Zahra masih melihat lihat sampai habis tapi hanya gelengan yang diberikan. Alif yang sudah selesai hanya bisa pasrah melihat Zahra sama sekali tak tertarik dengan banyak desain yang ada di katalog tersebut
"Ahh kamu masak gak tertarik, gini mewah dan luar biasanya desain rumah. Aku aja liatnya udah sholawat supaya tercapai satu"
Zahra acuh dan berjalan ke lemari kaca dan meraih ponselnya yang berwarna rose kemudian sibuk disana meninggal kan Alif yang masih diam tak bergerak.
"Aku gak ngerti desain rumah bagus atau gak kak, aku cuma ngerti cara obatin orang. Udah!"
Alif tertawa dan menghampiri Zahra. Ia melihat Zahra yang masih sibuk pada ponselnya dari pantulan kaca rias besar.
"Kalau rumah aku nanti, aku cuma mau halaman hijau penuh keindahan bunga dan pohon. Desain nya gak penting. Mau berlantai dua atau gak juga gak masalah asal ada ruang terbuka untuk penghijauan"
Alif masih memperhatikan keindahan itu dari dalam mobil. Pagar tak terlalu tinggi dan bercelah menampakkan rerumputan hijau dan juga rumah berwarna putih.
Rumah ini memang terlihat sederhana, sejak Zahra mengatakan menyukai rumah yang memiliki ruang terbuka hijau, maka Alif terus menerus berusaha mewujudkan nya. Memakai jasa agen tanah untuk mencari tanah yang sesuai dengan keinginannya, Setiap hari setelah selesai bekerja Alif menyempatkan diri untuk melihat proses pembangunan nya. Bahkan ia sendiri yg menanam pohon besar, dan ia sendiri yg mendesain rumah ini.
Mobil Alif melaju mendekat ke pagar. Ia turun dan membuka pagar yang terkunci. Di sebelah kiri dan kanan terpampang jelas rumput tertata rapi dan cantik. Di tengah tengah ini sebuah jalan ber marmer putih cukup untuk jalan dua mobil yang di buat sampai di pintu utama rumah ini.
Alif sudah sampai di pintu utama. Asisten rumah tangga kepercayaan papi dan mami nya yang dulu berhenti kini ikut kembali bersamanya. Ia mencari kemana rumah bik Minah itu. Bersama Arsyad, seniornya waktu bersekolah di SMP negeri yang juga ia pekerjakan sebagai supir atau penjaga rumah ini.
"Selamat datang den Ali"
Sambut seorang paruh baya di ambang pintu. Alif tersenyum lebar dan memeluknya erat sekali.
"Mana non Zahra nya den kok gak di bawa kesini?"
Alif tersenyum kecil dan membawa bik Minah memasuki rumah itu hingga ke pantry dan duduk disana?
"Bibik masakin spageti yahh"
Alif mengangguk kuat dengan senyuman lebar. Ia mengambil jus jeruk di kulkas dan menuangkan nya di gelas tinggi.
"Kok dari dulu itu kerjaan nya meneng aeee toh den, kalok ada apa apa itu mbok yo ngomong tohh. Biar di cari solusinya sama sama. Bibik tuh kadang bingung sama Aden. Dari kecil itu jarang terlihat sedih, nangis. Senyum aja, ketawa aja. Bibik yang nangis liat Aden dimarahi tuan tapi tetep senyum, tetep sopan."
Alif terkekeh geli, dulu waktu kuliah ia juga selalu melihat pemandangan seperti ini. Bik Minah yang memasak sambil bawel tak berkesudahan. Tapi Alif jadi bahagia setiap kebawelan nya mengandung humor yang sangat membuatnya rindu. Selain dengan mami dan mbak Aisyah, bik Minah lah yang selalu bersama Alif dulu.
Bahkan pernah suatu ketika kecil, Alif di marahi habis habisan karena ketahuan mengambil mangga bersama teman nya dari pohon tetangga, Alif di kunci di kamar dan tidak boleh keluar selama seminggu.
Pernah juga saat ada acara dengan kolega di rumahnya, furqon melarang Alif keluar. Ia dikunci kitchen set di dapur dan karena kelelahan ia tertidur sampai di temukan bik Minah yang panik karena tak melihat pergerakan Alif. Hingga papi nya harus membawanya kerumah sakit dan Dokter katakan Alif anak yang kuat bisa bertahan di keterbatasan udara yang masuk.
"Melamun terus, mikir Opo toh den"
"Mikir dulu, ali nakal nya luar biasa yah bik. Nyolong mangga, tidur di kitchen set, kalau habis di marahi papi Ali naik ke atap rumah."
Bik Minah tersenyum lembut sembari merangkul pundak alif, mengusapnya pelan dan juga menepuk nya.
"Kangen kan sama suasana rumah?" Tanya bik Minah dan Alif terdiam tak merespon
"Pulang den! Sudah waktunya pulang kerumah bersama wanita yang paling Aden cintai. Temui nyonya."
"Ali makan dulu bik, Udah gak tahan sama aromanya." Ucap Alif menggulung satu putaran spageti di garpunya
Bik Minah tersenyum kecil melihat anak majikan nya yang dulu kecil dan imut kini sudah besar dan gagah. Bik Minah tau memang bahwa Alif selalu menghindar jika itu tentang keluarganya. Tentang istri nya. Bawang bombai yang menggoda nya melahap dengan nikmat seperti kecil dulu.
"Alif takut kalau Alif ketemu mami. Mas Furqon buat Zahra dalam bahaya atau papi yang buat masalah semakin rumit bik. Jdi Alif tunggu sampai waktu yang tepat."
Setelahnya tak ada pembicaraan Alif langsung ke kamar utama dan tidur miring. Melihat pemandangan luar yang hijau dari jendela kaca yang tebal transparan jika dilihat dari dalam dan gelap jika di lihat dari luar.
Beberapa kali ia mencoba menghubungi Zahra tapi tetap tak di perduli kan. Zahra menolak panggilan ponsel Alif dan membuatnya semakin uring uringan di sini. Jika kembali ke rumah sakit lagi, ia takut akan mengambil resiko besar yang membuat semuanya menjadi semakin berantakan.
Alam mimpi pun membuat nya melupakan sejenak perihal perasaan yang tak mengenakkan. Membuat nya kembali enjoy dan rilex dalam tidurnya hingga ke esokan hari tubuh nya terbangun dalam keadaan segar. Tapi tidak pikiran nya yang terus tertuju pada Zahra.
Pesan apapun yang dikirimnya tak mendapat perhatian dari Zahra. Telfon nya juga tak di jawab dan Alif harus bertemu hari ini juga dengan nya. Apapun resiko nya dan bagaimana pun caranya. Ia ingin bertemu dengan Zahra.
Baru saja keluar kamar dengan rapi, bik Minah langsung menyambut Alif yang sedang buru buru. Ia memohon maaf karena harus segera pergi tapi bik Minah tetap memaksanya untuk sarapan. Alif terpaksa harus tetap tinggal disini, sarapan bersama bik Minah yang sudah masak enak sekali.
"Mikirin non Zahra terus den?" Tanya bik Minah dan Alif mengangguk
"Pertama ketemu tuh dia dingin bik, gak mau di lihat lebih dari tiga detik dan Alif nakalnya selalu curi curi kesempatan untuk bisa liat dia"
Bik Minah tertawa ringan dan Alif kembali melanjutkan ceritanya sambil makan pancake honey sauce yang sering sekali menemani sarapan nya dimana pun.
"Awal masa pernikahan bik paling berat. Alif masih menutup diri dan Zahra juga, ditambah masalah masalah kecil yang tak bisa di cegah datang. Salah kita juga sih bik karena komunikasi yang buruk."
"Semua berproses den, bahagia juga begitu, proses nya panjang. Ada air mata yang jatuh, hari yang menyedihkan dan bahkan ada yang kecewa teramat dalam. Tapi percayalah setelah semua itu terlewati dengan solusi yang tepat maka kebahagiaan yang dtang"
"Kita juga tau kan bik kalau gak ada yang abadi di dunia ini. Semua berganti menjadi warna warni yang terus mengisi kehidupan bersama ruang waktu."
***
T
o be continue...
Next part...
Happy reading guys..
KAMU SEDANG MEMBACA
Menghapus Jejak Luka [EDISI REVISI]
Ficción GeneralSetiap porosnya, kehidupan selalu menempatkan pada dua sisi. Bahagia dan terluka. Tentang Alif seorang dokter yang menyamar menjadi arsitek dan memilih pergi ke negeri sakura untuk menyembuhkan luka. Melebur dalam romansa yang tercipta untuk menikma...