Dua Belas: After

629 40 39
                                    

Yey UP juga akhirnya. Jangan lupa tinggalkan jejaknya ya. Jangan jadi silent readers. Karena aku yakin kalian itu manusia. Gak capek kan kasih komentar sama kasih vote.

Sorry authornya banyak cincang haha. Yuk cus, Selamat membaca 😊😊

Lin mematut di depan cermin. Ibu jarinya meraba halus permukaan bibir. Ada sedikit luka kecil di bagian bibir bawahnya akibat ulah Tom semalam. "Nggak bisa seperti ini terus." Lin menasihati dirinya sendiri. Lin mengucir rambutnya setelah itu dan tidak lupa dia merapihkan seragam pelayan yang sudah menempel di tubuhnya.

Lin cepat ke kamar saya!

Suara itu sudah berkoar-koar. Nyaringnya mengalahkan suara cuitan burung di luar sana. Lin buru-buru menuju kamar Tuannya. Seperti biasa, dia menapaki anak tangga yang jumlahnya tidak sedikit. Lalu setelah nampak pintu kamar Tuannya, Lin berusaha menormalkan irama napasnya dahulu. Lalu dia masuk ke kamar Tuannya.

Tom sedang duduk di kursi roda, kedua matanya lekat menatap bayangan dirinya di cermin. Lalu Tom tersenyum sendiri. Merasa ada yang melangkah memasuki kamarnya, Tom buru-buru menormalkan dirinya. Ia tidak mau dikira gila gara-gara tersenyam-senyum sendiri menatap bayangannya. Yang membuat Tom tersenyum adalah bayangan kejadian semalam yang begitu manis untuknya. Bahkan, Tom sulit dibuat tidur gara-gara hal itu.

Tom memutar kursi rodanya, ia menatap lurus gadis itu yang kini sudah berdiri menghadapnya. Lin sangat canggung sekarang berhadapan dengan Tom setelah kejadian semalam. Entahlah, gara-gara pengakuan Tom semalam membuat Lin merasa tidak enak hati dengan hal itu.

"Se--la-mat pagi Tu--an." ucap Lin tergagap. Dia bahkan menundukkan pandangannya. Dia begitu enggan menatap wajah lelaki di hadapannya sekarang.

"Pagi. Kenapa kamu terlihat gugup seperti itu?" tanya Tom datar. Kedua matanya lekat-lekat memperhatikan Lin. Bagai sedang memindai gadis itu.

"Saya tidak apa-apa Tuan. Tugas saya hari ini apa Tuan?"

"Sekarang temani saya sarapan dan antarkan saya ke bawah!"

"Baik Tuan."

Buru-buru Lin mendorong kursi roda Tuannya menuju lantai bawah. Tidak, mereka bukan lewat tangga yang biasa Lin lewati untuk naik turun dari lantai ke lantai. Jadi, ada jalan khusus untuk Tom lewati ketika menuju lantai satu maupun menuju ke lantai dua.

"Jangan lewat sini." kata Tom memerintah.

"Kenapa Tuan? Apa ada jalan lain?"

Jangan bilang, dia mau lewat tangga. Bagaimana saya bawanya? Lin menebak-nebak dengan segala prasangkanya.

"Pakai lift." kata Tom singkat.

"Lift?"

Lin langsung celingukan, dimana ada lift? Lin tidak menemukan lift di rumah itu.

"Bawa saya ke kamar lagi."

"Iya Tuan."

Lin memutar arah dan mendorong kursi roda itu kembali.  Saat masuk ke kamar itu, Tom menyuruh Lin untuk membuka lukisan yang sangat besar. Lin tidak paham apa maksud dari perintah Tuannya. Yang Lin perlu lakukan hanya menuruti saja.

Lin terbelalak. Kedua matanya melotot sempurna. Lukisan itu bukanlah hanya sekadar lukisan, tetapi sebuah pintu ajaib. Saat dibuka lukisan itu, ada ruangan yang cukup luas, seperti ruangan kerja. Bahkan tepatnya ruangan kerja. Ada meja kerja, kursi, beberapa benda pendukung lainnya serta di tembok menempel apik sebuah wall organizer yang mempercantik ruangan kerja sehingga terlihat lebih rapih. Bukan hanya itu, nampak juga beberapa lukisan yang sepertinya hasil karya Tom. Lin selalu saja tidak henti membuka kedua mulutnya ketika melihat sesuatu yang takjub.

SUDDEN (TOM&LIN)  (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang