36

915 275 37
                                    

"Kecewa itu, ketika kamu sudah percaya, sudah bergantung namun, dipatahkan, disia-sia."
⊱⋅ ──────────── ⋅⊰

Rumah Rena saat ini sudah bagai tempat berkumpul, musyawarah, sekaligus tempat persidangan. Malam ini di ruang tamu, Juna dan Abas bagai seorang hakim dan jaksa.

Terlihat sesal di wajah-wajah anak-anak itu, apalagi Vian yang membuat Gio jadi sasaran tinju yang salah. Rena sendiri masih murung, dan Jehan terlihat masih menyimpan kesal dengan Vian.

Juna memerhatikan satu per-satu wajah-wajah di hadapannya. "Kalian ini, mau sekolah atau mau main-main?" tanya Juna dingin. "Coba cerita, awal mulanya dari mana," sambung Juna.

Rena mengangkat wajahnya, dan membusungkan dadanya agar lebih terlihat tegar. "Jadi, awalnya dari Rena." Rena melihat wajah Juna dan Abas takut. "Rena berantem sama Bima, sebenarnya memang Rena yang salah. Karena Rena udah ingkar janji dan buat Bima kesel." Rena melihat Abas yang sedang melonggarkan dasinya. Terlihatraut wajah Abas yang dingin itu, Rena takut membuat Abas kecewa padahal Abas yang paling memberi kebebasan dan kepercayaan.

"Em- terus, yaa ... berantem. Bima ngeluarin kata-kata yang engga baik buat Rena."

Vian menggebrak meja, hingga membuat semuanya terkejut. "BILANG! BIMA NGOMONG APA?!"

"Vian, lo diem dulu bisa gak? Lo juga lagi disidang. Ok?" Juna menatap serius Vian, hingga Vian memundurkan tubuhnya dan bersandar lagi di sofa.

Rena hampir menangis kalau ingat kata-kata Bima. "I-Iya, Bima bilang kalau Rena itu cantik tapi murah," ucap Rena dengan suara yang gemetaran.

Mendengar ucapan Bima dari mulut Rena, buat jantung Gio serasa dilemparkan dari ketinggian.

Juna menatap Rena datar, begitu pun Abas yang menatap kosong adik perempuannya. Rama jangan ditanya, wajahnya sudah seperti akan menelan orang. Semua orang di sini, hanya menunduk usai mendengar Rena bicara.

"Terus Gio datang, buat belain Rena. Ya udah gitu aja, terus pas pulang bareng Gio. Rena nangis di atas motor, sampai rumah bang Vian lihat bekas air mata Rena. Bang Vian sangka kalau Gio yang buat Rena nangis."

Jehan melayangkan tatapan sinis dan murka ke Vian, lalu seorang Vian hanya menunduk malu bercampur rasa bersalah.

"Dah? Jadi ini yang buat ribut-ribut di halaman?" tanya Juna, yang kemudian dijawab anggukan kompak.

Abas menghela napasnya, ia menyandarkan punggungnya yang lelah itu di sofa. "Vian udah minta maaf ke Gio?" tanya Abas.

Vian angguk pelan. "Sudah, Bang."

Abas melihat Jehan dan Gio bergantian. "Vian sudah minta maaf ke Jehan?" tanya Abas, yang terfokus pada Vian lagi.

"Sudah juga, Bang."

Abas mengangguk paham, pantas saja Jehan sejak tadi melirik masam Vian. Bahkan duduknya saja berjauhan. "Jehan, maafin Vian ya. Dia kebakar emosi buta."

Jehan mengangguk sekali. "Iya bang Abas. Jehan cuma masih kesel aja, besok juga udah gak."

Senyum di raut wajah Abas terukir. "Good. Lalu Jehan sudah minta maaf ke Vian?" tanya Abas.

Menatap Vian lama-lama saja kesal, apalagi meminta maaf. Jehan menarik napasnya dalam-dalam, lalu menggelengkan kepalanya. "Belum."

"Minta maaf coba," ucap Abas.

Lalu pandangan seluruh orang tertuju pada Jehan dan Vian. Jehan menoleh, menatap Vian yang duduknya jauh darinya. "Vin, gue minta maaf ya udah emosi terus nonjok elo."

Vian langsung memegang pipinya yang pegal dan kaku. Sialan lo Jehan, gue visum gue terus masukin penjara, madesu lo, batin Vian. "Yaa, gue maafin. Tapi kalo sampai wajah ganteng gue minus, lo kena denda ya."

Sedetik kemudian Jehan memutar bola matanya jengah, ia sudah paham kelakuan temannya. "Heleh. Ya ya ya."

Abas bangkit dari tempat duduknya, lalu mengayunkan tangannya ke arah Rena. "Dek ikut abang, ke dapur yuk buat minum," ucap Abas kemudian tersenyum.

Lalu kemudian Rena menuruti Abas untuk mengikutinya ke dapur. Di dapur, Abas mondar-mandir mengambil gelas dan menyiapkan es batu. "Kamu lap ya gelasnya," ucap abas. Kemudian cowok itu memotong buah apel. "Ren," panggil Abas.

"Ya, Bang?"

"Abang mau bilang ke kamu, bang Juna, bang Vian, Rama juga. Kami memang bukan termasuk cowok yang benar-benar baik, tapi ... di sini, abang mau bilang sebagai abang yang punya adik cewek."

Rena diam menyimak ucapan Abas, seraya tangannya bergerak membersihkan gelas dengan tissu.

"Laki-laki yang baik itu, bila marah tidak mengumpat pakai kata-kata kasar. Laki-laki yang baik itu, bisa bimbing Rena jadi perempuan yang baik. Dia bisa jadi ayah, jadi kakak, jadi sahabat, jadi guru buat Rena." Abas memasukkan potongan buah apelnya ke dalam mesin pembuat jus.

"Laki-laki yang baik, dia tidak akan membahas masalah lama. Dia gak akan mengungkit masa lalu, untuk jadi bom yang dipermasalahkan di masa depan." Kemudian Abas menyalakan mesin jus, dan beralih menatap Rena yang diam saja selama Abas bicara.

Rena mengulum bibirnya sendiri, ia menatap Abas. "Abang, jadi Bima bukan cowok baik gitu?" tanya Rena.

"Gak sebagai tolak ukur juga. Abang bicara tentang, laki-laki yang baik sebagai teman hidup." Lalu Abas mematikan mesin jus begitu melihat apelnya sudah hancur dan jadi cair. "Di masa depan, kamu bakal bertemu banyak laki-laki. Tapi, abang bilang begini jangan jadi stereotip ya. Abang bilang gini, karena gak suka kamu dibilang murah." Abas menuangkan jus ke gelas yang sudah disiapkan Rena.

Rena membuang tissu-tissu bekas ke dalam tempat sampah. "Abang kecewa sama Bima?" tanya Rena, yang tidak menunggu lama Abas menjawabnya dengan anggukan.

"Of course, yes. Setiap perempuan, yang mau dinikahi saja harus diberi mahar. So, i hope you don't bring him in this house." Abas menatap datar Rena kemudian mengusap kepala adiknya itu. "Pintu rumah ini, mahal harganya buat diketuk sama dia." Abas tersenyum kemudian. "Tolong bawa ini ke ruang tamu ya, Abang mau mandi," sambung Abas.

Rena diam mematung, ia sedikit terpukul dengan ucapan Abas. Hal pertama yang Rena tangkap dari ucapan Abas adalah, bahwa Abas benar-benar kecewa bercampur murka. Murkanya orang berhati tenang, ibarat letusan gunung. Abas salah satunya, dan tidak lupa Gio juga.

⊱⋅ ──────────── ⋅⊰

Yg bucin Bima, apa kabar? :)

Unspoken LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang