7. Bukan Bencong Keseleo!

981 145 14
                                    

Chapter 07 ==> Bukan Bencong Keseleo!

Dipublikasikan: 21 Juni 2019
©DeraiAksara

🌌

Hai, kalian!

Aku sudah tahu maksud dari 'Olimpiade' yang melekat di kelasku. Mau kuberitahu?

Jadi kebijakan ini hanya berlaku untuk kelas 8, tidak untuk kelas 7 atau kelas 9.

8.A Olimpiade adalah kelas tempat menampung murid-murid pemegang juara di kelas 7. Oke, aku memang tidak pernah menjadi juara kelas di kelas 7.A, aku selalu memegang peringkat 5. Namun, hello ... itu kelas 7.A. 7-A. Huruf 'A' berperan penting di sana. Windy Helm aja dulunya peringkat 18 di kelas 7.A, tapi bisa masuk 8.A, kan?

Oke, kembali ke 8.A.

Digelari Olimpiade, karena memang murid-murid dari kelas inilah yang akan dikontribusikan dalam OSN. Uniknya, kelas ini hanya memiliki siswa berjumlah 8 orang. Jumlah itu benar-benar kontras dengan siswi yang jumlahnya 23 orang. Omong-omong, kelasku ini kelas dengan jumlah murid paling sedikit di seluruh kelas 8.

8.B Atlet. Kelas ini berisi kumpulan murid yang sewaktu kelas 7-nya jago dalam bidang olahraga. Maka setiap ada even 02SN, kelas ini selalu sepi, sebab penghuninya sedang bertanding. Tak heran jika siswa mendominasi di kelas ini.

8.C Kesenian. Jika ada even Gawai Seni cabang tari, melukis, menggambar, mewarnai, dan sebagainya, murid dari kelas inilah yang maju di barisan terdepan. Sebagian besar anggota ekskul marawis dan tari juga berasal dari sini.

Sementara untuk kelas 8.D, 8.E, dan 8.F adalah kelas em ... ada, lah, beberapa murid pintar yang akan mendongkrak nilai di kelas tersebut.

Katakan aku jahat! Namun memang begitu adanya. Aku sama sekali tidak mengarang. Ini nyata.

Sudah, itu saja informasi dariku.

Hari ini aku membawa sebungkus kerupuk atom seharga 15.000 ke sekolah.

Jangan tanya kenapa. Aku jualan.

Yah, sebenarnya ini adalah bisnis ibuku. Apa salahnya, kan, aku membantu? Caranya adalah dengan mengemis di grup kelas agar mereka membeli kerupu atomku. Dan cara itu terbukti ampuh.

Oleh sebab itu mereka memanggilku ...

Zuli si Tukang Kerupuk.

Oke, no problem. Aku sama sekali tidak keberatan.

"Zul, mana kerupuknya?" tanya Riky, dia yang memesan sebungkus kerupuk atom kepadaku.

Aku mengeluakan kerupuk yang masih dibungkus rapi dari dalam tas. "Nih. Lima belas ribu, tak boleh kurang!"

"Sepuluh ribu, lah," tawar Riky.

"Lima belas."

"Sepuluh, lah."

"Lima belas."

"Sepuluh, lah, Zul."

Mataku beralih kepadanya. "Kau ..." Aku menatap nyalang wajahnya, "aku sepak besepai muke kau," kataku dengan nada gurauan dan menyelipkan sedikit tawa di ujungnya.

(Kata 'sepak' artinya tampar, dibaca menggunakan e lemah atau e pepet, sama seperti cara membaca 'beli', 'beri', 'seni' 'pencak', 'seragam', dst..)

Riky tertawa, "Hehe ... selo, selo." Ia menyusup masuk ke dalam saku bajunya. "Nih."

Aku menerima selembar uang 10.000 dan selembar uang 5.000 darinya, lalu kumasukkan ke dalam tas.

"Pesan lagi, e, besok-besok."

"Siap."

Aku tak menghiraukan Riky lagi. Kini mataku terfokus pada pintu yang diketuk dari luar.

Sudah jadi kebiasaan, hampir setiap kali waktu istirahat tiba, kami pasti menutup pintu. Mungkin anak-anak abwaras ini tak mau kelakuan abnormalnya dilihat orang lain.

"Masuk, lah, rumah ni takde orang," sahut Bambang.

Zahra yang memasuki kelas dengan beberapa makanan di tangannya.

Gadis berkulit pucat itu menyapa Bambang yang berdiri di depan pintu, sudah seperti satpam yang setiap hari jaga gerbang utama. "Annyeong haseyo, Bambang ...."

Bambang tersenyum menanggapi Zahra. "Bencong keseleo."

Aku menahan tawa mendengar balasan sapaan dari Bambang.

"Hah? Apa? Bencong keseleo? Kok, gitu?" tanya Zahra, bingung.

Bambang menggaruk-garuk kepala kemudian punggungnya, lalu naik lagi ke kepala. "Aku cuma balas sapaan ko aja, Za."

"ANNYEONG HASEYO, BUKAN BENCONG KESELEO. SAMA AJA KO DENGAN ZULI KANG KERUPUK !!!!"

Lah, kenapa aku dibawa-bawa?

🌌

Kelas OlimpiadeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang