tiga puluh satu

127 8 0
                                    

Zahra merasakan sesak mendengar pembicaraan Alif dan pak Helmi. Seakan hatinya terasa begitu berat mengetahui Alif akan pergi ke Jepang dan meninggalkan nya. Wira! Semalam Wira yang membuat Alif seperti ini dan Zahra semakin membencinya. Namun yang menjadi pertanyaan nya, mengapa Alif tak mengatakan apapun tentang Wira. Saat Alif bertengkar dengan Wira di depan apartemen atau saat semalam Wira hampir membuatnya mati karena kehabisan darah.

"Alif, jadi berani! Jangan pengecut. Jangan jadi pengecut dan membiarkan istrimu menderita." Ucap om Helmi emosional dan membuat Alif menunduk dalam

"Alif cuma mau Zahra bahagia om, walau Alif harus jatuh ribuan kali dan merasakan sakit jutaan kali" ucap Alif lirih melihat kepergian om Helmi

Langkah kaki sudah terdengar dan Zahra balik ke pantry. Ia mengaduk aduk buburnya sembari pura pura melamun. Ia tau Alif sudah berada di sebelahnya dan tersenyum.

"Kok melamun!" Ucap Alif membuat Zahra melihatnya

"Habisin, emang sih bubur ini gak seenak nasi uduk. Tapi buat kenyang daripada sandwich" ucap Alif sembari meneguk kopinya

"Masih ada jarum ditangan udah berani minum kopi. Kayaknya kamu gak bego bego amat buat tau cara kerja kafein dalam tubuh."

Alif tersenyum kecil "arsitek itu kebanyakan suka kopi dan rokok. Tapi aku gak suka rokok. Sukanya kopi"

"Kalau kamu berani merokok awas!"

Alif tertawa dan meraih tangan kanan Zahra. Di genggam nya. Zahra tersentak kaget, ia menegakkan duduknya. Pertama kali Alif menyentuh nya intens. Pertama kali mendapat sentuhan Alif, jantung Zahra gak sehat. Detakan nya kian bertambah cepat.

"Pertama kali genggam tangan akhwat. Rasanya begini yahh" ucap Alif dengan senyum dan candaanya

"Bukan Tania pernah kamu genggam juga?" Ucap Zahra sembari mencoba melepaskan genggaman tangan Alif

"Iyaa, pernah. saat kami syuting iklan arloji merk bren ternama di jepang dan Rasanya beda. Gak membuat jantung ingin lompat begini"

Zahra menatap Alif yang juga menatap nya. Alif tersenyum lebar dan membuat zahra lama menatap nya. Alif merasakan yang sama pada apa yang di rasakan nya. Allah! Pertanda apa ini.

"Aku cuma mau kamu bahagia Ra. Janji sama aku kamu akan bahagia." Ucapan Alif mengingat kan nya pada percakapan tadi.

"Kalau aku bilang aku bahagia sekaligus sedih, apa yang kamu lakukan?"

"Aku bertanya apa yang membuat mu menjadi sedih? Lalu... Aku musnah kan dari dunia ini"

Zahra melihat Alif lekat. Tak tau mengapa iris abu nya sangat membuat nya deg degan. Alif balik melihat nya dengan senyuman manis semakin membuat Zahra takut

"Yang buat aku sedih itu sifat kamu, bukan kamu. Sifat kamu yang gak jelas dan gak terbuka."

Alif menggenggam erat tangan Zahra. Ia ingin Zahra merasakan bagaimana rasanya menopang kekuatan satu sama lain. Alif menunduk dalam.

"Tapi aku juga sedih dan benci liat diriku sendiri yang tidak tahu diri. Membenci kamu yang menyimpan foto Tania sedang aku masih menyimpan rapi mas wira di hati"

Ada isakan lolos dari bibir Zahra. Alif memeluknya, memeluk Zahra yang masih menangis terisak. Ia melirik foto dirinya dan Tania yang tempo hari ia dapat setelah membongkar seluruh isi apartemen karena mencari sesuatu.

"Ssssssttttttt Ra"

Alif menenangkan Zahra yang menangis kian menyedihkan. Alif menenangkan dirinya juga yang ikut terbawa suasana. Ia takut akan menangis juga bersama Zahra.

Menghapus Jejak Luka [EDISI REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang