Pagi ini Zahra tak bersemangat, duduk di ruang makan tanpa menyentuh makanan. Ia bersama umi sudah makan. Sesekali ia melihat kursi Abi biasa duduk. Sejak Alif tak ada, Abi juga jarang duduk dan berkumpul bersama mereka.
Semalam, setelah bertemu dengan Alif tak sengaja untuk yang kedua kalinya, Zahra luruh tak berdaya. Menangis sejadinya di dalam mobil dan dalam pelukan Sarah. Rasa sakitnya teramat dalam melihat Alif saja membuatnya ingin menangis. Ditambah perkataan kasar yang jelas keluar dari bibirnya pasti akan melukai Alif.
Pagi ini juga sama seperti pagi pagi lainya. Abi juga tak ada di sana. Di kursinya. Zahra menghela nafas, keluarga nya dulu tak begini kacaunya. Hanya karena seorang Alif keluarga yang paling buat nyaman kini berbalik membuat nya menderita sedih.
"Umi, Abi kemana pagi pagi udah gak ada dirumah" tanya zahra
"Katanya tadi ada urusan sebentar sayang, habis shubuh sudah berangkat"
Zahra mengangguk ringan dan segera bersiap siap berangkat ke rumah sakit. Ia diantar pak Asep. Di lobby rumah sakit ia bertemu dengan vani yang masih menatap nya jijik.
"Sok cantik banget sih Lo, sok suci. Munafik!"
Tiba tiba saja satu tarikan tangan membuat Zahra tersentak kaget. Sarah sudah menjambak Vani dengan kuat dan membuatnya terus meringis kesakitan. Sarah terus mengomel dan membuat Vani juga ikut mengomel. Zahra yang ada disana mencoba memisahkan keduanya. Kekuatan mereka sungguh luar biasa.
"Kak Aldo, bantuin" panggil Zahra dan Aldo langsung membuat Sarah dan Vini terpisah
"Lo semua sama, penjilat prof Reza. Supaya hidup Lo enak kan disini dapat gaji banyak dan manfaatin prof Reza."
"Bukan nya Lo yg penjilat. Menyukai Furqon seperti wanita murahan demi harta kekayaan prof Reza" balas Aldo tak mau kalah membuat Vini terdiam
"Dokter Vani keruangan saya sekarang juga. Aldo, Sarah dan dokter Zahra jangan kira kalian juga bisa bebas. setelah saya selesaikan urusan saya dengan dokter Vini. Kalian masuk ke ruang kerja saya. Paham!"
Suara itu. Suara prof Reza yang sudah datang bersama dengan para petinggi rumah sakit. Zahra menunduk sedih. Masalah ini ada karena dirinya. Dalam diam mereka melihat prof reza menghilang dalam lift.
"Ikut dengan ku sekarang" ucap Aldo menarik paksa Sarah dan Zahra mengikuti nya
Sarah berjalan terseok-seok mengikuti langkah lebar Aldo. Saat ini Sarah merasa Aldo sudah berubah sangat jauh. Hatinya meringis. Sarah tak pernah mendapat perlakuan seperti ini dan kini perlakuan kasar itu yang diterimanya.
"Stop!" Ucap Zahra tegas
"Berhenti disana, ini bukan urusanmu" Selak Aldo cepat
"Aku gak biarin kamu semena mena lagi pada Sarah."
"Dia istri ku. Aku berhak atas nya"
"Kalau kamu berhak atasnya. Bisakah kamu memperlakukan nya dengan baik. Sekalipun semarah apapun kamu. Jadilah yang baik kak"
"Jangan menceramahi ku Ra, kamu pikir sikapmu baik pada Alif."
Zahra tersentak kaget, mengedipkan matanya beberapa kali. Aldo sangat kasar dan sangat membuatnya sakit.
"Kenapa bahas aku! Masalah ku biar jadi masalah ku, sekarang kita bahas sikap kamu. Dimana hati nurani kamu sebagai suami."
"Lo gak mau ngebahas masalah Lo, terus kenapa sekarang Lo ikut campur masalah gue sama Sarah. Kalau gitu gue berhak dong mempertanyakan hati nurani lo sebagai istri, saat Lo membiarkan Alif sendirian, di apartemen kalian, tak memakan apapun."
Zahra tertampar semakin kuat karena ketidak tahuannya pada Alif yang tidur di masjid di malam dia pergi dari rumah dan tak memegang uang sepeser pun. Memang Zahra masih menyimpan ATM alif yang di berikan nya beberapa bulan yang lalu. tapi kenapa Alif tak datang kepadanya dan mengambil semua itu
"Bahkan dia pergi ke Jepang harus di bayari Raka karena tak punya uang!"
Zahra terdiam kaku, air mata sudah banjir di pelupuk matanya. Bahkan ia tak dapat melihat dengan jelas.
"Kamu tega buat Zahra makin hancur do. Kamu keterlaluan. Aku benci sama kamu"
"Terus kamu gak mikir gimana aku hancurnya saat kamu minta aku nikah lagi."
Zahra melihat Aldo dan Sarah. Mereka sudah menangis sejadinya sekarang. Menikah lagi. Ada permasalahan apa sampai Sarah meminta Aldo menikah lagi. Zahra tak tau apa pun sebagai sahabatnya.
"Kamu gak mikir gimana aku tersiksa karena permintaan kamu itu. Aku udah bahagia sama kamu sayang. Aku gak butuh orang lain lagi"
"Tapi aku gak bisa kasi kesempurnaan buat keluarga kita, aku gak bisa kasi kamu anak" ucap Sarah histeris.
Di ruangan Sarah mereka mengeluarkan segala macam permasalahan yang dihadapi. Satu persatu segala pertanyaan terjawab dengan sendirinya. Zahra tersentak kaget dengan kenyataan yang harus dialami Sarah dan Aldo. Hampir lima tahun menikah namun tak memiliki anak ternyata ada masalah pada rahim Sarah
"Buat aku kamu udah cukup. Kalau Allah kasih kita kepercayaan memilikinya maka syukur terucap. Jika tidak syukur juga yang terucap. Aku bahagia udah punya kamu, aku gak mau ada yang lain lagi dan buat kita kayak gini sayang. Aku mohon jangan paksa aku buat menikah lagi. Aku mohon sama kamu!"
Derai air mata Aldo kian banyak dan tangis Sarah kian pecah menyedihkan. Zahra juga demikian. Tangis dan kesedihan nya kian bercampur aduk.
"Dokter sudah di panggil prof Reza"
Zahra, Aldo dan Sarah bergegas berbenah, gak mungkin datang ke ruangan prof Reza dengan keadaan kacau habis menangis begini. Mereka berjalan bersamaan ke ruang prof Reza yang berada di gedung bagian selatan. Mereka bertiga juga berpapasan dengan vani. Raut wajahnya sedih. Apa mungkin skorsing masih berlaku sekarang.
"Silahkan masuk"
Sura itu jadi jawaban saat ketukan pintu terdengar. Terlihatlah prof Reza duduk di singgasana kekuasaan nya. Ar Rahman hospital. Jas dokter sudah di sematkan di kursi kebanggaan nya. Zahra menunduk. Tak ingin melihat prof Reza. Pertemuan terakhir nya dengan prof Reza membuatnya tak nyaman.
"Vani sudah menjelaskan semuanya. Bermula dari kabar putraku mengkhitbah dokter Zahra dan Vani yang menaruh rasa pada putraku kecewa karena cintanya tak terbalas."
Aldo menoleh pada Zahra yang masih diam tak ingin menjawab atau menyanggah.
"Namun putraku juga bernasib sama. Dokter Zahra tak menerima lamaran putraku. Alasan nya karena putraku di nilai tak baik akhlaknya"
"Maaf prof Reza, lancang saya memotong pembicaraan ini. Tapi yang ingin saya luruskan saat ini bukan hanya karena tak baik nya akhlak dokter Furqon, saya menolak dokter Furqon juga karena saya telah memiliki s-"
Suara ketukan menghentikan ucapan Zahra dan masuklah suster Heni. Suster yang terus membantu Zahra dalam melakukan tugasnya di rumah sakit ini.
"Maaf prof, dokter, sudah berani mengganggu, tapi ada keadaan yang harus saya sampaikan sekarang juga."
Semua menerka nerka apa yang terjadi. Prof Reza terus mendesak suster Heni untuk bicara. Namun karena nafasnya yang masih terputus putus habis berlari jauh membuat semuanya menunggu sabar daaaannn...........
.
.
.To be continue....
Next part..
Happy reading guys
KAMU SEDANG MEMBACA
Menghapus Jejak Luka [EDISI REVISI]
Fiction généraleSetiap porosnya, kehidupan selalu menempatkan pada dua sisi. Bahagia dan terluka. Tentang Alif seorang dokter yang menyamar menjadi arsitek dan memilih pergi ke negeri sakura untuk menyembuhkan luka. Melebur dalam romansa yang tercipta untuk menikma...