tiga puluh enam

113 6 0
                                    

Alif masuk kedalam ruangan kerjanya. Ia sudah menyusun beberapa buku yang akan di bawa pulang ke Jepang. Ia melihat banyak tumpukan kado yang masih rapi. Zahra memang tak Sudi menginjakan kakinya di ruangan Alif. Beberapa kali Alif mengedarkan pandangannya, tiga hari. Tiga hari lagi ia disini, melihat Abi, umi, mas Iqbal dan bahkan Zahra. Hanya tiga hari, ia punya kesempatan untuk mempersiapkan semua hal tentang Zahra.

Sesampainya di apartemen, Alif tak menemukan siapapun. Ia duduk di sofa dan menarik nafas dalam. Di pijatnya pangkal hidung yang terasa penat. Lalu mulai memaksakan diri memejam, ada waktu sekitar 2 jam lagi sebelum berbuka puasa. Ia gunakan untuk tidur karena semalaman ia tak tidur dan makan apapun.

Alif tersentak bangun tengah malam. Tubuhnya pegal karena posisi tidur yang tak nyaman. Dari tempatnya ia melihat sepasang sepatu Zahra berada di samping sepatu nya. Ia kemudian pergi membasuh wajah nya dan segera keluar mencari makan untuk berbuka dan sekaligus sahur. Tega sekali Zahra tak membangunkan tidurnya.

Alif menaiki motornya dan pergi dari sana. Mencari makan yang ia inginkan. Meminum kopi sepuasnya tanpa Zahra tau, atau bahkan mencoba rokok untuk membuat nya sedikit saja lupa.

"Sejak kapan Lo suka rokok?"

Alif terkejut, Aldo sudah di depan nya. Sarah juga. Alif menghela nafas berat dan mulai meminum kopi di Tumbler yang di belinya.

"Tengah malem kenapa Lo masih keliaran kayak kelaparan"

"Emang gue laper" jawab Alif seadanya

"Mana Zahra"

"Di apartemen lah, tidur dia kan besok harus kerja nyiapin sahur"

"Kalau sampai Lo buat Zahra kecewa dan terluka, gue yang akan bunuh Lo" ucap Sarah

Alif melihat Sarah dan Aldo yang sudah menjauh darinya, hembusan nafas kembali terdengar dan begitu berat sekarang beban nya. Satu tepukan membuat Alif menoleh dan menemukan Aldo juga bersama Sarah

"Gue sadar sih, ada yg gak beres sama hubungan Lo dan Zahra. Banyak hal yang buat gue berpikir begitu. Terutama waktu tangan Lo ke sayat pisau. Seenak jidat aja Lo ngigau Salwa dan buat Zahra bertanya tanya hingga masih banyak lagi hal lain nya yang hanya Lo dan zahra yg tau"

Alif mengusap wajahnya pelan dan Melihat Aldo seriuss " gue titip Zahra, lusa gue Balik ke Jepang. Kontrak gue udah selesai disini"

"Dan Lo gak perlu khawatir, karena gue akan mati dengan sendirinya. Lo gak perlu ngotori tangan Lo buat bunuh gue. Rasa bersalah yang akan bunuh gue perlahan lahan"

***

Alif sudah siap dengan 3 koper besar. Ia juga sudah memohon pamit lebih dulu pada keluarga zahra, sekaligus menyerahkan Zahra pada keluarganya. Ia memilih penebangan terakhir agar tak ada yang mengantarkan nya. Biar ia sendiri yang terbang bersama rasa sakit karena sebelah sayapnya patah tinggal di kota ini.

Sementara Zahra tak tau kapan Alif berangkat, ia menghempaskan tubuh lelahnya di sofa, hari ini sungguh lelah sekali, lelah pikiran, lelah hati dan lelah semua. Rasanya Zahra ingin menangis sejadinya. Ia memeluk bantal sofa, harum semerbak aroma alif. Lagi lagi mengingatkan nya. Semua tentang Alif selalu membuatnya seperti terhipnotis. Waktu, bergeraklah cepat. Ia ingin semua permasalahan ini selesai cepat.

Ditempat lain, Abi diam diam menyusun rencana untuk mempertemukan Alif dan Zahra agar permasalahan ini cepat selesai. Abi meminta bantuan Iqbal dan beberapa orang kepercayaan nya. Saat ini Abi juga tahu keberadaan Alif. Abi tau ada masalah yang membuat Alif harus pergi ke Jepang lebih cepat.

Sudah sangat percaya dan menyayangi Alif membuat Abi harus melakukan sesuatu untuk menyelamatkan pernikahan mereka. Pernah di posisi Alif membuat Nabil percaya laki laki itu sangat mencintai anaknya. Sekalipun banyak yang berpendapat dia mencintai tania. Gak mungkin Alif rela melepas kontrak miliaran dolar dan akan menjadi pengangguran kalau bukan karena Zahra.

Menghapus Jejak Luka [EDISI REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang