14

1.4K 430 135
                                    

"ᴅᴀʟᴀᴍ ʜᴜʙᴜɴɢᴀɴ ᴛɪᴅᴀᴋ ᴀᴅᴀ sɪᴀᴘᴀ ʏᴀɴɢ ᴘᴀʟɪɴɢ ʟᴀᴍᴀ, ʜᴀɴʏᴀ sɪᴀᴘᴀ ʏᴀɴɢ ᴘᴀʟɪɴɢ sᴜɴɢɢᴜʜ sᴀᴊᴀ. ᴋᴀʀᴇɴᴀ ʙᴇʀʟᴀᴍᴀ-ʟᴀᴍᴀ, ᴛᴀᴘɪ ᴛɪᴀᴅᴀ ᴋᴇsᴜɴɢɢᴜʜᴀɴ ᴜɴᴛᴜᴋ ᴀᴘᴀ?"

⊱⋅ ──────────── ⋅

Gio : Renaa

Rena : Ya?

Gio : Udah sampai?

Rena : Udah sejam yang lalu, sekarang lagi perjalanan ke tempat penginapan. Abis makan soalnya.

Gio : Emang nginep di mana?

Rena : Gak tau abang:v

Gio : Kok gak tau? Emang lo gak tanya?

Rena : Tanya, cuma dijawab 'ntar lo tau sendiri.'

Gio : Oh hahaha, ya udah, see you.

Rena : Eh, Gio lomba lo gimana?

"Rena, udah mau sampe jangan main hp terus," tegur Juna.

Rena akhirnya memasukkan Hp-nya ke dalam tas. "Kita itu tidur di guest house atau hotel?" tanya Rena yang masih penasaran sejak pagi tentang di mana ia akan tidur.

Abas melepas topi yang ia pakai, dan memasukkan ke dalam tas. "Yang sopan ya nanti."

Rena melirik Rama. "Apa lo liat-liat gue?" tanya Rama ketus.

Mendapat sautan jelek dari adiknya itu, Rena cuma bisa geleng-geleng tak habis pikir. "Sewot banget, kenapa sih lo?"

"Gue biasa aja. Lo aja yang baperan."

"Anjir." Rena membuang wajahnya, tidak memedulikan Rama lagi dari pada berakhir ricuh.

Jogja setiap hari macet, jalanan sibuk, pengguna jalan ribut. Mau masuk ke gang rumah saja, sulit. Rena sendiri tidak sabar ingin merebahkan tubuhnya. Pegal-pegal seharian duduk di kereta. Bahkan di kepala, rasanya masih terasa ada goncangan di dalam kereta.

"Udah mau sampai, ingat ya, harus sopan." Lagi-lagi Juna mengingatkan para adik-adiknya itu.

Hingga mobil yang mereka tumpangi berhenti di depan gerbang megah. Rena sudah menebak, itu adalah sebuah rumah biasa yang dijadikan guest house.

Satu persatu turun dari mobil, dan seorang satpam langsung membukakan gerbang tersebut.
"Rombongannya mas Vian njih?" tanya pak Yudo, seorang satpam rumah itu.

Mendengar namanya disebut, Vian angguk-angguk. "Ya, saya pak. Ini keluarga saya semuanya," ucap Vian.

Rumah joglo modern, dengan interior-interior tradisional namun mewah itu memanjakan mata yang memandang. Bahkan Bima sampai geleng-geleng takjub. Abas yang notabene seorang arsitek itu matanya berbinar-binar, ketika melihat ukir-ukiran yang ada pada kayu pilar joglo tersebut.

"Gile-gile," celetuk Rena.

Bima menoleh. "Apa semua rumah di jogja begini?" tanya Bima.

Rena mengendikan bahunya, lalu geleng-geleng kepalanya pelan. "Gue gak tahu. Kayaknya sih engga semua. Tapi ini kayak rumah di keraton-keraton sumpah."

Vian mendekatkan kepalanya kepada Rena, lalu berbisik. "Lo gak lihat lambang sayap garuda di sana?" Vian menunjuk dinding paling belakang joglo.

Rena dan Bima menatap lambang itu lama. "Lambang apa? Kayak gak asing."

Unspoken LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang