dua puluh tujuh

58 9 0
                                    

Pintu terbuka lebar, angin kencang dan sinar matahari menerpa wajahku. Samar-samar mulai terlihat punggung seorang lelaki dengan kaos yang sudah acak-acakan berdiri di depan sebuah meja. Tangannya terborgol di depan. tunggu-tunggu ..... kantor polisi?

Aku pun berjalan mendekati sosok lelaki tersebut. Pandanganku mulai jelas. itu Alva, dengan wajahnya yang penuh bekas luka dan memar biru. Air mataku jatuh begitu saja melihat seseorang yang kucintai di situasi seperti ini.

"Maafkan aku Aurel... selamat tinggal.... tolong lupakan aku dan mulailah hidupmu yang lebih baik lagi tanpa aku." ucapnya lalu polisi menariknya untuk jalan menuju ruangan lain.

"Alvaaa jangan tinggalkan aku.... Alvaaaa!" teriakku kencang namun ternyata tidak bersuara. Tanganku berusaha untuk menggapainya namun tatapanku kembali kabur dan akhirnya gelap.

"Alva!" aku terbangun dengan keringat yang bercucuran. Ternyata hanya mimpi. Tapi mengapa rasanya seperti nyata dan sakit sekali. Tanpa sadar aku pun menangis. Aku hanya tidak ingin kehilangan Alva.

Karena jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi, aku segera bangun dan menghapus air mataku. Sekitar 30 menit kemudian, aku sudah sampai di depan gerbang sekolah dengan seragam yang rapi. aku melangkahkan kakiku masuk ke dalam gedung sekolah dan berusaha melupakan mimpiku tadi malam.

"RELLLL" teriak seseorang dari belakang. Tidak perlu dipungkiri lagi, pasti si Andin yang super cempreng dan keras suaranya.

"Pagi Ndin..."

"muka lo kenapa Rel? kok lesu gitu habis nangis ya?"

"enggak... cuma mimpi buruk aja."

"ooo kiraiin habis diputusin Alva." 

Deg, langkahku terhenti dan aku pun kembali teringat dengan mimpi buruk itu.

"Rel, lo gapapa kan?"

"Rel? haloo? Rel!" teriak Andin membangunkan lamunanku.

"Eh i.. iya gappa Ndin, udah yuk ke kelas."

Sesampainya di kelas, sudah ada Anya, Afga,Adit dan Aldo duduk di daerah bangku kami sambil bebrincang-bincang. Tampaknya seru, aku dan Andin pun segera kesana dan bergabung.

"PAGIIIIIIIIIII" ucap Andin dengan nada dan suara cemprengnya.

"aduh Ndin berisik amat dah lo pagi-pagi cempreng tau gak sih." ucap Anya.

"yaudaa dongg kan emang gue keren gini gause sewot deh sama suara cempreng gue."

"Pagi semua." ucapku juga lalu menaruh tas di bangkuku.

"Nah gini dong kayak Aurel , udah cakep ngomongnya alus Ndin." tambah Afga berusaha memanas-manasi Andin. Aku dan yang lainnya pun tertawa. Bahkan Aldo pun tertawa. tumben banget nih dia gabung kita.

"eh elo ikutan ngetawaiin gue Do?! oh gitu?" ucap Andin lalu menggelitiki Aldo. Dan mereka pun berkejar-kejaran.

Setelah mengikuti pelajaran, sekarang sudah waktnya untuk istirahat. Entah mengapa aku merasa agak kurang enak badan.

"Rel, kantin yuk." ajak Anya.

"iya yuk laper bangett gue mau makan ayam geprek!" ujar Andin.

"eh elu makan geprek mulu ya." sahut Adit.

"Ayo Rel..." ucap Afga bingung.

"Eh gue gak ikutan deh, gue agak gaenak abdan nih. mau ke UKS duu, ntar gue nyusul kalian duluan aja."

"bener gapapa?" tanya Anya memastikan.

"iya gapapa kok."

"yaudah biar gue temenin aja, ntar gue nyusul kalian juga." ucap Aldo tiba-tiba sambil berjalan ke arah bangkuku. Sedikit kaget sih sebenernya.

4ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang