37. Si Kolor Hijau.

251 43 25
                                    

Chapter 37 ==> Si Kolor Hijau.

Dipublikasikan: 12 Juni 2020

©DeraiAksara

🌌

Seminggu lagi jadwal kami UAS Genap. Hari ini kami niatnya ingin mengumpulkan tugas membuat alat penjernih air, tapi setelah kulihat-lihat, cuma kelompokku yang bawa alat penjernih airnya. Kelompok yang lain malah bawa bahan-bahannya. Padahal tugas ini disuruh buat di rumah. Bayangkan keradnya kelas ini.

Sambil menunggu Pak R masuk untuk pelajaran Pendidikan Keterampilan, kami melakukan aktivitas masing-masing, seperti biasa. Di depan Aulia sama Veni lagi cerita-cerita tentang Al-Khawarizmi kayaknya. Di belakang kelas, Lovely, Chindy, Windy, sibuk mengatur tata letak krikil, goni, sabut kelapa, dan material lainnya. SMP rasa SMK teknik sipil gabung pertanian.

Aku sedang tak berselera dengan kelakuan absurd mereka, lebih baik tidur, lah. Lumayan 15 menit.

Tapi, bukan murid 8.A namanya kalau nggak ganggu ketenangan batin orang lain. Baru saja menenggelamkan kepala ke meja, suara riuh di tengah-tengah kelas membuat kantukku menguap, hilang tak ada bekas.

Tas Synta sedang ditarik-tarik oleh Bambang, Gilang, Rehan, dan Jerry. Riky sama Kelvin tukang ngomporin. Synta terus mempertahankan tasnya supaya nggak jatuh ke tangan laki-laki hiperaktif di depannya, tapi muka dia bukannya marah, malah cengengesan.

"Kenapa mereka?" tanyaku pada Yuli yang sedang menyalin catatan IPS dari bukuku ke bukunya.

"Synta bawa kolor hijau."

Hah? Apa? Telingaku nggak torek, kan? Masih sehat, kan?

Betul-betul hilang niat mau tidur. Ngapain coba Synta bawa kolor hijau ke sekolah?

"Jangan, We, jangan! Aku kadu Dimas kalian, ya! " Itu Synta yang teriak. Padahal, nih, ya, padahal. Dimas sama sekali nggak peduli. Dimas sama Andi malah kelihatan lagi menghayati lagu My Heart Will Go On, mereka ngegas pas di lirik you open the door.

Aku juga waktu latihan recorder semester lalu hampir ketawa dengar lirik itu.

"Synta, ko betulan bawa kolor hijau?" Jerry bertanya dengan nada dramatis.

Iya, Coy, warna hijau.

"ITU CELANA, BUKAN KOLOR!" Tapi, mau sekukuh apapun Synta bilang kalau kain hijau yang sekarang lagi di kepala Rehan itu adalah celana, bocah laki-laki stres macam mereka mana peduli, tetap disebut kolor.

"Ko lagi pesugihan sama Buto Ijo, Syn?"

Bambang nggak ada akhlak emang.

"Syn, kalau ko nak kaya, baik ko ngepet aja di ujung Rimba, dapat banyak. Daripada ko pesugihannya sama Buto Ijo, udah raksasa, ketumpahan No Bocor-Bocor, jelek lagi. Kalau ko dijadikan istri dia macam mana?"

Oke, Gilang lebih nggak ada akhlak daripada Bambang.

"Itu celana! Semalam aku tidur di Dompak, bawa pakaian ganti."

Bambang mengambil kolor --setelah kuperhatikan, ternyata memang celana-- yang dari tadi diusap-usap ke kepala Rehan. Bambang naik ke atas meja, lalu mencampak celana itu ke ventilasi.

"Bambang tut, Bambang lu gendut, bawa sini celananya, malu!"

Aku menutup muka dengan tas laptop warna hitam yang kujadikan tas sekolah. Aku nggak bisa nggak ketawa. Perutku mulai keram.

Akhlakless kelen semua!

🌌

Kelas OlimpiadeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang