Gagal.
Gugur.
Hancur.
Satu kata yang menceritakan sebuah pernikahan yang seharusnya mengesahkan Yoona dan Ichang menjadi pasangan suami istri. Hanya tinggal tiga detik lagi jika Ichang sukses menyelesaikan lafal qabul sebagai ikrar perjanjiannya maka Ichang sah menjadi suami Yoona. Ketika seharusnya Yoona duduk di kursi pelaminan, ruang tunggu rumah sakit harus menjadi tempatnya menunggu menantikan bagaimana kondisi Mamih saat ini.
Kebaya dan siger ala pengantin Sunda masih melekat di tubuh Yoona, baju adat pengantin yang seharusnya dipakai berhiaskan sukacita menjadi ratu sehari hanya menjadi baju pengantar Mamih yang harus dilarikan ke rumah sakit saat ini. "Pak Yunho!" Dokter memanggil kepala keluarga Kusuma, "Iya dok?" Keringat dingin dan wajah memucat menandakan Papih sedang resah lebih dari keresahan yang terjadi bulan lalu.
"Kami tidak bisa menangani istri anda lebih lanjut, Bu Boa butuh ruang steril yang benar-benar tidak ada gangguan dari orang lain,"
"Kami menyarankan Bapak untuk membawa Bu Boa berobat di Singapura agar pengobatannya lebih intens." Tenaga medis di negeri sendiri tak bisa menyelesaikan masalah penyakit Bu Boa, ini harus segera dipikirkan oleh Yunho sebagai kepala keluarga, soal kesepakatan bagaimana jalur pengobatan terbaik untuk Mamih.
Apa mungkin ini bisa menjadi celah untuknya berlari dari penjara suci yang mengikatnya? Oh tidak mungkin, justru karena Mamih semakin kritis, ada banyak kemungkinan besar Mamih akan mempercepat terjadinya pernikahan ini. Kembali dokter mendatangi Pak Yunho, dokter mengatakan bahwa Bu Boa ingin bicara dengan suaminya, ruang itu pun hanya bisa dijenguk oleh satu sampai dua orang saja, maka Pak Yunho hanya ditemani Yoona seorang tanpa anak-anaknya yang lain.
***
"Pih..." Suara Mamih sangat lemah, lemah tak seperti Mamih yang segar dan energik lagi. "Iya Mamih, Mamih sabar ya setelah ini Papih janji Papih bawa Mamih ke Singapura biar Mamih bisa berobat lebih baik dari sekarang." Papih memang setia menemani Mamih, ia mengusap tangan istrinya lalu mencium tangan yang kini kurus dan pucat.
"Enggak perlu..."
"Gak perlu kamu bawa aku ke Singapura Mas,"
"Sayang kamu kan pengen lihat Yoona nikah, kamu harus sembuh sayang."
"Gak Pih,"
"Mamih cuma pengen bicara sama Yoona."
"Kak... Mamih pengen bicara sama kamu." Papih memanggil Yoona dengan suara sendu, ketika itu juga Yoona langsung mencium tangan Mamih mengikuti kesenduan Papih. "Kakak..." Lirih suara Mamih terdengar seperti hanya sebuah bisikan, tapi memang Mamih sedang bicara dengan suara yang lemah diujung nafas.
"Mamih gak mau kamu terbebani karena Mamih, kamu berhak bahagia Kak...kamu berhak bahagia...kalau kamu bahagia...Mamih pasti akan..." Ketika kalimatnya hanya tersisa satu kata, Mamih terasa seperti sedang kesakitan sendiri hingga satu kata terakhir dia ucapkan, "Kamu harus..."
"Ba..."
"Ha..."
"Gi...a..."
Kata yang tersendat diakhir itu ternyata kata terakhir yang bisa Mamih katakan di akhir embusan nafasnya. Kata 'bahagia' terucap di detik terakhir sebelum Mamih berhenti bernafas, menutup mata untuk selamanya. "Mih...Mamih..." Tak ada lagi detak jantung yang terdeteksi oleh elektradiogram yang kini hanya melayarkan garis lurus.
"Waktu kematian pasien pukul 11.00."
"Mamih sudah pulang..."
Pak Yunho keluar dari ruangan, mengabari dua anaknya yang menunggu di luar mengatakan kini Mamih, istri dan ibu dari anak-anaknya telah pulang melepas rasa sakitnya bahkan sebelum mengatakan Mamih harus dipindahkan ke luar negeri demi mendapatkan perawatan yang lebih baik. Mamih menolak karena ternyata dia lebih direstui untuk pulang daripada pergi dengan rasa sakitnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BRONIS (Brondong Manis) (iya ✖ osh)
Fanfictiongue sayang sama lo kak -Sehun sorry, gak doyan brondong apalagi sepupu sendiri -Yoona Hidup Yoona berubah ketika Sehun, sepupunya numpang tinggal di keluarganya. +retjehh +bahasa non baku +lokal