empat puluh lima

111 6 0
                                    

Zahra berlari kencang dari gedung selatan ke gedung barat. Tak perduli lagi urusan nya dengan prof Reza. Yang sekarang di pedulikan nya adalah seseorang yang sangat disayanginya. Kaki lelahnya tak di perduli kan. Berkali kali jatuh karena ter pijak gamisnya sendiri tak membuatnya berhenti berlari sedetik pun. Ia terus berlari sampai apa yang di katakan suster Heni tadi.

Dengan tergesa gesa Zahra mencari ruang 265. ICU! Ia melihat seluruh papan nomor kamar yang tersedia. Di lorong sunyi ini, Zahra melihat seseorang berdiri dengan cemas. Seseorang yang sesekali melihat kaca besar di depan nya. Zahra berjalan pelan. Linglung dan tak berdaya. Air mata sudah berjatuhan.

Alif! Lelaki itu menyambut Zahra dengan tangis juga. Ia meraih tangan Zahra dan di tepis kasar. Hari ini Zahra benar benar hancur berkeping. Zahra terus berjalan mendekati kaca besar ruang ICU. Terlihat Abi nya di pasangi berbagai alat. Alat pendeteksi jantung, selang oksigen dan di paru paru nya ada satu alat yang Zahra sebagai dokter juga tak mengerti.

Tangisnya kian pecah. Berkali kali ia memanggil Abi dan terus mencoba masuk. Tapi suster melarang nya. Zahra pasrah di luar sini. Melihat abinya gak berdaya. Air matanya sudah kering sekarang.

"Ra" panggil Alif

Namun Zahra tak melihat Alif. Ia semakin benci dengan lelaki ini. Karena nya semua menjadi seperti sekarang.

"Aak.. ak.. aku tad... Tadi me"

"Aku ingin menggantikan posisi abi. Bisa kah kamu mengulang saat menabrak Abi. Biar aku saja yang tertabrak dan aku yang berada di dalam sana"

Tangis Zahra kembali bertambah deras. Alif meraih tangan nya dan mencoba memeluk zahra. Menenangkan Zahra yang sangat terpukul. Namun Zahra memberontak dan beberapa kali menampar Alif kuat. Ia menatap Alif nyalang. Memukuli dada bidang Alif dan terus begitu. Alif makin mengerahkan tenaganya untuk memeluk zahra dan meredam segala emosi Zahra.

Aldo dan Sarah yang sudah berada disana kian bersedih melihat Alif dan Zahra sudah terpekur dilantai. Alif menahan tubuh limbung Zahra dan menuntun nya duduk di kursi yang di sediakan. Raka yang menemani Alif sejak tadi memberikan minum dan Alif memberikannya pada Zahra yang mulai tenang.

Alif menahan tangis nya, melihat Zahra seperti ini. Ia menahan rasa sedihnya saat wanita nya se begini hancur. Tangisnya pecah terisak menyedihkan. Berkali kali memanggil abi dan terus begitu

"Ra, Zahra. Kamu tenang dulu. Jangan buat aku khawatir.  Abi pasti sembuh. Abi kuat Ra. Kita harus banyak doa"

Zahra menepis kasar tangan Alif, dia menatap jijik Alif dan terus saja menyalahkan Alif. Tak berapa lama Iqbal datang dengan terburu buru bersama umi. Lagi lagi Alif yang menjadi bulanan ke ngerian emosinya. Beruntung Raka sempat lindungi Alif.

Tangan Raka sudah mengepal di hadapan dada bidang Iqbal. Menahan pergerakan Iqbal yang bisa bisa membahayakan Alif yang sudah tak berdaya. Alif duduk di lantai dan terus mengusap bibirnya yang mengeluarkan darah dan sebelah matanya yang juga mengeluarkan darah lagi.

Umpatan demi umpatan di terima Alif. Sebagaimana dulu ia di hina dan di cemoh oleh Iqbal. Sudah biasa rasanya menerima perkataan dan perlakuan kasar sampai ia tak bisa berbuat apa apa. Namun raka yang sangat emosi sekali Alif di zolimi begini.

"Sama aja Lo sama mbak Zahra. Gak tau cerita nya gimana tiba tiba main hakim sendiri. Bajingan Lo"

"Lo yang bajingan. Nabrak bokab gue gak tanggung jawab. Gue bunuh Lo kalau sampai bokab gue kenapa napa, gue sendiri yang bunuh Lo"

Alif berdiri menahan Raka untuk gak balik menghajar iqbal yang masih emsosi

"Kalau aja bukan karena Alif, Abi udah gak ada. Alif melakukan pertolongan pertama yang tepat. Lo tau! Abi mengalami cedera tulang leher. Tulang rusuknya patah dan terjadi penggumpalan darah dalam paru parunya. Saat ini kita menunggu kesepakatan dokter bedah umum dan ahli neurologi. Mereka sedang berdialog di dalam untuk keputusan yang terbaik."

Menghapus Jejak Luka [EDISI REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang