Alif tersentak bangun saat sebuah tangan menepuk wajahnya berkali kali. Ia mengucek matanya dan menggaruk kepala. Lalu duduk dan kembali terpejam. Iqbal tertawa kecil, mirip sekali dengan adiknya saat mengantuk, di bangunkan sholat shubuh waktu kecil. Dia tersenyum sembari mengusap kepala Alif, juga duduk di samping Alif.
"iPad Lo jatuh lif"
Alif langsung terperanjat kaget, membuka matanya lebar lebar dan berdiri melihat kebawah. Namun tak ada Ipad-nya, ia menoleh kesamping dan mendapati Iqbal sudah menggoyangkan Ipad-nya sembari tertawa. Gazebo rumah Abi sangat dingin membuatnya jadi terlelap. Sudah mau Zuhur, Alif ketiduran disini.
"Giliran iPad aja Lo baru kan bangun."
Alif duduk lagi dan merampas Ipad-nya dari tangan Iqbal.
"Gak lucu Lo"
"Siapa yg bilang lucu, gue lgi gak ngelawak kok."
Alif mengusap wajah nya, ia melihat malas Iqbal yang masih juga menertawainya.
"Kok tidur sini Lo?"
"Gue nge check desain sambil Natar Raka biar paham dan kalau di kamar di gangggu Zahra"
Iqbal mengangguk ringan, dan Alif tersenyum kecil kemudian pamit.
"Dasar Lo" teriak Iqbal yang tak di tanggapi Alif yang terus melangkah lebih jauh lagi.
Tangga demi tangga di naiki Alif. Ada perasaan takut memasuki kamar Zahra. Ia ingin lari sebenarnya. Ingin pergi dan tak bertemu lagi dengan Zahra. Tapi hatinya mulai diisi oleh wanita egois itu.
Dibukanya pelan pintu kamar yang tadi ia tinggalkan dengan amukan api amarah. Dengan basmalah ia berani membuka nya. Pemandangan luar biasa itu membuat hatinya teriris perih.
Zahra sudah tertidur menyamping dikarpet tempat ia biasa tidur. Gamisnya tersingkap sedikit dan menampakkan betis kaki yang putih bersih. Alif menarik selimut dan menyelimutinya. Kemudian mengambil posisi seperti zahra, karpet ini, melihat Zahra lebih dekat dan lebih lama. Ia tersenyum kecil, wanita ini sudah banyak sekali membuat nya menjadi semakin berantakan dan bahagia Secara bersama. Dilihatnya intens Zahra dan menemukan bekas air mata di sudut matanya. Alif tersenyum kecut, selama ini Alif belum pernah melihat Zahra menangis di hadapannya. Kecuali saat Wira meninggalkan nya di hari pernikahan itu.
"Maaf! Aku Belum bisa jadi yang terbaik untuk kita. Maaf! Untuk semua pesakitan yang kamu rasakan. Maaf! Aku udah gagal" ucapan Alif tersendat dan Zahra membuka matanya. MengerjapKanya beberapa kali.
Alif terperanjat kaget, memalingkan wajahnya dan mengedipkan berkali kali matanya. Ia kemudian bangun dari tidur nya dan duduk memeluk lutut. Alif merasakan Zahra juga ikut duduk. Kemudian ia merasa tangan Zahra sudah berada di pundak kanan nya. Alif bangkit dan memasukkan iPad nya di tas.
"Sudah mau Zuhur, bersiaplah." Ucap Alif dan Zahra mengangguk ringan. Meletakkan selimut di tempat tidur.
"Aku pamit pulang"
Zahra diam, tak menjawab. Alif memakai jaket dan ransel birunya. Kemudian berjalan ke pintu dan membukanya
"Assalamualaikum" ucapnya sembari menutup pintu
"Tak bisakah kita bicarakan lebih dulu?" Tanya Zahra membuat Alif menghentikan gerakan nya menutup pintu.
"Tentang?"
"Kita" ucap Zahra membuat Alif membuka lagi sedikit lebih besar pintu kamar Zahra
"Tentang kita atau tentang perasaan kamu pada Wira yang masih terus hidup"
"Kak,"
"Kenapa? Baru sadar kamu bukan cuma aku aja yang salah disini"
"Udah kenapa sih? Terus salahi aku. Iyaa aku salah. Aku yang buat semua ini ada. Aku yang buat kamu jadi begini. Puas kamu! Semua salah aku!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Menghapus Jejak Luka [EDISI REVISI]
Ficción GeneralSetiap porosnya, kehidupan selalu menempatkan pada dua sisi. Bahagia dan terluka. Tentang Alif seorang dokter yang menyamar menjadi arsitek dan memilih pergi ke negeri sakura untuk menyembuhkan luka. Melebur dalam romansa yang tercipta untuk menikma...