan, sekarang kamu harus siap kehilangan Alif Ra"
Ucapan Aldo menamparnya kuat. Alif pernah mengatakan itu, mengatakan perkataan yang saat itu dianggap biasa saja.
"Alif udah nurutin mau kamu Ra, dia sudah berkumpul bersama keluarga nya dan bahkan Allah kasih bonus, dia gak ingat semua luka dan kesedihan nya selama delapan tahun terakhir ini. Allah baik padanya dan
Pada semua hamba nya."Tangis Zahra kian deras keluar membuat Sarah juga harus menangis sedih melihat sahabatnya terpukul. Kenyataan pahit di depan sana akan Zahra terima. Kenyataan pahit itu yang terus menemani hari hari Zahra kedepan nya.
"Zahra nya mas pasti bisa lalui ini." Ucap Iqbal sembari mengusap lembut kepala Zahra yang terbalut Khimar berwarna abu-abu.
"Dulu di tinggal Wira aja masih bisa kan melewatinya, masih bisa senyum, masih bisa beraktivitas."
Zahra diam sejenak, semua ini memang terjadi karena salah nya. Salah nya tak bisa memberikan Alif kesempatan. Salahnya yang terus menyudutkan Alif dan salahnya yang selalu menuruti semua ke keegoisan.
Alif sudah masuk sangat jauh dalam hidupnya, sudah menjadi kebiasaan ketika akan tidur melihat nya dan ketika bangun juga melihatnya. Aroma parfum Alif juga selalu menenangkan Zahra saat pagi hari. Ocehan Alif juga sudah jadi kebiasaan saat weekend datang, menemani Zahra bersantai dengan buku dan teh di balkon kamar.
Alif!
Dengan semua hal yang ada, semua waktu kebersamaan, semua tangis, semua tawa dan semua luka. Zahra sadar sekarang, sadar akan pentingnya Alif dalam hidupnya. Zahra sadar sekarang betapa berharganya waktu bersama Alif.
Namun, semua sepertinya sudah terlambat. Alif sudah kembali ke dunia nya sendiri. Ke dunia yang tak bisa Zahra sentuh lagi. Alif kini sudah nyaman bersama hal hal yang sering dilakukan nya, dulu. Tanpa Zahra dan semua kenangan tentang kehidupan rumah tangga mereka.
Kini, yang Zahra lakukan hanya bisa tersenyum pedih melihat Alif dari jauh tanpa bisa seperti dulu sedekat ia melihat alif. Kini, Zahra harus melepas Alif bersama keluarga nya dan merelakan keluarga kecilnya yang hancur berantakan.
Menyerahkah Zahra?
Iya! Menyerah demi kebaikan Alif. Waktunya Zahra yang berkorban demi Alif. Sudah cukup Alif berkorban. Kini Zahra yang akan gantian berkorban demi Alif. Demi semua kebahagiaan alif, walau rasanya sakit dan perih yang dirasakan. Zahra hanya berharap satu hal, semoga ia bisa tetap kuat tanpa Alif disampingnya. Semoga ia bisa bangkit seperti dulu Wira juga meninggalkan nya.
***
To be continue...
Next part
Happy reading..
KAMU SEDANG MEMBACA
Menghapus Jejak Luka [EDISI REVISI]
Ficción GeneralSetiap porosnya, kehidupan selalu menempatkan pada dua sisi. Bahagia dan terluka. Tentang Alif seorang dokter yang menyamar menjadi arsitek dan memilih pergi ke negeri sakura untuk menyembuhkan luka. Melebur dalam romansa yang tercipta untuk menikma...