Sembilan: Surat Rindu

683 49 42
                                    

Selamat membaca 😊
Part ini akan mulai konflik-konflik yang bikin emosi mendarah daging

Hujan deras tadi sore meninggalkan udara yang begitu dingin, sampai-sampai merasuk ke pori-pori kulit. Hewan malam sudah memulai kehidupannya, bunyi suaranya seolah mengitari tanpa henti di sekitar rumah itu.

Gadis itu masih terlentang dengan separuh badannya tertutup selimut. Gerakan jemari lembut mengusap keningnya, merasakan kelembutan itu gadis itu membuka kedua matanya dengan pelan. Sepasang netranya menatap samar orang itu yang kini menatapnya dan jemarinya masih mengusap lembut kening lalu beralih bergerak membelai rambutnya.

"Sya?" Ucap Lin serak.

"Hussst, tidur lagi. Gue kesini cuman mau ngasihin surat dari Sekar dan Prima."

"Surat?"

Lin dengan sekuat tenaga membangunkan dirinya, lalu kedua tangan seseorang yang datang ke kamarnya itu mencegah. Seolah-olah menahan agar Lin tidak bangkit dari posisi tidurnya.

"Lo istirahat lagi ya. Gue kesini nggak lama kok. Gue cuman mau ngasihin surat dan gue cuman mau lihat keadaan lo."

Lin yang merasa pandangannya semakin kabur dan buram memilih tidur kembali. Dirinya begitu lemah, kepalanya begitu berat.

"Selamat tidur Lin." Ucap lembut Ersya. Lalu ia mengecup kening Lin lembut. Gadis itu sudah terlelap dalam keheningan malam dan mungkin kini sudah kembali berkelana di alam mimpinya.

🍁🍁🍁🍁🍁

Dua amplop berwarna biru sudah tergeletak di atas nakas. Lin menatap heran dengan yang ia lihat pertama kali ketika baru terbangun dari tidurnya. "Ersya," Nama itu yang Lin pertama kali sebut. "Aku pikir semalam itu mimpi." lanjut Lin berucap. Lalu kedua tangannya bergerak lihai meraih kedua amlop itu. Dibukanya dengan tidak sabaran.

Lin seharusnya kita disini, di taman dekat SMA kita bertukar cerita sampai tawa tak ada lagi jeda. Lin, seharusnya kamu disini, bersama kita menatap senja hingga wajah merona. Lin, seharusnya kamu bercerita dengan kita. Apa kamu lupa? Sedih dan bahagia adalah kisah kita bersama.

Dari Prima-Pacar sahnya Jungkook

Lin kamu dimana? Kenapa kamu menghilang? Apa sekarang kamu punya kekuatan super bisa menghilang? Kalau iya, ayo menghilang bersama. Lin, aku rindu. Kata itu adalah sekat bagiku. Obatnya cuma satu, yaitu ketemu. Yok ketemu.

Sekar-Sekarat Karena Rindu

Lin sudah tidak bisa membendung air matanya. Dengan deras air matanya turun secara beruntun, hingga membasahi dua lembar kertas itu yang penuh dengan torehan kata rindu dari kedua temannya. Jika saja dirumah itu ada sinyal, sudah dari awal dia memberitahu kabar kepada temannya. Lin mendekap erat surat itu.

Lin menangis sampai tersedu-sedu. Buliran air mata masih menetes tanpa jeda. Lin ingin sekali bertemu dengan Sekar dan Prima, tapi keadaan yang membuatnya tidak bisa. Jemari Lin bergerak secara bergantian menghapus air mata yang masih saja keluar dari kedua matanya.

"Sejak kapan kalian seromantis ini. Sejak kapan kalian ngomong pakai aku, kamu. Hikss.."

Rasanya mengucapkan kalimat singkat saja sangat sulit bagi Lin. Kesedihan menjadi penghambat untuknya berkata-kata, apa yang terucap seolah tersangkut di tenggorokan.

Suara ketukan pintu membuat Lin terkesiap dan harus segera menyudahi kesedihannya.

"Lin buka pintunya. Tuan Tom mau bertemu kamu."

SUDDEN (TOM&LIN)  (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang