35

981 275 56
                                    

"Antara aku, kamu dan dia. Kita semua terluka, kita semua korban, atas kenaifan."

⊱⋅ ──────────── ⋅⊰

"Eh minta es-nya dong Li! Kalo gue beli di kantin bisa ketahuan bang Je, bisa kena sruduk." Gio memasang wajah melas, di depan Dahlia yang sedang meminum es jeruk.

Dahlia geleng-geleng cepat. "No! Gak bisa. Ini asem ntar kumat!"

Gio mendecak kesal. "WUUU! PELIT LO!" lalu Gio duduk di koridor kelasnya, sembari melihat para teman-temannya yang sedang makan siang.

Sembari menikmati jam istirahat, sesekali Gio melontarkan candaan dan curhatan selama tidur di rumah sakit. Susah senangnya tapi banyak susahnya, senangnya karena bisa libur dan perawat ya cantik. Tapi susahnya, makanannya gak enak dan kesepian kalau gak ada yang jaga.

"Lo tahu kan, gue gak suka susu kedelai. Gue dikasih itu mulu cuy! Ya Allah, dedek ingin gumoh rasanya." Gio mengelus-elus dadanya sendiri, lalu geleng-geleng kepala.

"MAMPUS LO!" celetuk Dicky.

Gio melotot. "Heh! Bapak Ketos mulutnya minta ditakol pake sapu ijuk," ucap Gio sampai mengundang tawa seluruh temannya yang mendengar.

Tiba-tiba Dahlia menunjuk sesuatu yang ada di belakang punggung Gio. "Gi-Gi!"

"Hah?"

"Itu ceweklo ngapain lari-lari sampe nubruk-nubruk?" tanya Dahlia.

Gio mengenyit. "Maksudnya?" lalu Gio menoleh ke belakang, dan melihat Rena berlarian tanpa hati-hati sampai menerobos apapun yang ada di depannya. "Astagfirullah." Gio bangkit dari duduknya, lalu berlari menyusul Rena.

"WOY GIO! ELAH BOCAH! BARU AJA SEMBUH." Dicky menepuk jidatnya, dan hanya bisa geleng-geleng tak habis pikir melihat punggung Gio yang semakin menjauh.

Dahlia menghela napas panjang. "Kagak tahu Gio aja. Kalo dah dekat, mau temen apalagi pacar. Pasti gitu."

Tiba-tiba Dicky teringat, dulu pernah menjahili Gio. Bilang kalau ban motornya bocor, dan dia gak ada uang, apalagi sudah larut malam. Sampai membuat Gio benar-benar datang ke tempat, padahal Dicky tidak benar-benar kebocoran ban.

Gio berlari menyusul Rena dari belakang, entah ke mana tujuan gadis itu berlari. Hal yang dilakukan Gio hanya mengikuti, bahkan saat Gio memanggil saja Rena tak dengar.

Hingga akhirnya Rena berlari menuju aula, saat itu pula Gio melihat bahwa ternyata Rena berlarian karena mencari-cari Bima. Mungkin masalah yang kemarin, belum selesai. Jadi yang dilakukan Gio, hanya menguping dari balik pintu.

Satu persatu kalimat perdebatan terdengar di telinga Gio, rasanya tidak terima kalau mendengar pacarnya dibentak orang lain. Maka dari itu, Gio bermaksud ingin menengahi. Namun saat bersamaan itu pula, cowok itu melihat pemandangan yang membangunkan singa tidur di dalam dirinya bangun.

"Ren, lo tahu kan baju diskonan di mall?" Bima menunjuk wajah Rena dengan telunjuknya. "Sama kayak lo. Cantik, menarik, tapi murah."

Harga diri Gio bersamaan saat itu juga hancur. Rahangnya mengeras, dan tangannya sudah mengepal di samping saku celananya.

"Gue murah?"

"Iya lo murahan! Lo itu, kayak ngebet banget tahu gak! Apapun lo lakuin demi pacarlo yang sakit-sakitan kemarin!"

Sejurus kemudian, Gio berjalan cepat menghampiri Rena dan Bima. Dengan tatapan mata yang penuh dengan angkara murka. Gio mungkin bukan sang pandawa untuk Rena, tapi di sini Gio lah sang Dewa Krisna yang dicintai Drupadi-nya. Seperti di dalam buku Seno Gumira Aji Dharma yang berjudul Drupadi itu.

Unspoken LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang