9. Kita Makan Bangkai.

824 123 9
                                    

Chapter 09 ==> Kita Makan Bangkai.

Dipublikasikan: 23 Juni 2019
©DeraiAksara

🌌

Selepas menjelaskan materi tentang fakta dan opini serta tangga urutan alur dalam sebuah cerita, Bu Evi memerintahkan kami mencatat tanpa diringkas-ringkas seluruh materi yang ada di buku LKS (jangan tanya ini nyata atau tidak, ini sungguh, benar-benar, dan sangat nyata). Setelahnya, kami ditinggal.

Tidak seperti kelas lain yang mungkin sudah lompat pagar karena saking girangnya ditinggal oleh guru (aku bercanda), kami justru tetap menjalankan perintah dari sang guru. Lain cerita kalau sekarang jam kosong.

Bagi kami jam kosong adalah waktu ketika guru dari awal memang tidak masuk mengajar dan tidak memberi atau menitipkan tugas apa pun. Tadi, kan, Bu Evi sudah memberi tugas berupa mencatat materi, maka walaupun Bu Evi tidak mengawasi, tugas tetaplah tugas yang harus dikerjakan. Ini bukan jam kosong.

Suasana kelas hening, sehening hatiku saat ini. Tidak ada aktivitas lain selain mencatat.

Kring !!!!

Bel berdering, diikuti oleh sebuah amaran.

Perhatian! Waktu istirahat telah tiba. Kepada seluruh siswa dipersilakan istirahat. Dilmbau kepada para siswa yang membeli jajanan, untuk membuang sampah di tempat yang telah disediakan. Terima kasih.

Oke, aku ragu pendengaran mereka masih bertungsi dengan baik. Pasalnya, tidak ada seorang pun yang meninggalkan kegiatan menulis dan beranjak ke kantin, seolah-olah catatan satu buku itu harus dikumpul hari ini juga. Guru kami masih cukup waras hanya untuk memberikan tenggang waktu satu hari menyelesaikan materi di buku yang jumlah halamannya ada 64 itu.

Aku berhenti menulis. Perutku lapar, cacing di dalam sana meminta jatah mereka.

Aku membuka kotak bekalku yang bersi nasi goreng dicampur suiran ikan buatanku sendiri, kemudian mulai melahapnya.

Dari sudut mataku, kulihat pergerakan. Jerry dan Riky akan keluar kelas. Huh, syukurlah, ternyata telinga mereka masih bagus.

Kemudian Dita dan Djulia juga bergerak menuju belakang kelas, mereka pasti akan mengintip kegiatan kelas 8.BA. Selajutnya, ada Aulia, Chindy, dan Wikanglem yang akan memulai acara rumpi mereka. Disusul oleh Kelvin yang juga membuka bekalnya.

Tunggu? Kelvin bawa bekal?

Ingin tertawa rasanya.

"Apa ko tengok-tengok?" sergah Kelvin.

Ah, aku ketahuan.

Aku menjuihkan bibir ke arahnya.

"Ngapa ko? Ngiler tengok bekal aku?" katanya dengan rasa percaya diri yang tinggi.

"Idih ... aku juga bawa ni, ni, ni, ni, ni, ni haa ...." Aku mengangkat tinggi tinggi kotak bekal berwarna biru milikku.

Kelvin dan kotak bekalnya menghampiriku. "Halah nasi goreng. Tengok aku ni, ayam."

"Halah ayam mati aja. Ko tu makan ayam mati, bangkai ayam."

"Lah, itu ada ikan. Ko juga makan ikan mati. Ko makan bangkai ikan."

Berdebat dengan makhluk astral yang satu ini memang tidak akan pernah menang.

"Ish, apa kalian ni ngomongnya. Jorok, e, makan bangkai. Mana ada makhluk hidup normal yang makan bangkai," sahut Tiara yang menjadi teman sebangkuku.

"Jadi ko makai ayam hidup? Makan ikan hidup? Tak disembelih dulu gitu ayam sama ikannya? Hii ... jorok," Kelvin membuat ekspresi jijik.

"Itu bukan bangkai!"

"Bangkai lah namanya, kan, udah mati," sanggah Kelvin. "Ko kalau mati juga jadi bangkai, terus dimakan sama cacing. Jadi intinya, semua makhluk hidup pasti makan bangkai. Kita makan bangkai."

Aku refleks mencampak botol airku ke wajah Kelvin yang tamvaan dan berani itu. Membayangkan cacing, rasanya pengin muntah.

🌌

Kelas OlimpiadeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang