20. Bersih Bening, Seperti Tanpa Kaca.

427 72 15
                                    

Chapter 20 ==> Bersih Bening, Seperti Tanpa Kaca.

Dipublikasikan: 15 Agustus 2019
©DeraiAksara

🌌

"SMP lima belas!"

"Beriman, berprestasi, juara, sukses." Kami memekik penuh semangat.

Prok ... prok ... prok ....

"Yes! Yes! Yes!"

"Sebelum balik, bersihkan dulu kelasnya sampai bersih mengkilap, licin, sampai jendelanya tak kasat mata!" teriak Pak Wer dengan pengeras suara yang bertengger di depan mulutnya.

Rutinitas bulanan, sebelum pulang ke rumah masing-masing, kami diharuskan membersihkan terlebih dahulu kelas dan kavling kelas. Maksudku kavling kelas adalah tanah yang masih masuk wilayah kelas itu sendiri. Misalnya, di depan suatu kelas terdapat taman, maka taman itu harus dibersihkan juga oleh kelas di depannya. Dan kegiatan ini berlaku setiap Hari Sabtu minggu ke empat.

"Kelas yang bersih, itu yang boleh balik duluan," ujar Pak Wer. "Silakan bersihkan kelas masing-masing!"

Kontan, kurang lebih 500 siswa dan siswi berhambur menuju kelas mereka masing-masing, begitu juga kami. Kelas kami terletak di samping musala, di depan laboratorium IPA, dan di belakangnya terdapat taman yang memanjang. Taman itu bukan milik kami saja, melainkan juga milik kelas 8.BA dan 8.CK.

Tetangga sekaligus teman gelud kami, kelas 8.B Atlet terlihat sibuk menyapu, memegang serok, dan memasukkan diri ke tong sampah (erm ... maksudku memasukkan sampah ke dalam tong sampah).

Jauh di seberang sana, terlihat abang dan kakak kelas sibuk mengelap lantai bangunan tingkat dan menyapu kaca jendelanya.

Kami heran sendiri melihat kesibukan keluarga besar yang tak kami anggap keluarga itu. Mereka begitu khidmat membersihkan kelas hanya karena terobsesi untuk pulang cepat. Lihat kami. Santai. Duduk-duduk, mengobrol, tidak satu pun dari kami yang memegang alat-alat kebersihan. Bahkan, anak laki-laki sedang bermain perang-perangan di depan kelas.

Kelvin menggunakan ember pel berwarna merah sebagai tameng di kepalanya, Gilang mengambil sapu untuk digunakan sebagai pedang, Raihan meraih serok yang dialih-fungsikan menjadi payung, Bambang ... dia menjadikan sapu sebagai gitar. Sementara itu, Jerry, Riky, dan Andi menjadi penonton bayaran. Mereka sibuk bersorak-sorai agar para tentara dadakan itu segera memulai perang.

Ketahuilah! Satu-satunya siswa kelas 8.A yang paling kalem adalah Dimas. Laki-laki hitam manis itu yang paling diam dari yang lain, tidak pecicilan, tidak petakilan, tidak rusuh, ia hanya sesekali tertawa mendengar dan mellihat candaan kawan-kawannya.

Baku hantam dimulai.

Kelvin beradu sapu –maksudku pedang- dengan Gilang. Kelvin sedikit kesusahan melawan Gilang dengan kepala yang masih ditutupi ember pel. Sedang Rayhan, ia sibuk memayungi Bambang yang sedang memainkan sapu –maksudku memetik gitar- sembari menyanyikan lagu Ungu yang berjudul Sesungguhnya sebagai soundback pengiring acara baku hantam antara Kelvin dan Gilang. Tak pelak, satu kelas tertawa melihat tingkah remaja laki-laki yang kupikir belum puber itu.

Tiba-tiba, Aulia yang sedari tadi duduk di depan pintu kelas bersama Wilem, Chindy, Lovely, Jessyca, Nickyta, dan Zahra, datang menghampiri mereka.

"Simpan alat perang kalian tu! Pak Wer nak ke sini sebentar lagi."

Info dari Aulia sukses membuat para lelaki tersebut kocar-kacir. Dengan langkah lebar dan gesit, mereka meletakkan kembali alat-alat kebersihan kelas pada tempatnya.

"Dah bersih?" Suara berat yang berasal dari pintu mengalihkan perhatian kami semua. Pak Wer sedang berdiri di ambang pintu, matanya jelalatan melihat lantai kelas.

"Udah, Pak." Bambang mengesat ubin keramik berwarna putih di bawahnya. "Tu, Pak, tak ada debu lagi, kinclong."

Jerry berjalan ke arah jendela. "Tu, Pak." Ia meniru apa yang Bambang lakukan barusan, mengesat kaca jendela. "Bersih bening seperti tanpa kaca."

Sontak, hamburan tawa menggema di setiap sudut kelas. Pasalnya, ketika Jerry mengatakan, "Bersih bening seperti tanpa kaca", ia memperagakannya lengkap dengan nada, seperti iklan pembersih kaca di televisi.

Sebelum beranjak dari kelas kami, Pak Wer mengacungkan jempol kanannya. "Bagus."

Benar, kan, kataku. Tanpa perlu repot-repot menyapu lantai dan mengelap kaca, kami sudah diberi pujian. Sebab, kelas kami memang jarang kotor. Petugas piket hariannya selalu bertanggung jawab.

Yah ... walau pun kami hanya mendapatkan satu jempol dari Pak Wer, tetap saja kelas kami bersih. Karena kalau dua jempol, itu Pak Mamin.

.

.

.

.

.

.

.

"Nampak air mata Bapak?"

🌌

(Ini video abang dan kakak kelas kami dari angkatan pertama SMP Negeri 15 Tanjungpinang. Seragam baju kurung mereka juga berbeda dengan seragam baju kurung kami yang angkatan kedua.)

🌌

Kelas OlimpiadeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang