Tiga Puluh Enam: 100 Hari seperti Tidak Hidup

339 18 30
                                    

Sudah akan menuju ending nih, ayo tinggalkan jejaknya ramai-ramai hahaha

Selamat menikmati part ini 😊😊


Tembok kamar itu dia tatap hampa. Pandangannya tertuju penuh pada tembok itu. Seolah-olah ada sosok yang hadir di hadapannya sekarang. Setelah itu, dia kembali menangis. Seratus hari tanpa Tom sungguh Lin rasa seperti melalui hari-hari kalau dia tidaklah benar-benar hidup.

"Tom makan belum ya?"

"Tom lagi ngapain sekarang?"

"Tom kedinginan nggak malam-malam kayak gini?"

"Tom kehujanan nggak ya? Hiks..,"

Lin menangis semakin menjadi. Jika hujan deras di luar sana adalah ibarat kesedihan Lin, maka hujan deras itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kesedihan gadis itu. Seratus hari berharap untuk sesuatu yang semu sangat membuat Lin tersiksa.

"Dulu, saat kamu bilang hubungan kita berakhir, aku yakin kamu punya alasan di balik itu semua. Dan aku selalu yakin kalau kita bisa kembali bersama, tapi sekarang...,"

Lin menahan sesak di dadanya. Seolah ada yang mengikat dirinya dengan sebuah tali yang kencang, meski tidak nyata ikatan tali itu, tapi Lin merasakan sakit di sekujur tubuhnya. "Lin, buka pintunya..," seru seseorang di luar kamar Lin.

"Gue bawa makan malam buat lo. Makan dulu yuk!" ucap lagi seseorang di luar kamar Lin.

"Lin, buka pintunya dulu. Kasian ini Sekar udah berdiri dari tadi nungguin kamu keluar kamar." Ada suara lain yang ikut bersahut di luar kamar Lin. Itu Pamannya Lin-Herman.

Lin menghapus air matanya pelan-pelan. Meskipun itu percuma, semua yang melihatnya pasti tahu kalau dirinya sedang dirundung kesedihan yang amat mendalam. Gadis itu lalu melangkah malas menuju pintu kamar. Dia setelah itu menyentuh handle pintu dan membuka pintu kamar secara perlahan.

Sudah ada dua orang yang Lin tatap sekarang. Mereka adalah Sekar dan Herman. Lin tidak berbicara apa-apa. Dia hanya membuka pintu kamarnya dan setelah itu dia terkulai lemas kembali di atas kasur tidur. Dia meringkuk dan mengarahkan tatapannya ke tombok. Seolah-olah ada sosok yang Lin tatap di sana.

"Lin, makan yuk. Nanti kamu sakit lho..," bujuk Sekar. Dia memegang lembut bahu Lin. Gadis itu tidak merespon. Masih tetap membelakangi dirinya.

"Lin.., kalau lo nggak makan, Tom nggak mau makan lho. Kalau lo sakit, Tom pasti sedih. Mau, bikin Tom sedih?" bujuk Sekar lagi.

Lin termenung sejenak. Dia lalu membalikkan badannya. Dia menatap Sekar yang kini sudah duduk di dekatnya seraya memangku piring. Ada Herman yang juga ikut memerhatikan. Dia setelah itu keluar, tidak bisa terlalu lama melihat ponakannya yang masih belum bisa menerima keadaan.

Sekar tersenyum. Dia senang melihat Lin yang kini mulai menyantap makanan yang dia bawa. Kedua mata gadis itu nampak sembab. Tatapannya kosong. Jika diajak bicara pun, Lin sering diam. Sesekali merespon hanya mengeluarkan kata yang amat singkat.

"Aku udah kenyang." kata Lin.

"Nih, minum dulu." Sekar menyodorkan Lin air minum dalam gelas.

Lin menyambut cepat dan dia meneguk air itu tanpa jeda. "Sekar, aku mau istirahat. Makasih ya." kata Lin bersuara lemah.

Sekar hanya mengangguk. Setelah itu, dia bangkit dari kursi dan keluar dari kamar Lin. Di luar kamar Lin, nampak Herman yang duduk di ruang tamu. Saat Sekar akan melimpir ke arah dapur untuk meletakkan piring yang dia bawa itu, langkah Sekar terhenti.

"Sekar." Panggil Herman. Pria itu lalu bangkit dari sofa dan menghampiri Sekar.

"Iya Paman." balas Sekar.

SUDDEN (TOM&LIN)  (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang