Dua Puluh Sembilan: Because Love You

325 20 23
                                    

Coba deh sambil baca part ini sambil dengerin lagu 'Falling in love-Davichi' Ini lagu gatau kenapa ngena banget sama part ini. Pas ngetik sambil dengerin ini sampai baper sendiri.

Semoga part ini mengejutkan ya.

Jadi, selamat membaca 😘

Petir terdengar berkali-kali menggelegar. Derasnya hujan seakan menambah ramai malam ini. Masih pukul delapan. Tapi, tidak ada yang harus di lakukan selain tidur. Seharusnya Lin memilih untuk tertidur, seperti Sekar dan Prima yang sudah terlelap. Dengkuran mereka terdengar jelas di telinga Lin. Sesekali Lin menoleh, menatap betapa lelap kedua temannya yang tertidur di kamarnya itu.

Malam ini, Sekar dan Prima menginap di rumah Lin. Apalagi, di rumah itu Lin selama dua hari ke depan sendirian. Paman dan Bibinya pergi ke Bandung karena ada acara keluarga. Lin tidak bisa ikut, terlebih karena jadwal kuliahnya yang lumayan padat. Gadis itu berkali-kali memutar arah. Samping dan kiri. Tapi, rasanya tidak juga dia menemukan posisi yang nyaman untuk tidur malam ini. Begitu banyak yang mengganggu rongga kepalanya. Semuanya di penuhi oleh Tom. Anggaplah dia bodoh. Ya, mungkin demikian.

Lin masih ingat. Bahkan sangat ingat. Sebelum kedua temannya tertidur, mereka kompak menasihati Lin. Mereka menasihati agar Lin berhenti berharap dengan lelaki itu. Tapi bagaimana? Kata hati Lin bertolak belakang dengan nasihat yang Sekar dan Prima berikan.

"Lin, kalau Tom masih sayang sama lo. Dia nggak akan ngebiarin lo berjuang sendirian. Tapi ini apa? Lo berjuang sendirian buat dia? Emang lo nggak capek apa? Kasian hati lo kesakitan terus." kata Sekar menasihati.

"Gue pikir, lo sama Tom bisa balikan, itulah kenapa waktu itu gue sengaja bawa lo supaya ketemu sama dia. Tapi, melihat lo semakin di sakitin kayak gini, gue nggak mau lo buang-buang waktu meski itu sedetik buat mikirin dia." Prima ikut memberi nasihat.

Lin semakin termangu. Lalu dia bangkit dari kasur tidurnya dan keluar dari kamarnya. Pukul delapan lewat lima belas menit. Lin melihat sekilas jam dinding yang ada di ruang tamu.

Gadis itu semakin mantap untuk melangkah. "Baru dua kali kan? Belum tiga, empat bahkan lima kali." Kata Lin bergumam untuk dirinya sendiri.

Entah apa yang membawanya bisa seberani ini. Dengan payung berwarna kuning menyala, Lin keluar dari rumahnya. Dia tidak takut sekalipun dengan kilat petir yang berkali-kali menyambar. Bahkan, guyuran hujan semakin deras dan Lin tetap melangkah dan jauh meninggalkan halaman rumahnya.

🍁🍁🍁🍁🍁

Lin berdiri seraya dia menggigil. Menahan hantaman angin yang kini berhembus begitu kencang menyentuh kulit putihnya. Kedua matanya nanar menatap pintu rumah itu. Tangannya ragu-ragu menekan bel.

Lima menit kemudian setelah dia mantap, Lin menekan bel rumah itu. Jika ada penghargaan perempuan terbodoh, mungkin Lin lah si bodoh itu. Malam-malam di antara kilatan petir yang menyambar dan hantaman air hujan yang deras, dirinya lebih memilih keluar rumah dan melakukan satu hal yang mungkin akan menjadi hal terbodoh dalam hidupnya. Lin janji, setelah ini dia tidak lagi berharap. Apalagi untuk yang semu seperti ini.

Angin yang berhembus kencang membawa air hujan membasahi pelataran rumah itu, bahkan Lin merasakan jelas air hujan menerpa tubuhnya. Payung kuning yang dia bawa, Lin letakkan asal begitu saja di teras rumah itu. Menunggu, Lin masih menunggu sosok itu keluar dan menemuinya. Dia pun tidak tahu, apakah Tom malam ini ada di rumahnya? Bagaimana kalau lelaki itu sedang asyik menghabiskan waktunya di luar sana dengan banyak perempuan?

Lin menepis pikiran itu. Dia berharap kalau kedatangannya malam ini bisa bertemu dengan Tom. "Setelah ini, aku janji nggak akan lagi gangguin kamu Tomy Alisher! Aku mohon kamu keluar temuin aku!" ucap Lin. Suaranya bergetar. Sudah tidak kuat dia menahan dinginnya angin malam ini, di tambah air hujan yang ikut menghantam tubuhnya.

SUDDEN (TOM&LIN)  (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang