34

895 255 54
                                    

"Remuk hatiku, jadi serpihan. Terlanjur hancur, sampai tak utuh wujud."

⊱⋅ ──────────── ⋅⊰

"Cie, yang hari ini pulang," goda Rena sembari membantu Jehan merapikan barang-barang Gio.

Gio yang mendengarnya hanya bisa senyum-senyum canggung, lantaran saat ini ada perawat yang sedang melepaskan infusnya.

"Habis ini makan yuk. Gio lagi gak bisa makan yang berat-berat, jadi bubur aja. Kalo kita makan yang enak ya gak Ren?" Jehan tersenyum jenaka, seraya menatap Gio dan Rena bergantian. Tangannya sibuk memasukkan baju ke dalam tas.

Rena mengangguk menyetujui Jehan. "Bener tuh, kita makan apa bang Je? Ayam krispi, steak juga boleh, atau makan yang pedes-pedes kayaknya enak. Hahahah." Rena terbahak karena melihat ekspresi wajah memelas Gio, saat melihat kakak dan pacarnya kompak mem-bully dirinya saat ini.

"Kalian ini ya, gak ada rasa kebersamaannya." Gio geleng-geleng tak habis pikir. Tidak lama kemudian, perawat telah selesai mencabut serta menutup bekas infus Gio. "Terima kasih," ucap Gio kepada perawat tersebut.

Jehan mendecak, ia menatap Gio seolah Gio yang salah. "Heh, kurang apa gue sama Rena? Lo makan di sini, kita makan di sini juga. Lo makan gak habis nih ya, terus lo gak doyan. Siapa yang abisin? Gue." Sembari menunjuk dirinya sendiri.

"Hilih! Apaan, bukan itu yang gue maksud!" balas Gio, tak mau kalah.

Rena hanya terkekeh melihat pertunjukan di hadapannya, sembari ia membuang bungkus makanan ke dalam sampah. Tiba-tiba saat sedang sibuk beres-beres, HP di saku Rena bergetar. Hingga akhirnya membuat Rena menghentikan pekerjaannya.

"Halo, Bim? Kenapa?"

"LO DI MANA?!"

"Hah?"

"Hah heh hoh! Di mana! Lo lupa ada kerkom? Sialan."

"Eh iya?! Astaga!"

Gio dan Jehan memerhatikan Rena yang sedang menerima telepon tersebut. Mengira percakapannya serius, sampai-sampai Gio dan Jehan yang sempat adu mulut jadi bungkam.

"Ya Tuhan, Ren! Lo di mana? Gue jemput!"

"Gue di rumah sakit, soalnya ini, bantuin bang Jehan sama Gio. Hari ini pulang soalnya." Rena menatap Gio dan Jehan bergantian, rasanya jadi canggung dan tidak enak.

"Lo kemaren gak dateng ya, sekarang gak juga. Lo sengaja?"

"Engga Bim, Ya Allah. Maaf, lupa beneran."

"Brengsek, gue gak peduli lagi."

"Bim ih jangan gitu, maaf-halo? Halo?" Rena menjauhkan HP-nya dari telinga, dan melihat bahwa Bima sudah mematikan telepon.

"Kenapa Ren?" tanya Gio.

"Aku lupa kalo ada kerkom hari ini, Bima sama kelompok udah nunggu. Gimana dong, aku beneran lupa," ucap Rena dengan panik.

Jehan mendadak jadi merasa bersalah atas semuanya. Karena Jehan yang secara pribadi, meminta agar Rena membantunya. Bahkan Jehan juga yang tadi menjemput Rena. "Ren, sorry, gara-gara gue. Lo jadi abai kewajiban."

Rena menatap Jehan, kemudian menggelengkan kepalanya. "Engga apa-apa bang. Ini murni salahnya Rena. Biar nanti malem, dan besok Rena urus." Rena menggaruk kepalanya, cewek itu panik sekaligus bingung. "Lagian tugasnya juga buat minggu depan. Bima aja yang keburu mau ngerjain."

"Ya udah, kamu tenang dulu aja. Nanti atau besok kamu minta maaf ke teman satu kelompok. Jangan diulangi lagi Ren, gak baik kamu lupain tentang kewajiban yang melibatkan orang lain." Gio turun dari tempat tidur kemudian memakai sepatunya. "Inget loh, jangan dibiasain. Kesannya kamu menyepelekan namanya."

Unspoken LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang