Empat: Beautiful Smile

869 54 41
                                    

   Musik: Peder B. Helland-Always

Selamat membaca 😊😊

Paginya, Lin sudah memulai aktivitasnya kembali dan sekarang dia sudah ada di dekat Tuannya menemani sarapan. Lin berdiri beberapa jarak dari lelaki itu. Seperti yang sudah sering dia lakukan sebelumnya. Lin menundukkan wajahnya, menghindari tatapan Tom yang beberapa kali mencuri pandang ke arahnya.

Masih Lin rasakan jelas nyeri di keningnya. Semalam, dia tiba-tiba saja saat sedang tertidur nyenyak jatuh dari kasur tidur. Bahkan parahnya, keningnya berbenturan langsung dengan lantai berkeramik di kamarnya.

"Kamu kenapa menunduk terus seperti itu?" tanya Tom. Lin terkesiap. Dia masih menunduk. Rasanya malu memperlihatkan kening yang kini benjol itu.

"Selain bodoh kamu juga budeg ya? Hah!" Tom menatap jengah. Gadis yang dia tatap bukannya menjawab malah asyik menunduk.

"Hei!" bentak Tom. Kesal dia karena Lin malah diam saja saat di tanya.

"Eh iya Tuan." Lin mendongak. Dia kini menatap lurus lelaki itu.

Betapa kesalnya Lin saat mendapati Tom malah tertawa terpingkal sekarang. Padahal Lin tidak sedang beraksi komedi.

"Kenapa Tuan tertawa?" tanya Lin heran. Dia sesekali mengusap keningnya.

"Kening kamu kenapa? Habis ciuman sama tembok?" ejek Tom. Dia sampai susah menjeda tawa yang dia keluarkan.

"Saya jatuh dari kasur tidur semalam Tuan." Balas Lin agak malu-malu.

"Tahu rasa!" timpal Tom dengan penuh penekanan.

"Itu akibat kamu tidak menuruti perintah saya! Kualat kamu!" lanjut Tom berkata begitu tegas.

Lin meremas rok samping kanan dan kirinya. Rasanya sangat kesal mendengar perkataan Tom barusan. Ingin sekali rasanya mensantet lelaki itu. "Terus aku harus cium kamu gitu? Ogah banget! Dasar mesum!" gumam Lin. Sedangkan lelaki di hadapannya sekarang masih saja tertawa-tawa. Ya, tertawa di atas penderitaan orang lain.

"Sini kamu!" ucap Tom setelah dia menghentikan tawanya. Lin berdecak singkat karena hal itu. Apa lagi ini?

"Kenapa ya Tuan?" tanya Lin masih di tempatnya berdiri. Dia hanya jaga-jaga, takut Tuannya bertindak aneh-aneh.

"Kamu tahu kan? Saya benci banyak ditanya. Jadi, jangan banyak tanya!" Tom meletakkan sendok dan garpu dengan hentakkan yang kasar. Hingga bunyi nyaring dihasilkan karena hal itu.

Lin berjalan mendekat ke arah Tom. Hingga jarak mereka sudah dekat, Lin langsung dipegang lengannya dan dipaksa duduk di kursi yang ada di samping kanan Tom. Lin tersentak. Dia terduduk dengan perasaan terpaksa.

"Kamu pasti jarang makan gara-gara pekerjaan kamu mengurus saya yang padat. Jadi, pagi ini kamu harus sarapan yang banyak. Jangan besar kepala, saya hanya tidak mau kamu nanti tidak cepat tanggap melaksanakan perintah yang saya berikan. Saya sangat baik bukan? Walaupun semalam kamu sudah mengerjai saya!" jelas Tom panjang lebar. Lin tidak tahu, sampai kapan dirinya harus menahan kesal seperti ini. Lin hanya takut, kalau kelamaan menahan kesal, akan menjadi penyakit hati.

"Iya Tuan ." Lembut Lin membalas perkataan Tom. Jika mampu dilihat secara nyata, kini di dalam hati Lin penuh dengan percikan api yang bisa kapan saja meledak.

"Harus habis! Kalau tidak, kamu akan saya hukum. Lebih dari menjadi santapan Nick dan Boy."

"Iya Tuan." Lin menuruti saja apa maunya Tuannya itu. Malas dia berpanjang lebar menimpali ucapan lelaki itu.

Lin melahap dengan cepat nasi goreng itu. Pertama, karena nasi goreng itu enak dan kondisi perut Lin masih terasa lapar, dia baru memakan sepotong roti berselai kacang dan kedua, karena ingin cepat enyah dari dekat Tom yang kini masih terduduk dan memperhatikannya.

Tanpa malu dan gengsi, Lin mengunyah makanan dalam mulutnya itu dengan tergesa, hingga bunyi cecapan yang dihasilkan mulutnya itu cukup keras dan berhasil membuat Tom risih.

"Waktu sarapan kamu habis. Cepat antar saya ke kamar!" Sambar Tom ditengah asyiknya Lin yang sedang mengunyah sarapannya. Gadis itu ingin rasanya mencabik mulut Tuannya itu dengan garpu yang sedang Lin pegang sekarang.

🍁🍁🍁🍁🍁

Sorenya, di sebuah ruangan yang cukup luas, terdapat beberapa lukisan yang terpajang hasil karya Tom. Yang paling mencuri perhatian setiap masuk ke ruangan itu adalah, tiga piano yang nampak elegan berdiri saling berdampingan. Lin selalu takjub setiap masuk ke ruangan itu.

Tom mengayuhkan kursi rodanya menghampiri salah satu piano cantik miliknya, setelah itu dengan bantuan Lin, Tom terduduk di kursi dan jemarinya sudah tidak sabar untuk bergulat lihai dengan tuts-tuts piano itu.

Seperti biasa juga, Lin akan berdiri beberapa jarak dari Tuannya dan dia hanya cukup diam menyaksikan lelaki itu bermain lincah dengan tuts-tuts piano. Saat-saat inilah yang membuat Lin terkagum dengan lelaki itu.

Alunan musik yang indah sudah mengudara ke seluruh penjuru ruangan itu. Lin sampai menutup kedua matanya. Dirinya terbawa melayang oleh alunan musik yang Tom mainkan. Sebuah alunan yang mencampur adukkan perasaan kita. Sedih, bahagia, ceria, senang dan jatuh cinta. Seolah semuanya menjadi satu. Sulit dijelaskan bagaimana bunyi indah ini.

Peder B. Helland-Always. Alunan musik ini yang sedang Tom mainkan sekarang. Dia lalu mengarahkan pandangannya ke samping. Di tatapnya Lin yang sedang terpejam penuh, seolah sedang menyelami perasaannya sekarang. Jemari Tom masih bermain lincah bersentuhan dengan tuts piano, tetapi kedua matanya tertuju penuh pada gadis itu. Lin sedang tersenyum sekarang, senyuman yang belum pernah Tom lihat. Tuhan, Tom merasa tidak karuan karena senyuman itu. Keindahannya bahkan beradu dengan alunan musik yang sedang dia mainkan sekarang.

Hening setelah itu. Lin membuka kedua matanya. Tom sudah menghentikan permainannya. Lalu dia memanggil Lin dan menunjuk sedikit ruang kosong yang ada disampingnya. Berisyarat agar Lin duduk di dekatnya.

"Saya tahu, kamu tidak tuli dan tidak buta. Kenapa masih diam saja?" Tom sungguh tidak sabaran. Lin berjalan ragu menghampiri lelaki itu, lalu Lin terduduk sesuai perintah. Posisi ini sangat aneh bagi Lin. Bahkan lengan mereka saling bersentuhan.

"Kamu dengarkan baik-baik!" kata Tom menoleh sejenak menatap Lin. Seiring dengan kalimat itu, Tom bergerak lincah kembali menekan tuts demi tuts piano, Lin memejamkan kedua matanya kembali, musik indah yang Tom mainkan sungguh membuat Lin tersihir. Kedua matanya refleks terpejam.

Tom terlalu munafik, jika dia tidak mengakui kalau Lin terlihat sangat cantik ketika terpejam sambil mengulas senyuman. Hening kembali setelah itu dan Lin membuka kedua matanya. Tangan kanan Tom bergerak lincah merapatkan jarak. Dia merangkul lengan gadis disampingnya. Hingga tubuh mereka saling bersisihan tanpa jarak.

Lin tersentak karena hal itu. Dia menatap lelaki itu tidak paham. Sejurus kemudian, tangan kiri Tom bergerak menyapu anak rambut yang menutupi sedikit permukaan wajah Lin. Perlakuan Tom mendadak sangat manis bagi Lin, gadis itu sampai susah payah menelan ludahnya.

"Saya mau melihat senyuman kamu lagi. Itu adalah tugas tambahan hari ini!" perintah Tom. Kedua mata Lin sampai membulat sempurna. Lin dengan kaku mengulas senyuman. Kaku saja masih terlihat indah. Tom melihat jelas, bahkan sangat jelas. Kini, kedua matanya menatap keindahan sore ini. Senyuman Lin.

"Saya mau membungkam senyuman kamu sebentar." kata Tom lembut. Kalimat singkat yang dia ucapkan penuh dengan penekanan.

Lin terkejut. Apa maksud dari membungkam senyuman?

Gimana nih? Tom sama Lin udah bikin deg degan belum? Kalau udah alhamdulillah kalau belum salahin Tom nya ya. Jangan dirikuh 😅

Terimakasih sudah mampir. Jangan lupa komentar dan votenya. Masukin ke reading list juga. Tapi itu harapan terlalu mak mak dari diriku.

Thankyou ❤

SUDDEN (TOM&LIN)  (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang