tiga belas

94 9 0
                                    

Suasana pesta kian malam kian ramai. Banyak kolega dri orangtua Zahra berdatangan. Alif terpaksa berakting senyum padahal kakinya sudah pegal sedari tadi. Sesekali ia juga melirik Zahra yang matanya terlihat sayu tak bersemangat.

Hembusan nafas berat ia lepaskan pelan dan tanpa disadari. Ia mengusap pelan wajahnya. Sejak Berjam jam berdiri disini, ia dan Zahra tak berbicara sepatah kata pun.

"Kenapa lama sekali sih, aku sudah lemah berdiri disini."

Omelan Alif tak juga membuat Zahra melihatnya atau bahkan meliriknya sedikit saja. Alif menghela nafas. Mungkin hubungan pernikahan nya tak seperti Sarah dan Aldo atau bahkan Iqbal dan Nissa atau bahkan tak sebahagia mertuanya.

"Zahraaaa"

Teriakan kecil yg menyadarkan Kembali Alif dri dunia khayalnya. Ia melihat seorang wanita ber khimar lebar dan panjang cipika dan cipiki dengan Zahra, Alif melirik sedikit dan melihat lengkungan di mata Zahra. Dia tersenyum, tpi Alif tau itu senyuman palsu. Alif tau hatinya menangis Sekarang. Laki laki yg dicintainya meninggalkan hari pentingnya. Alif tau seperti apa rasanya.

"Wira tampak lebih tampan sekarang Ra, dia mungkin perawatan sebelum pernikahan ini" celetuknya kecil

"Dia bukan Wira, tpi Alif!"

Ada keterkejutan yg Alif lihat dri wajah wanita itu. Alif memalingkan wajahnya pura pura Tdk mendengarkan obrolan mereka

Hingga acara selesai jam sepuluh malam, Alif baru bisa duduk delosor dibawah, kakinya masih pegal. Hanya tinggal keluarga saja yg berada di gedung itu. Zahra sudah berada didalam, Alif tak tau didalam mana yg jelas ia disini sejenak menyiapkan mental untuk menghadapi semua ini.

"Sendiri aja, mana istri Lo"

Alif dikejutkan  oleh suara yg membuat nya masih kesal. Tak menggubris ucapan aldo, Alif terus memijit sendiri betis nya.

"Gue ngomong sama Lo keranjang bola. Lo ahh begitu banget sama gue. Gue kan gk sengaja waktu itu Al, Lo Bayangi aja Sarah gdk kabar dan tau tau dia udah di rumah Zahra. Gue nyarikin dia udah lama banget Lo ngerti kan perasaan gue."

Alif mengalahkan egonya sendiri, ia mengangguk dan Aldo memeluk nya eratt

"Gue ngerti posisi Lo, tpi  bukan berarti Lo bisa lampiasin seenak jidat sama orang yg gk tau apa permasalahannya. Gue tuh korban do korban." Kata Alif seolah mendramatisir keadaan

"Muka gue gk imut lagi gegara Lo. Dasar Lo buat onar." Lanjutnya

Aldo memasang ekspresi menjijikan dan Alif tertawa bahagia. Tawanya lepas sekali walau hatinya sedang acak acakan.

" Kak, dipanggil Abi dan umi"

Alif dan Aldo menoleh kompak ke sumber suara. Alif mengangguk sejenak. Zahra langsung pergi meninggalkannya dan aldo.

"Sono Lo, dipanggil mertua wkwkwk" ledek Aldo membuat jantung Alif kian berdebar kencang.

Di sofa berwarna coklat milik auditorium hotel bintang lima ini, Alif duduk dengan gelisah. Di sampingnya yg berjarak Zahra sudah duduk dengan manis. Nabil belum juga kelihatan dan kian membuatnya resah tak karuan.

"Kalian pulang kerumah Abi kan?"

Alif telonjak berdiri. Ia menunduk sejenak dan diam seribu bahasa. Ia mencuri pandang dengan zahra meminta untuk dia yang menjawab pertanyaan ini. Tpi Zahra diam juga

"Abi gimana sih, yah pulangnya kerumah al-"

"Abi sama umi usir Zahra dari rumah?" Selak Zahra cepat, suaranya menahan tangis. Alif menolehkan pandangannya melihat jelas mata Zahra berkaca kaca.

Menghapus Jejak Luka [EDISI REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang