13. Kamu Tahu, Perbedaan Kamu Dengan Hujan?

612 103 15
                                    

Chapter 13 ==> Kamu Tahu, Perbedaan Kamu Dengan Hujan?

Dipublikasikan: 09 Juli 2019
©DeraiAksara


🌌

"PR-nya halaman enam puluh tiga di buku paket, tentang PtLDV. Nomor satu a, dan b, nomor tiga c. Kumpulkan pagi besok, sebelum bel masuk berbunyi." Mami Gus  mengangkat laptop-nya, kemudian melenggang ke luar kelas.

Persamaan Linear Dua Variabel saja masih remidi, apalagi yang ini. Harus dikumpul besok pula, ditambah lagi pagi-pagi sekali sebelum bel tanda masuk berbunyi. Kan, jadinya tidak bisa menyalin jawaban.

Huh, kami kuat, kok.

Sepeninggal Mami Gus, kelas kami tidak seperti kelas lain yang langsung berhamburan ke kantin. Kami justru masih asyik mencatat berbagai macam konstanta serta variabel di buku catatan Matematika kami. Jika kami tidak menyelesaikan catatan yang soalnya beranak sampai dua papan di depan kami, alamat, lah. Nanti ketika pelajarannya diulang, kami ternganga-nganga, tidak bisa menjawab.

Aku menutup buku dan mengemas peralatan menulis yang masih berserak di atas meja. Pandangan mataku tiba-tiba jatuh kepada Bambang yang berjalan ke arah meja Aulia.

"Au, ko tau, tak, persamaan engko sama bunga?" Bambang berdiri tepat di depan Aulia yang masih sibuk dengan bukunya.

Gadis hitam manis berkacamata ungu itu mengadahkan kepalanya ke atas. Detik berikutnya, ia menjungkit bahu, tak acuh.

Tanpa diminta, Bambang mulai menjawab pertanyaannya sendiri, "Persamaan ko sama bunga adalah ..."

Oke, aku mulai menebak.

Sama-sama harum? Atau sama-sama cantik? Sama-sama indah mungkin? Bisa jadi, sama-sama menyejukkan mata.

Bambang melepas kacamata hitam miliknya yang lupa ia lepas tadi, "sama-sama makhluk hidup ciptaan Tuhan. Hahahaha ...."

Garing kau, Bambank!

Kelvin yang duduk di meja paling belakang, berjalan mendekati Bambang yang masih berdiri di depan  meja Aulia.

Lelaki berhidung terlampau mancung itu merangkul pundak Bambang. "Bang, ko tau, tak, perbedaan ko sama hujan?"

"Apa, Dek?" tanya Bambang dengan tawa yang masih tak terkendali.

Kelvin melepas rangkulannya. "Kalau hujan, jatuhnya ke bumi, terus ngalir ke parit." Lelaki gay di samping Bambang itu memegang dan mengusap-usap telapak tangan Bambang. "Kalau ko, jatuhnya ke hati aku, terus tumpah ke jantung, habis itu ngalir ke seluruh pembuluh darah aku."

Bambang menjauh dari Kelvin, wajahnya bergidik ngeri. "Jantung letaknya di atas hati, Dodol. Jantung tempatnya lebih tinggi daripada hati. Mana bisa sesuatu mengalir dari tempat rendah ke tempat yang tinggi."

Hmm, oke, lah.

Titisan Einstein dengan kearifan lokal memang beda.

🌌

Kelas OlimpiadeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang