Dua Puluh Tujuh: Manipulasi Hujan

318 18 15
                                    

Aku double up nih ya. Semoga kalian suka 😁

Oh iya, tujuh part awal sama prolog udah aku revisi. Semoga kalian berkenan untuk membaca ulang. Karena ada beberapa perbedaan hehe.

Selamat membaca 😘😘

Tom memijat kedua sisi kepalanya yang terasa sangat berat. Hari ini, rutinitasnya terasa hampir tidak ada jeda. Setelah dia baru saja selesai mengecek komposisi staf, cek dapur, cek stok dan cek log book yang sudah menjadi kegiatan rutinnya setiap hari di restorannya itu, dia harus berhadapan dengan tamu restoran yang complain karena merasa tidak puas dengan pelayanan yang di berikan. Apalagi, tamu itu adalah pejabat yang cukup ternama di negeri ini. Sungguh Tom frustasi jika semua pelanggannya berwatak sama seperti itu.

Lelaki itu menyandarkan punggungnya di kursi. Melepas penat. Lalu dia menutup kedua matanya dan membuang napasnya berat. Dengan begitu, semoga saja bisa sedikit membuang rasa lelahnya.

Kedua mata Tom terbuka kala suara ketukan pintu menyadarkannya. Tom membuka kedua matanya dengan malas. Padahal baru saja beberapa detik dia bisa sedikit bersantai dan ini apa lagi?

"Maaf Pak Tom. Gadis yang tadi siang ingin bertemu Bapak masih menunggu di bawah. Dia tidak mau pergi sebelum bertemu Bapak." kata salah satu pegawai Tom.

"Yasudah, suruh dia temui saya sekarang!" balas Tom kesal. Dia mengusap rambutnya ke belakang. Rasanya sangat frustasi karena hal ini. Gadis itu, membuat Tom gregetan dan kesal.

Tidak menunggu waktu lama, setelah mendapatkan intruksi dari Tom, pegawai itu langsung saja undur diri.

Hanya selang beberapa menit, Tom langsung mendapati gadis itu sudah masuk ke ruangannya. Tom menunjukkan tatapan tajamnya. Berbeda dengan gadis itu yang kini nampak malu-malu masuk ke ruangan kerja Tom.

"Ada perlu apa?" Tom langsung saja menembaki gadis itu dengan pertanyaan inti.

"Uhmm, ada yang mau aku bilang sama kamu." balas gadis itu malu-malu. Dia sebisa mungkin menormalkan perasaannya yang tidak karuan.

Sosok di hadapannya ini memang tidak berubah dari dulu. Selalu penuh intimidasi namun di selimuti aura yang berkarisma.

"Bilang apa?" tanya Tom seraya dia kini menopang dagu menatap ke arah gadis itu.

"Aku mau bilang makasih karena kamu udah nolongin aku kemarin malam." balas gadis itu.

"Saya nggak sengaja nolongin kamu kemarin! Jadi, jangan besar kepala!" balas Tom dengan nada ketusnya.

Lin sedikit tersenyum. Ya, gadis yang datang sore ini dengan raut malu-malu adalah Lin. Menemui Tom bukanlah hal yang mudah baginya. Gadis itu harus mengumpulkan lebih dari ribuan keberaniannya. Tidak hanya bermodalkan berani, tapi dia pun harus bisa menanggung resiko dari pertemuannya ini.

"Kenapa kamu malah tersenyum?" tanya Tom heran. Dia kini bangkit dari posisi duduknya. Tom berdiri seraya bersedekap dengan lagak angkuhnya menatap Lin.

"Aku senang. Kamu masih peduli sama aku." balas Lin.

Tom mengernyitkan kening. Dia semakin heran dengan gadis itu. "Saya sibuk. Jadi, kalau kamu datang ke sini cuman mau bilang hal nggak penting itu, kamu sudah membuang-buang waktu berharga yang saya punya!" balas Tom, lalu dia duduk kembali dan mulai sibuk membuka berkas-berkas yang semula tertumpuk di hadapannya. Bahkan hal itu membuat batang hidung Tom hampir tidak kelihatan.

"Kenapa masih berdiri di situ? Kamu mau di usir dulu baru keluar dari ruangan ini?" Tom kini menatap jengah ke arah Lin.

"Kenapa kamu harus nolongin aku Tom? Kamu tahu? Gara-gara ulah kamu itu, kamu membuat aku semakin nggak bisa lupain kamu!" Lin berkata tegas. Tom sedikit tersentak. Entah karena kalimat itu atau nada bicara Lin yang terucap dengan intonasi tinggi.

"Saya sudah bilang kan! Saya nggak sengaja nolongin kamu! Jadi, jangan besar kepala!" balas Tom. Kini dia bangkit dan menatap lurus dengan tatapan tajamnya yang dia arahkan kepada gadis di hadapannya sekarang.

Lin memajukan langkahnya, hinggi kini dia bisa menatap sangat dekat wajah lelaki itu. Kedua mata mereka kini persis sedang beradu pandangan.

"Ketidaksengajaan kamu itu, membuat aku semakin nggak bisa lupain kamu Tomy Alisher!"

"Anggaplah aku ini bodoh yang terus-terusan berharap sama orang yang bahkan orang itu sendiri mungkin sudah menutup rapat hatinya untuk masa lalunya."

"Ya, kamu memang bodoh. GADIS YANG BO-DOH!" balas Tom angkuh.

"Ya aku memang bodoh dan aku bisa sebodoh ini gara-gara Tom!"

"Kamu benar-benar pengganggu! Saya sedang sibuk! Dan kamu sudah membuang waktu berharga milik saya! Jadi, sebelum saya suruh satpam mengusir kamu, lebih baik kamu keluar dari ruangan ini sekarang juga!" kata Tom menegas.

Lin menegang. Kesal, marah dan perasaan kacau lainnya saling melengkapi satu sama lain. Katakanlah Lin begitu hancur sekarang. Dia pikir, saat dia datang dan ingin memperbaiki semuanya, Tom akan menyambutnya dengan baik. Tapi nyatanya apa? Lelaki itu berhasil membuat luka Lin yang masih basah semakin meradang.

"Tom, maaf aku ganggu. Jadi kan, kamu nemenin aku?" Seseorang datang. Dia berjalan berlenggok bagai model yang sedang beraksi di acara fashion show. Perempuan itu? Lin sungguh semakin kesal karena kedatangan perempuan itu.

"Hai Naura. Sebentar aku siap-siap dulu." balas Tom dengan lembut. Lin menatap secara bergantian ke arah dua orang itu. Sebuah tatapan tajam, saking tajamnya bahkan bisa merobek perasaan yang di tatapnya.

"Dia ini bukannya pelayan kamu yang dulu itu Tom? Kenapa dia bisa di sini? Minta pesangon atau minta balik jadi pelayan kamu?" ucap Naura dengan tatapan remehnya.

Lin mengepalkan kedua telapak tangannya erat. Sebenarnya bisa saja dia langsung meninju wajah perempuan itu saat ini juga. Biar menambah bercak merah di wajahnya yang dipenuhi make up tebal itu.

"Saya permisi Tuan Muda Tomy Alisher!!" Lin undur diri setelah itu. Dia tidak segan mengucapkan kalimat barusan dengan nada ketus dan penuh penekanan.

Lin terburu keluar dari ruangan Tom. Dia lalu berlari agar cepat keluar dari gedung itu.

Lin melihat jelas tadi. Dia melihat bagaimana Naura yang bergelayut manja di lengan Tom. Bahkan lelaki itu diam saja dan terlihat menikmatinya.

"Brengsek!!!" maki Lin lantang. Suaranya bergetar. Gadis itu berkali-kali mengumpat karena rasa kesal dan marahnya sudah mencapai ubun-ubun.

Beruntungnya Lin sekarang. Saat dia memilih untuk berjalan di bahu jalan, karena trotoar yang sedang dalam masa perbaikan, gadis itu sudah dihantam guyuran air hujan. Yang membuat Lin beruntung adalah, orang-orang tidak tahu kalau di balik hujan yang turun sore ini, Lin sedang begitu sedih. Air mata gadis itu dan lembutnya air hujan saling menyatu.

Lin senang. Hujan bisa memanipulasi kesedihannya.

Makasih ya udah mampir ke cerita aku. Makasih buat vote dan komennya 😊😊

See you 💜

SUDDEN (TOM&LIN)  (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang