19

1.2K 357 81
                                    

"ᴀᴋᴜ ᴋɪʀᴀ ᴍᴇʀᴇʟᴀᴋᴀɴᴍᴜ ɪᴛᴜ ᴍᴜᴅᴀʜ, ᴛᴇʀɴʏᴀᴛᴀ sᴜsᴀʜ."

⊱⋅ ──────────── ⋅⊰

Gelang manik-manik yang melingkar pergelangan, sudah ke berapa kalinya Rena memandang, tetap tak bosan. Rasanya seperti mimpi, mimpinya terlalu nyata sampai Rena tidak bisa berpikir apa-pa lagi.

Rama melirik penasaran gelang yang sedari tadi Rena pandangi terus. Gelang yang asing di matanya, gelang biasa tapi anehnya kakaknya itu hanya dengan melihatnya saja bisa senyum-senyum.

"Kak."

Rena yang sedang senyum-senyum menoleh. "Apa Ram?"

"Gelang baru?"

Rena angguk-angguk semangat. "Iya, hehe." Lagi-lagi mata Rena menatap gelang tersebut.

Rama berpikir ada sesuatu dengan gelang itu. "Beli sendiri?"

Rena menoleh lagi, dan menatap Rama. "Engga, dibeliin." Sejurus kemudian Rena tersenyum lebar. Dengan begini, Rama bisa menebak, pasti orang yang membelikan bukan orang biasa. Buktinya bisa buat Rena menggila, senyum-senyum hanya dengan menatap gelang.

"Dibeliin siapa?"

"Dibeliin ... Gio, hehe." Rena menggigit bibir bawahnya, lalu tidak lama ia memukul lengan Rama gemas.

Rama memundurkan badannya sedikit. Walau pukulan Rena tidak keras, namun tetap saja tingkah Rena buat orang ngeri.

"Ih kenapa sih lo kak? Ada sesuatu nih pasti," ucap Rama.

"Jangan bilang siapa-siapa." Rena melihat kesekeliling kamar. Padahal hanya ada mereka berdua, dan pintunya ditutup. Tapi tetap saja rasanya, malu kalau sampai ada yang dengar.

"Kenapa? Lo sama Gio jadian?"

Baru saja Rena mau bilang, Rama sudah mendahului. Rena cepat-cepat menutup bibir Rama. "Kok lo tahu?"

Alis Rama menukik tajam, ia menyingkirkan tangan Rena dari bibirnya, kesal. "Apa-apaan sih lo. Lebay tahu gak! Gitu doang juga."

Rena mendecak, kemudian berkacak pinggang. Memang yang bisa memahami perasaannya saat ini hanyalah ia sendiri. "Lo dukun ya?"

"Yaelah dukun udah tahun kapan sih. Heh, yang gue tahu, hal yang bikin lo seneng cuma itu." Rama menghela napa, ia menyandarkan punggungnya pada dipan. "Gampang ketebak sih kalo itu."

Rena merendahkan bahunya, dan menurunkan tangannya dari pinggang. "Oh, gitu ...."

"Jadi bang Gio nih?" tanya Rama. Lalu tersenyum tipis. Rasanya ikut senang mendengar Rena bisa mengambil keputusan.

"Iya, hehe."

"Ya udah, kalo pacaran jangan macem-macem. Kalo gak cinta-cinta amat jangan mau dicium." Gaya bicara Rama sudah seperti Juna.

Rena mendecih. "Ih iya-iya!"

Rama terkekeh. "Halah ngaku aja lo! Lo cinta banget kan. Paling kalo diseruduk juga mau!"

Sedetik kemudian sebuah jitakan melayang di kepala Rama. "Bocil diem! Emangnya Gio banteng!"

Rama memegangi kepalanya yang berdenyut gara-gara dijitak Rena. "Kan gue bercanda!"

"Halah alesan lo!"

Rama melihat layar Hp Rena yang menyala di meja. Wajahnya masam saat bertatapan dengan kakaknya itu. "Tuh! Pacar barulo nge chat!" ucap Rama lalu berbalik badan, tidur memunggungi Rena.

Unspoken LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang