11. Nampak Air Mata Bapak?

687 110 6
                                    

Chapter 11 ==> Nampak Air Mata Bapak?

Dipublikasikan: 26 Juni 2019
©DeraiAksara


🌌

Seharusnya detik ini kami sedang diberi asupan ilmu untuk pelajaran TIK, tetapi kelas kami kembali tidak dihadiri guru. Bu Ria hanya menitipkan tugas tentang materi SUM, AVERAGE, COUNT, dkk.. Ia memberikan selembar yang penuh berisi data berupa angka, legkap dengan baris dan kolomnya. Tugas kami adalah menentukan SUM dan AVERAGE berdasarkan data tersebut.

Di depan, terlihat Zahra, Wikanglem, Chindy, dan Lovely, berkumpul bersama, mungkin mereka berdiskusi. Di sebelahnya ada Veni, Jessyca, dan Nickyta yang juga duduk menumpuk. Sedangkan aku bersama dengan Tiara, Dita, dan Dian. Beberapa dari kami mengerjakan tugas ini degan berdiskusi, mencari jawaban bersama, -tetapi bukan menyontek. Beda, ya-. Namun tidak ada suara berisik yang kami ciptakan. Hanya suara lembaran buku yang dibolak-balik dan beberapa suara angin.

Tak sengaja mataku memandang Pak Mamin yang sedang berjalan di koridor. Dari bahasa tubuhnya, dapat kutebak, guru berambut tipis itu menuju kelas 8.AO.

Dan, ternyata benar, dia memang ke sini.

Pak Mamin melirik meja guru di sudut kelas yang tidak ditempati oleh siapa pun.

"Pelajaran apa?" tanya Pak Mamin.

"TIK, Pak."

"Mana gurunya?"

"Tak masuk, Pak."

Guru yang hobi mengajar fisika dari pada biologi itu menerawang seisi kelas yag damai dengan buku dan pena masing-masing.

Pak Mamin megacungkan kedua jempolya. "Bagus. Bapak suka seperti ini. Walau tak ada guru, kalian tetap bisa diam dalam artian tertib. Tigkatkan, minimal pertahankan, lah. Lihat kelas lain, bising, ribut, apa segala macam. Kalian harus bisa kasih contoh yang baik. Bapak suka suasana yang begini, Bapak terharu." Pak Mamin membuka kaca matanya. "Nampak air mata Bapak?"

Kami semua bersitatap satu sama lainnya. "Nampak, Pak, nampak. Banyak tu air matanya."

Jawaban 'nampak, Pak' banjir di kelas 8.AO.

"Bagus, pertahankan ketenangan kelas kalian dalam artian tidak ribut, berisik, bising, apa segala macam. Bapak permisi."

Pak Mamin melanjutkan perjalanannya setelah memberikan dua jempolnya, lagi.

🌌

Kelas OlimpiadeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang